(Adela said : Wajahku udah nggak jadi rahasia semesta lagi)
•••
Gue nggak tahu. Entah sejak kapan, tapi ternyata selama ini air mata gue meleleh. Gue sadar itu saat Mama Tia usap lembut pipi gue.
Beberapa saat telah berlalu sejak Kak Gea memunculkan dirinya. Sekarang gue ada di kamar dengan Mama Tia di samping gue. Kak Ruby diantar pulang oleh sopir Gundopo sebelum masalah ini tuntas sepenuhnya. Kata Pak Arya, situasinya terlalu runyam, lebih baik kami semua mendinginkan dulu kepala sebelum kembali membahas masalah ini.
Gama sendiri entah ada di mana, tapi yang gue tahu dia lagi sama Kak Gea. Tentunya bahas masalah ini. Mungkin Kak Gea akan bujuk Gama dengan skill luar biasanya. Entahlah, gue hanya berharap hidup gue lebih mulus setelah ini.
"Kamu mau minum sesuatu, Sayang?" Sambil terus usap-usap punggung gue, Mama Tia bertanya. Dia terlalu lembut untuk gue yang egois.
Gue menggeleng. Sama sekali nggak mood minum atau apapun diwaktu kayak gini.
"Kamu benci sama Gundopo?" tanya Mama Tia yang lagi-lagi gue jawab itu dengan gelengan kepala. Bukan, ini bukan karena gue cosplay Adela B, tapi jujur. Gue nggak tega kalau harus bilang iya di depan Mama Tia.
"Mama Tia sangat baik sama aku," ucap gue.
Sejak awal gue bangun di tubuh ini, orang pertama yang gue lihat adalah Mama Tia. Waktu itu dia peluk gue, sangat hangat seolah gue adalah anaknya sendiri. Gue juga merasa nyaman tiap kali Mama Tia ada di dekat gue, dia sangat penyayang meski gue adalah orang yang bikin anaknya hancur.
"Udah sewajarnya, kan? Kamu adalah menantu Mama, putri Mama," balas Mama Tia. "Sejak awal Mama nggak setuju kalau Gama sama Ruby. Bukannya apa-apa, tapi Mama nggak srek aja sama gadis itu. Beda dengan kamu, meski kamu datang ke keluarga ini bersama konflik, Mama langsung suka sama kamu. Mama ngerasa kamu perempuan paling baik yang ditakdirkan buat Gama. Kamu juga sangat lembut, kamu perempuan yang sabar, dan kamu selalu tabah dengan segala macam masalah yang kamu hadapi," jelasnya.
Lagi-lagi gue ngerasa bersalah. Gimana kalau Mama Tia tahu gue itu bukan Adela yang dia kenal? Gue nggak sebaik Adela B, gue nggak pantas dapat semua kasih sayang itu.
"Sayang, kalau Gama memilih mempertahan kamu, kamu terima, ya? Demi Mama," ucap Mama Tia.
Yah, gue... nggak tahu.
Maksud gue, gue udah terlanjur meledak di depan Gama, sisi Adela A udah gue lepasin di depan lelaki itu. Gue nggak yakin bisa mempertahankan cosplay gue kalau Gama memilih bertahan. Lagipula pilihan bertahan kayaknya nggak akan ada. Maksud gue, apa yang Gama dapat dengan terus buat gue jadi istrinya. Dia hanya akan kehilangan. Dia bakal kehilangan Kak Ruby kalau gitu.
"Gama sama sekali nggak mencintai aku, Mah, dia nggak mungkin pertahanin pernikahan ini," balas gue yang buat Mama Tia meneteskan air mata. Ahh, gue lemah dengan air mata Bu Rinjani dan kayaknya gue juga lemah dengan air mata Mama Tia. Ayolah, perasaan meletup apa ini? Gue jadi ingin kembali nangis gara-gara Mama Tia.
"Maaf, Sayang. Mama udah terlalu egois, Mama hanya memikirkan diri Mama sendiri. Iya, nggak apa-apa, Mama akan berusaha ridho kalau kamu memang harus pergi dari keluarga ini. Mama ingin kamu bahagia, Adela."
•••
Meski gue udah 22 tahun, tapi kayaknya gue masih belum dewasa. Maksud gue, saat Mama Tia pergi dari kamar dan tinggalin gue sendiri, gue bisa mengulas apa yang terjadi sejak semalam. Jujur, kayaknya gue kesepian. Gue pengen pulang. Entahlah, saat ada masalah, bunda dan ayah yang selalu terlintas di pikiran gue.
Apa gue ke rumah Bu Rinjani B aja? Namun, setengah hati gue tetap pengen Bu Rinjani A. Bagaimanapun gue tumbuh dengan bunda gue yang sesungguhnya. Tolong, gue jadi melakonis ini.
Oke, Adela, lupakan masalah yang terjadi. Tunggu aja keputusan Gama dan sekarang ayo nikmatin waktu lo. Hm, makan? Gue udah sarapan bubur tadi di pasar, tapi gara-gara meledak perut gue sedikit keroyokan. Eh, keroyokan bukan, sih, namanya? Apa keruyukan? Ah, bodo, lah, yang penting gue agak lapar.
Keluar? Malu, guys. Tapi kalau nggak keluar kamar gue mana bisa dapat makanan. Maka dari itu, turun dari kasur, gue membuka pintu kamar, dan keluar. Menuruni anak tangga dan jalan ke dapur rumah ini. Semoga sepi, semoga sepi, semoga nggak ada saha-saha🙆.
Woahh, ada sambal ijo. Bukan makanan kesukaan gue, tapi gue pengen aja kasih reaksi kayak gitu. Oh, wowwww bakwannn! Ada apa dengan makanan pagi ini? Bakwan dan sambal ijo buat sarapan keluarga Gundopo agaknya nggak menyakinkan. Sisa semalam? Kalau nggak salah Kak Gea ada beli bakwan buat Bi Endah. Ambil sebiji, gue makan bakwan itu dan ternyata oh ternyata, ini emang bakwan semalam. Beda tahu teksturnya. Namun, lumayan buat isi perut. Dicocol sambal ijo cukup membuat gue bisa dengan mudah telan beberapa bakwan semalam ini.
"Ada yang bentar lagi jadi janda, nih."
Tahu, kan, kalau yang begitu di rumah ini siapa? Iya, Mbak Siska datang dengan pakaian ala-ala istri Presdir drakor. Masang wajah bermasalah dan gue cuma balas tatap dengan datar. Gue heran, deh, Mbak Siska ini nggak kemana-mana, kenapa bajunya begitu mulu?😭🙏 Ngakak banget tahu.
"Mau bakwan semalam, Mbak?" tawar gue nunjukin makanan itu ke Mbak Siska.
"Saya? Makan makanan sisa? Iyuh, kayak orang miskin aja." Seperti yang diharapkan dari duta norak Gundopo👏
"Orang kaya juga suka kali sama bakwan." Gue bener tahu, Bu Rinjani sama Pak Agandi suka bakwan, loh. Apalagi bakwan jagung, itu favoritnya Pak Agandi. Lagipula gue pernah lihat Tante Anul Naratista yang kaya bikin bakwan. Gue lihat di tv waktu itu, gue nggak kenal sama artis soalnya. Hehehe ( ╹▽╹ ).
"Omong-omong, Mbak, aku penasaran, deh. Kenapa Mbak Siska kayaknya benci sama aku? Salah aku apa, ya?" Gue akan minggat dari tempat ini dan kehidupan Gundopo setelah cerai. Jadi, sebelum itu gue pengen tahu alasan Mbak Siska selama ini sensi mulu sama gue. Kalau Kak Gea, kan, gara-gara Azriel, nah, ini orang satu sebabnya apa.
"Hmhpp, kamu pikir aja sendiri," jawab Mbak Siska memalingkan muka.
"Adela nggak punya otak, nih, Mbak. Mau berbagi otak sedikit?" Entahlah, gue kayaknya mulai ngawur ༎ຶ‿༎ຶ.
Bisa gue lihat Mbak Siska natap gue aneh, mana sampai ngerutin alis dan ujung bibirnya dinaikin. Itu loh, ekspresi julid ala ibu-ibu kang gossip di sinetron. "Kamu lagi bercanda?" tanyanya. "Nggak ada lucu-lucunya."
Ya, maap, saiya ini cuma WeTubers sukses, bukannya pelawak. Lagian gue nggak ada niat bercanda, kok, cuma spontan aja itu. Otak gue emang kadang begitu (╥﹏╥).
"Lebih lucu pakaian Mbak Siska, kan, ya?" Tepat setelah gue mengatakan itu, gue lari kabur dengan sebiji bakwan di tangan. Takut, guys, kalau Mbak Siska marah.
Hm, hm, hm, liriknya bener nggak, ya? Gue rasanya udah lama nggak bermusik. Tunggu, mundur beberapa langkah saat gue ada di tangga, gue menyipitkan mata karena lihat sesuatu yang nggak biasa.
Gini, ya, siapapun yang naik tangga ke lantai atas bisa lihat area kolam renang di luar. Nah, meski agak nggak kelihatan karena ketutup pohon hias, mata gue ini menangkap seseorang di sisi kolam. Lagi duduk di lounger a.k.a kursi santai khas kolam dengan kedua tangan yang saling menggenggam. Orang itu adalah Gama, menariknya dia lagi nangis sekarang. Errr, dia... nangisnya kayak gitu, ya? Iya, dia beneran nangis, kayak cowok yang lagi meratapi nasib luar biasa buruk. Sebelum ini dia bicara sama Kak Gea, kan? Kenapa, ya, dia nangis sampe segitunya?
•••
15.04.2023
Tekan bintang kalau niat💃
KAMU SEDANG MEMBACA
Anti Romantic [END]
Teen Fiction"Astaga, adegan sinetron macam apa ini?!" Adela itu pengurung diri level tertinggi yang tidak berniat membuat kisah romansa di hidupnya. Sejak dulu julukannya adalah si 'anti romantic'. Dia cantik tapi malas mandi. Lalu, entah sebab apa si anti rom...