52. Belanja (─.─)

452 79 5
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

Acara melow-melowan udah selesai. Tadi setelah Gama berhasil lebih baik, dia akhirnya bisa mengeluarkan isi hatinya di depan kuburan Lahana. Minta maaf lebih dari 10 kali karena nggak pernah nunjukin perhatian saat Lahana di perut Adela B dan karena sebelumnya dia bersikap dingin plus jahat sama ibunya Lahana. Dia mengakui segala macam hal yang dia anggap salah, nangis sampe meler dan gue yang terbawa perasaan juga ikut menitikan air mata meski sedikit. Mendoakan Lahana dan minta maaf juga karena datang dengan tubuh ibunya padahal jiwanya bukan.

Sekarang ini mobil Gama berakhir berhenti di mall tertentu yang kebetulan kami lewati. Entahlah ini orang satu mau belanja apaan sampai harus ke mall segala.

"Kalau lo mau beli sesuatu, gue tunggu di sini, ya?" Gue nggak pernah ke mall. Pernah, sih, tapi waktu masih bocil. Sampai 3 SD kalau nggak salah. Gue lebih suka belanja online atau dibeliin Bu Rinjani. Bagaimanapun gue ini seorang pengurung diri level atas.

"Kenapa nggak ikut aja?" tanya Gama yang udah lepas sabuk pengaman.

Mengeluarkan hp dari dalam tas, gue menyahut, "Lebih enak di sini."

"Padahal gue mau beliin lo baju. Udah lama nggak belanja, kan?"

Baju gue── lebih tepatnya baju Adela B udah banyak. Yah, meski yang sesuai selera gue cuma beberapa, tapi aman, kok. Maksud gue, gue punya tujuh setel baju aja udah cukup. "Baju gue masih banyak. Lo aja sana," ucap gue yang tanpa diduga malah buat mata Gama berubah jadi mata anak kucing memelas. Heeee, apa apa? Ini ceritanya dia merajuk pengen ditemenin apa gimana, sih?

"Kak, sejak kapan kepribadian lo begini?" Gue bertanya, dong. Gama nggak pernah pasang mata anak kucing soalnya.

"Sejak dulu emang gini, kok." Bullshit. Elo itu dulunya antagonis sok dingin meresahkan. "Ikut, ya?"

Menghela napas, gue ngibasin tangan maju mundur. "Duluan, deh. Gue nyusul," ucap gue.

"Del..."

Fiks. Ini pasti cuma bayangan gue. Maksudnya, ayolah, barusan ada lingkaran cahaya di bola matanya Gama. Itu loh, yang suka muncul kalau anak kucing memelas ke majikannya di kartun-kartun.

"Lo turun dulu. Gue nyusul. Beneran."

"Bohong ada konsekuensinya, loh," ucap Gama.

"Gue tahu bohong dosa. Sana-sana." Dorong lengannya Gama, dia akhirnya mau keluar dan wow, bertekad sekali Anda ini Gama-ssi sampai nunggunya di depan mobil.

Buka room chat gue bareng Kak Gea, gue kirim dia pesan suara yang sama dengan yang gue kirim kemarin. Kak Gea itu harus ditekan biar nggak lupa kalau gue nggak sebaik itu. Peran gue sekarang adalah antagonis, gue akan neror Kak Gea kayak Azriel yang neror gue. Hih, baru aja terlintas di pikiran, pesan dari nomor tak dikenal kesekian masuk ke hp gue.

Del, ayo ketemu dan bahas si sialan itu. Gue bakal lindungin lo. -Azriel.

Dasar orang gila! Blokir nomor dia, gue pun keluar dari mobil dan disambut senyum sumringah Gama.

"Ayo," ajaknya yang buat kami berakhir jalan masuk ke mall.

Omong-omong gue sekarang pake gamis dan jilbab pashmina. Gama juga pake koko dan celana panjang. Affakah sekarang kami kelihatan eleganto dan kewren? Gini, loh, tiap gue lihat Mbak Nurul dan Mas Azhar jalan barengan kayak elegan dan adem banget, apa sekarang gue dan Gama kayak gitu juga, ya? Hih, pasti nggak, deh. Masalahnya pembawaan gue nggak mungkin seelegan Mbak Nurul A.

•••

"Kak, lo mau ngabisin penghasilan lo cuma buat baju gue? Kita nggak tahu kapan lukisan lo dilirik orang lagi, mending hemat, deh."

Gue menghentikan langkah Gama yang mau masuk ke salah satu outlet pakaian brand terkenal yang siapapun pasti tahu. Masalahnya dia bilang pengen beli baju buat gue setelah muter-muter beli beberapa pakaian dan sepatu buat dirinya sendiri. Nah, sekarang dia mau masuk ke outlet sepi itu, gue tahan dong. Hemat, heh, hemat. Gue pake baju tanpa merek aja nggak sedih. Asal nggak panas dan nggak bikin bau ketek, gue udah puas.

Namun, dasarnya si Gama ini mungkin terbiasa menghamburkan uang, dia malah senyum menanggapi komentar gue. Genggam tangan gue dan tuntun gue masuk sambil berkata, "Beli 2 3 barang dari sini uang kita masih cukup. Kasih gue kesempatan untuk bahagiain lo, Del."

Nyehh, padahal gue lebih bahagia kalau sekarang makan kue sus sambil nonton drama kolosal China di sofa kamar.

Singkat cerita gue berakhir beli dua biji atasan dan sebiji outer simple aesthetic yang semuanya bukan warna ngejreng. Hm, gue agak nggak tertarik dengan warna yang mencolok. Lebih suka warna soft atau dark karena lebih tenang dipandang mata.

"Yakin ini aja? Apa mau lihat outlet lain?" tanya Gama yang tangannya penuh dengan paper bag. Nggak banyak-banyak amat, sih, sebenarnya, cuma beberapa karena Gama kebanyakan belanja di toko yang sama.

"Udah, Kak. Boros bikin lo gendut." Nggak tahu juga, gue cuma asal.

"Kalau gitu, mau makan siang dulu? Atau lo pengen sesuatu? Jajan? Nonton? Time zone... mungkin?" Gama ini nomu nomu bersemangat. Gue sama dia udah jalan muter-muter mall, lohh, ajak gue pulang, kek. Energi gue udah kekuras banyak ini.

"Kalau boleh, gue mau pulang. Capek. Makan siang di rumah aja, Kak" ucap gue jujur.

"Hm, pulang, ya? Oke. Maaf nggak pengertian." Heeee, apa-apaan nada menyesal itu? Menghentikan langkah, gue menghadap sempurna ke arah Gama yang tadi jalan di sisi gue.

"Makasih udah beliin gue baju, makasih udah nawarin gue segala macam, makasih atas niat baik lo yang ingin buat gue bahagia. Gue udah senang, kok, tapi sekarang gue capek dan mau pulang. Boleh, ya?"

Gama sumringah. Senyum secerah masa depan Galaksi dan berkata, "Apa aja boleh."

"A- adela."

(ー_ー゛) Gue mau pulang, tapi kayaknya itu nggak akan langsung terjadi karena begitu gue melangkah, gue malah nyaris tabrakan sama seorang mudi bermasker hitam dengan kuncir kuda lengkap dengan poni tipisnya. Heee, dia punya poni, ya, sekarang?

•••

03.05.2023

Ayo follow Instagram dan Tiktokku yang macem kuburan.

Ig : esqueen_12
TT : mooosuarasapi

Anti Romantic [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang