04. Cemburu? Sorry, I'm Anti Romantic

2.3K 234 9
                                    

Ini waktunya makan malam. Semua keluarga berkumpul di meja makan. Biar gue absen dulu sebentar, di ujung meja ada Tuan Besar, Yang Mulia Arya Fahreza Gundopo, lalu... gimana, ya, bilangnya? Pokoknya setelah Pak Arya ada istrinya alias Bu Tia Sastra Timothy yang duduk berhadapan sama putra sulung keluarga Gundopo. Yap, Agam Haidar Gundopo. Di samping Kak Agam, istrinya yang tak lain Siska apalah duduk sambil sibuk benerin rambut selehernya. Di hadapan Mbak Siska ada Gea Rurian Putri Gundopo dan gue duduk di sebelahnya. Rasanya kayak duduk sebelahan sama macan. Gama? Sayangnya dia juga ada. Duduk di hadapan gue dan lagi asik sama ponselnya sendiri. Iya, gue adil, kok, nama panjangnya Gama adalah Gama Arian Putra Gundopo. Gue agak kasihan sama Kak Agam, dia namanya nggak disematin putra putra kayak adiknya. Hm, apakah ini sebuah konspirasi?

Sebenarnya masih ada satu anggota keluarga dalam Gundopo, itu adalah Galaksi Eleeran Gundopo, bocil umur 4 tahun anaknya Kak Agam dan Mbak Siska. Namun, entah karena alasan apa bocil itu nggak ikut makan malam.

Kalau di keluarga Pak Agandi yang isinya cuma tiga orang, meja makan selalu ramai karena ocehan Bu Rinjani, di keluarga ini isinya banyakan, tapi sepi luar biasa. Ya, adab seharusnya memang begini, kan? Namun, nggak seru banget T_T

Akhirnya makan malam selesai dengan keheningan, Mbak Siska, Kak Agam, Pak Arya, Gea, dan Gama udah pergi dari wilayah ini. Menyisakan gue yang lagi beresin piring dibantu asisten rumah tangga dan ibu mertua Adela B yang sedang misahin jeruk dari yang putih-putihnya.

"Adela, kamu istirahat aja, Sayang, biar Bi Endah yang beresin," ucap Bu Tia selesai melahap jeruk terakhirnya.

Sebenarnya iya juga, sih, ada ART yang siap sedia membereskan. Namun, karena kebiasaan yang dibentuk oleh Bu Rinjani, tubuh gue gerak gitu aja. Di rumah gue pun ada ART, tapi untuk urusan masak dan beres-beres piring bekas makan jadi tugas Bu Rinjani dan seluruh anggota keluarga.

"Nggak apa-apa, Mah, tanggung," balas gue yang seperti biasa dilengkapi senyum ramah.

"Gama semakin parah, ya, cuekin kamu? Mama udah nasehatin dia, tapi anak itu keras kepala banget." Yang begitu nggak usah dinasehati, Bu, timpuk aja pakai batu-batu.

"Nggak apa-apa, Mah, Kak Gama perlu waktu."

Inikah yang disebut pikiran tidak selaras dengan ucapan? Namun, gue sengaja. Gue lagi cosplay jadi Adela B soalnya. Heran kenapa gue terkesan benci banget sama si Gama? Gini, ya, emang ada orang yang nggak benci Gama bwengshake si bendera merah itu? Maksud gue, dia itu hamilin Adela B woy, terus nikahin Adela B, tapi malah jadi suami biadab. Parahnya dia juga punya pacar. Kalau nggak salah ingat nama pacarnya Ruby, dia nggak tahu kalau Gama udah nikah dan hamilin anak orang. Cewek yang malang. Intinya Gama itu benar-benar cowok brengsek secara nyata! Gue yang hanya dapat beberapa ingatan Adela B aja udah gedeg sama si Gama. Naman, bisa-bisanya Adela B dulu masih lemah lembut sama modelan dakjal Gama Arian! Eh, tapi gue juga lemah lembut sama si Gama meski cuma pura-pura T_T

•••

Udah dua minggu berlalu sejak jiwa gue kesasar di tubuh Adela B. Sejak itu gue masih baik-baik aja dengan semuanya. Ocehan Mbak Siska dan Gea yang nggak enak didengar cuma gue anggap gigitan semut kecil doang. Perilaku buruk Gama juga cuma sebatas angin lewat bagi gue. Oh, ternyata Pak Arya juga nggak cukup ramah. Dia agak sinis ke gue. Mungkin karena gue mantu nggak diinginkan, ya?

Gue udah ketemu sama Kak Ruby, dia ngapelin Gama ada enam kali dalam dua minggu ini. Lihat mereka mesra-mesraan bukanya iri atau cemburu gue malah jijik. Bagaimanapun julukan anti romantic nggak hadir begitu aja. Selain kisah cinta Bu Rinjani, Mbak Nurul, dan orang-orang dari kisah fiksi, gue nggak suka dan nggak minat untuk tahu. Persetan, bukan urusan gue.

Namun, kayaknya Gama agak kesal soal ini. Entah reaksi apa yang biasanya Adela B tunjukin saat Gama dan Kak Ruby di depan matanya, tapi kalau gue cuma abaiin mereka dan kayaknya Gama sadar itu. Gue nangkap gelagat aneh soalnya sesaat setelah Kak Ruby pamit pulang.

"Lo nggak sakit hati lihat gue sama Ruby?"

Sorry, Gama-kun, lo bukan siapa-siapa gue dan buat apa gue sakit hati sama dua sejoli yang nabung dosa?

Omong-omong, gue sama Gama nggak sengaja papasan di taman. Gama mau masuk setelah asik pacaran dan gue mau ngadem gantiin Gama jadi penunggu taman.

"Alhamdulillah enggak, Kak. Kak Ruby cuma pacar Kakak, sedangkan aku istri Kakak, menang siapa coba?"

INI GELI BANGET!! Skill nipu gue kayaknya emang bagus, deh. Berkat kegiatan hari-hari gue yang diisi oleh segala macam fiksi, gue jadi punya banyak keahlian dan stok dialog berbagai macam karakter. Drakor, Dracin, Anime, Donghua, novel online atau fisik, komik online atau fisik, dan segala macam fiksi yang kepanjangan kalau gue sebutin semuanya gue jelajahi. Gue bahkan suka nonton film Bollywood, lohh.

"Tapi gue cinta Ruby sedangkan lo cuma orang yang gue benci," ucap Gama berusaha nusuk gue. Hehehe, tetot, gue mana peduli soal begituan, Gam.

"Tapi ikatan kalian haram, Kak. Permisi."

Awokawokawok. Si Adela B bisa nggak, ya, ngomong gitu ke Gama? Gue emang cosplay jadi Adela B, tapi bukan berarti kerjaan gue nangis-nangis dan bertingkah serapuh kaca.

Gue kira waktu gue pamit permisi Gama bakal lanjutin perjalanannya masuk ke rumah, tapi mengejutkannya nggak gitu, dia malah ikutin gue duduk di kursi taman menghadap kandang merak.

"Lo... nggak apa-apa?"

Permisi, Gama-kun, Anda sedang tidak waras atau bagaimana? Sejak kapan Anda peduli dengan kondisi Adela B?

"Memangnya aku kenapa, Kak?" tanya gue beneran nggak tahu alasan dia nanyain kabar. Sok akrab banget sih orang bwengshake ini.

"Ba-bayi kita." Kayaknya Gama kesusahan pas ngomong itu, gue bisa nangkap kegugupan dia dari suara dan gerak tubuhnya. Dia ini... anggap si janin yang udah almarhum?

Gue tersenyum tipis. "Dia udah pergi. Lagipula dunia terlalu kejam untuk dia," balas gue sok-sokan. Namun, gue benar. Dunia emang kejam, kan? Gue aja males kalau harus bergelut dengan dunia.

Sebenarnya gue sedikit sedih kalau ingat ada janin yang meninggal, tapi sesedih apapun gue, gue itu bukan siapa-siapanya. Nah, Gama, kan, bapaknya, apa dia sedih, ya? Namun, kok meragukan. Hey, Gama itu cowok bwengshake.

"Apa dia... benci gue?" tanya Gama terlihat serius.

Gue mana tahu. Kalau gue bayinya gue akan benci lo, Gam, tapi sayangnya ikatan anak dan orang tua itu terlalu rumit. Kadang satu anak akan tak bisa membenci sejahat apapun orang tua mereka, tapi ada anak lainnya yang membenci orang tua mereka hanya karena dua tiga teguran keras. Hal semacam itu gue nggak berhak mengomentari. Apalagi gue bukan si asli.

Karena itu gue memilih menggeleng. "Aku nggak tahu, Kak," jawab gue.

Omong-omong gue kepikiran satu hal, Adela B dan Gama nikah, kan, karena hamil, ya? Namun, sekarang bayinya udah kembali ke pangkuan Tuhan, terus apa mungkin gue akan diceraikan? Mau nanya pun rasanya aneh. Hm, di saat begini gue jadi mau ndusel-ndusel sama Bu Rinjani.

"Kak," panggil gue. "Boleh aku ketemu bunda?"

Gama noleh ke arah gue, menaikan satu alisnya, lalu malah balik tanya, "Kenapa tanya gue?"

Kata Mbak Nurul seorang istri itu harus mendapat izin dari suami saat mau melakukan apapun. Bukan berarti gue berniat jadi istri Gama, cuma, kan gue lagi cosplay jadi Adela B yang berhati ibu peri dan punya sifat istri idaman. Adela B pasti selalu izin kalau mau kemana-mana. Kalau kabur, sih, gue tentu aja nggak akan izin. Iya, gue ada niatan untuk kabur nanti. Ada hal gawat darurat soalnya.

"Kakak suami aku." Errrr, gue harus minum air garam biar mulut ini lupa pernah ngomong kayak gitu.

"Pergi aja. Lo mau ke kandang singa pun gue nggak peduli," balas Gama sambil berdiri. Pergi dari kursi taman entah menuju ke mana. Apa dia kesal, ya, gue klaim dia sebagai suami? Sama, Gam, gue juga kesal ngaku-ngaku sebagai istri lo.

•••

29.03.2023

( ꈍᴗꈍ)

Anti Romantic [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang