•••
Huh, sidang akhirnya selesai dengan gue yang mengalah. Males banget tahu tadi nggak selesai-selesai karena Kak Gea terus-terusan bilang dia nggak sengaja tumpahin air.
Gue berakhir minta maaf tanpa ketulusan sama Kak Gea, Pak Arya, Mama Tia, dan Kak Agam. Gue rasa citra gue jadi buruk di mata mereka. Namun, sih, Mama Tia tetap lembut, dia tetap baik dan panggil gue dengan sebutan sayang.
Gue sekarang ada di kamar. Sendirian karena si Gama Arian menghilang entah kemana. Mungkin marah dia, jadinya nggak mau ketemu gue. Ya, bodo amat, sih, suka-suka Gama mau balik apa enggak. Gue tinggal tidur doang dan menyambut esok pagi yang semoga aja damai.
Satu menit...
Tiga menit...
Lima menit...
Lima belas menit...
Dua puluh menit...
Whahh, gila, udah satu jam setengah setelah gue memutuskan tidur dan mata gue masih melek dengan sempurna. Affah iya karena gue kepikiran Kak Gea? Atau gara-gara kaki dan tangan gue yang luka? Kayaknya iya, deh. Masalahnya, gue bisa merasakan bekas siraman air tadi nyut-nyutan meski udah gue salepin dan balut pake kasa. Tadi dibeliin Pria Agam, sekalian juga sama buat Kak Gea.
Diriku, ayolah tidur. Kalau nggak tidur-tidur gue bawaannya suka pengen pipis mulu kalau malam. Kan males, tuh, harus bolak-balik. Apa dengerin lagu nina bobo, ya? Namun, serem tahu lagu itu.
Ahh, di saat begini gue jadi kangen Bu Rinjani. Apa kabar, ya, dia sekarang? Apa Bu Rinjani masih suka nangis gara-gara gue meninggal? Uhh, semoga aja Bu Rinjani nemu hiburan yang bisa bikin dia teralihkan dari kesedihan.
AAARRGGGG GUE NGGAK BISA TIDUR!!
Bangkit dari telentang, gue mengacak rambut sendiri. Frustasi saya, susah banget padahal gue nggak minum kopi.
Ouh, stress (~_~;).
Kembali tiduran, gue tarik selimut sampe tutupin seluruh tubuh gue. Meski berusaha hibur diri sendiri, tapi perasaan gue malah jadi mendung dan gue nggak bisa nahan air mata buat sembunyi aja. Kaki dan tangan gue sakit, gue juga kangen Bu Rinjani karena kalau gue sakit dia pasti selalu ada buat gue. Del, nggak apa-apa, udah 22 tahun, loh, kamu, jangan nangis mulu.
Ada sesuatu yang buat dada gue sesak. Pengen teriak sekuatnya, tapi yang bisa gue lakuin cuma telan itu semua. Rasa sakit di tubuh gue, rasa rindu gue pada rumah, perasaan mendung gue untuk Gundopo, dan amarah gue pada Kak Gea hanya bisa gue simpan dalam diri gue sendiri. Bekap mulut karena nggak mau sampai ngeluarin suara, gue melewati malam hari ini dengan napas yang berat.
•••
Ugh, tangan gue penuh busa. Sungainya indah banget, sangat glowing nggak kayak yang biasa gue lihat. Hm, tunggu, gue juga mau minum air sungai. Awas ada ular! Oh, sial, ularnya punya istri dua. Ular bisa hasilin uang, ya? Uangnya aneh, kayak uang jaman dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anti Romantic [END]
Novela Juvenil"Astaga, adegan sinetron macam apa ini?!" Adela itu pengurung diri level tertinggi yang tidak berniat membuat kisah romansa di hidupnya. Sejak dulu julukannya adalah si 'anti romantic'. Dia cantik tapi malas mandi. Lalu, entah sebab apa si anti rom...