Ah, ternyata gue masih hidup. Meregangkan tubuh yang entah kenapa rasanya super kaku, gue seketika melotot saat sadar ada yang aneh dengan tempat gue tidur. Enggak, kasurnya memang senyaman punya gue, tapi apa-apaan interior yang asing ini?! Hey, hey, hey, gue mimpi, kah? Bisa-bisanya mimpi tidur di kamar orang. Oke, ini... mimpi? Tunggu, tunggu, tunggu, agak aneh. Kenapa gue sadar sepenuhnya? Oke, gue emang kadang-kadang sadar lagi mimpi, tapi alurnya tetap ada dan sensasinya beda. Kalau sekarang kayak 100% nyata. Lalu... apa gue diculik? Astaga, siapa yang berani culik putrinya Pak Agandi di kaget untuk kedua kalinya karena keberadaan figura foto yang cukup gede. Nggak, gue nggak shock karena figuranya, tapi foto di dalamnya dimana wajah gue ada di sana! Berdampingan dengan cowok asing dan horornya gue dan dia pakai baju pengantin! Catat itu, BAJU PENGANTIN! Mana serasi lagi. Apa ini? Apa gue diculik fans fanatik nggak waras? Namun, gue sangat jarang berkeliaran sejak gue lulus kuliah.
"Buku?" Gue bergumam saat tak sengaja tangan gue nyentuh benda keras bersampul maroon. Dengan harapan menemukan petunjuk, gue memeriksa buku itu yang kebetulan terbuka di halaman terakhir.
Aku... capek.
Itu adalah dua kata terakhir yang ada dalam buku, dua kata yang buat gue ingin periksa buku lebih lanjut. Namun, sebelum gue bisa mewujudkan itu, pintu kamar diketuk, sesaat kemudian benda keras itu dibuka dari luar. Bisa-bisanya subuh-subuh gini udah bertamu.
"Sayang, bagaimana kondisi kamu?" tanya seseorang yang barusan buka pintu sambil jalan mendekat ke arah gue. Orang itu perempuan, kayaknya udah cukup berumur. Mungkin beberapa tahun lebih tua dari Bu Rinjani. Ah, benar! Bu Rinjani gimana? Bunda gue pasti panik setengah mati kalau tahu gue menghilang.
"Adela," panggil wanita berumur itu yang nggak ada angin nggak ada hujan peluk gue. Tolong jelaskan dulu situasinya, dong, Bu. Saya macam kera tolol ini.
"Gama belum juga mau pulang, Sayang, sejak kejadian itu. Kamu pasti sangat terluka, kan?"
Siapa Gama? Saudaranya Alpha dan Delta? Kenapa juga gue terluka karena Gama nggak pulang? Bukan urusan gue juga. Kalau Bu Rinjani yang nggak pulang, itu baru situasi gawat. Gue merasa aneh, deh, gue ini diculik, tapi rasanya gue nggak takut? Aneh banget nggak, sih? Harusnya gue panik dan meraung kayak singa. Ini, kok, rasanya biasa aja?
"Kamu masih terkejut, ya?" tanya wanita berumur itu yang menyudahi acara pelukannya. Memandang gue, kemudian mendaratkan telapak tangannya pada kepala gue. Dia mengelus-elus rambut gue yang untungnya kemarin udah dikeramas. Mbak Nurul, sankyu!
"Ikhlasin kepergian dia. Tidak apa-apa, ini takdir dari Allah. Mama yakin kamu kuat."
Apa lagi ini, Tuhan? Aku teh sedang di mana, nuju naon? Si ibu ieu saha? Mana ada penculik peluk-peluk hangat begini. Tuh, kan, bahasa Bu Rinjani jadi keluar.
"A-ano...," ucap gue pake nada ala-ala heroin polos di anime. "Bisa tinggalin aku sendirian? Maaf." Asal kalian tahu, meski gue seorang pengurung diri, tapi gue melakukan itu bukan karena keadaan, tapi pilihan. Dengan kata lain, gue nggak ada masalah dengan komunikasi. Kemampuan komunikasi gue A, kok.
"O-oh, nggak apa-apa, Sayang. Mama keluar dulu kalau gitu."
Gue cuma mengangguk, merhatiin wanita berumur itu sampe hilang dibalik pintu. Sekarang apa yang harus gue lakuin? Teng, jawabannya turun dari kasur.
Sebenarnya gue memikirkan satu hal yang mustahil, tapi berhubung alam semesta begitu misterius, jadi gue coba-coba aja. Mendekat ke arah meja rias, gue memejamkan mata sebelum memposisikan diri duduk di kursi kotak depan meja rias. Satu, dua, ti... tiga BOOMM!
"Huh..."
Gue membuang napas lega, wajah gue masih sama. Ini adalah Adela dengan versi mata bengkak. Perasaan semalam gue nggak nonton hal yang bikin banjir air mata. Kenapa, ya, gue nangis? Arrr, errr, irrrr, hmmm, hamm, foto pernikahan? Iya, foto pernikahan itu wajahnya mirip gue versi make up ringan. Mirip saat gue diseret jadi bridesmaid di pernikahan salah satu sepupu gue.
Merasa gue akan menemukan jawaban di buku bersampul maroon, gue pun kembali ke ranjang, mengambil buku itu, dan mulai membacanya dari halaman pertama.
Kaget? Jelas iya, gue sampai ambruk ke lantai karena nggak kuat nahan beban tubuh gue sendiri saat gue menyelesaikan lembar ketujuh dari buku maroon yang bisa dipastikan sebuah diary.
"Gue... nikah?" gumam gue amat sangat terkejut. "Terlebih... hamil di luar nikah?"
Iya, kenyataannya begitu. Halaman pertama buku diary ini isinya adalah curhatan si pemilik buku tentang dia yang harus nikah karena hamil. Astaga, makannya dunia luar itu menyeramkan! Dari tulisan ini dia hamil karena pemerkosaan. Pelakunya Gama, orang yang dia nikahi. Baik pemilik buku dan si Gama itu nikah karena terpaksa. Nikah karena keadaan.
Yang paling buat gue tertekan adalah gue yang harus menelan dan terima kenyataan kalau pemilik buku ini adalah diri gue sendiri. Nama gue tercetak dengan jelas di balik sampul buku. Adela Novianka Agandi. Namun, gue nggak pernah nulis buku kayak gini, jadi gue udah buat kesimpulan. Perpindahan jiwa. Hal yang biasa dijadikan tema novel karangan. Wajah gue masih sama? Hm, dunia paralel. Teori dunia paralel sampai saat ini masih populer diperdebatkan dan kini, kayaknya, gue sebagai penghuni bumi A terlempar ke bumi B. Gue yang adalah Adela A, masuk ke tubuh Adela B. Bu Rinjani, gimana ini?
•••
29.03.2023
Lupa ngucapin selamat datang di prolog ಥ‿ಥ. Jadi, selamat datang di karyaku yang ke... entahlah berapa. Ada orang dari novelku sebelumnya, kah? Aku ragu ada, sih.
Hm, jadi gini, alkisah di suatu malam yang tak sunyi, seorang perempuan muda berbaring sambil menonton televisi. Teramat emosi dengan si protagonis yang menyebalkan, dia bergumam, "Andai ada jiwa orang lain yang masuk ke tubuh protagonis itu." Nah, tiba-tiba secercah cahaya menghampiri kepala perempuan itu. Oh, transmigrasi! Novel tema perpindahan jiwa populer banget. Heee, apa gue coba nulis cerita sesuai selera pasar lagi, ya? Hitung-hitung ngabuburit. Hm, layak dicoba. Begitulah batin si perempuan.
Jadi, ya, aku kasih tahu aja karena ini cerita dadakan, tolong jangan berharap terlalu besar ಥ‿ಥ. Namun, aku percaya layak ceritanya. Nikmatin aja siapa tahu jatuh cinta. Hehehe.
Dahlah, jangan lupa tekan bintang biar aku senang.
Ah, satu lagi, bahasa yang digunakan nggak baku karena sudut pandang orang pertama dan erghh, gimana, ya? Agak aneh kalau karakter macam si Adela ini ngomongnya baku. Jadi, buat yang nggak nyaman sama tulisan nggak baku, aku nggak maksa stay😉.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anti Romantic [END]
Teen Fiction"Astaga, adegan sinetron macam apa ini?!" Adela itu pengurung diri level tertinggi yang tidak berniat membuat kisah romansa di hidupnya. Sejak dulu julukannya adalah si 'anti romantic'. Dia cantik tapi malas mandi. Lalu, entah sebab apa si anti rom...