17. Pengakuan Gama

1.2K 143 4
                                    

Huft, hari ini gue mandi. Bukannya apa-apa, tapi gue hari ini banyak berkeringat. Rasanya pasti nggak enak kalau gue nggak mandi. Ugh, maafkan aku prinsipku, minggu ini aku boros dalam menggunakan air🙏.

Gue naik ke atas kasur, bersandar di kepala ranjang sambil peluk bantal. Hm, tiba-tiba gue kepikiran soal makan malam nanti. Omong-omong sekarang udah lewat magrib, harusnya makan malam akan segera tiba, tapi entah kenapa gue merasakan firasat buruk. Kayak musibah kalau gue nggak diajak makan mal── nggak, itu cuma bercanda. Gue cuma ngerasa aneh aja karena saat pulang beberapa saat lalu, Bi Endah belum kelihatan bergulat di dapur. Apa makan malamnya pesan online, ya?

Ceklek

Pintu kamar dibuka, udah tahu, kan, kalau buka pintu tanpa tok tok tok dulu pasti si Gama bwengshake? 

Begitu Gama masuk ke kamar, dia natap gue, gue pun natap dia sampe akhirnya ini jadi ajang tatap-tatapan singkat. Apa, nih? Gama nggak mungkin terpesona karena gue mandi, kan, ya?

"Lo hari ini keluar?" tanya Gama tiba-tiba. Hehey, si Gama ini penyihir? Kok tahu gue keluar? Padahal gue pergi setelah Gama berangkat kuliah.

"Emangnya kenapa, Kak?" tanya gue balik.

"Bi Endah yang bilang." Emang, ya, penyihir itu cuma ada di dunia fiksi. Gue juga tadi cuma bercanda, sih.

"Aku ketemuan sama teman," balas gue jujur. Gue betulan ketemu teman, loh, Mbak Nurul.

Gama jalan ke arah ranjang, tanpa angin tanpa hujan duduk di depan gue. "Teman? Di mana?"

Apa, nih? Dia orangnya emang nggak jelas kayak Mr. Bean, ya? Mana nanyanya pake deketin muka lagi, untung gue nggak punya riwayat alergi sama wajah jelek.

"Kok kepo?" Lagi-lagi gue balas pertanyaan Gama pakai pertanyaan lagi.

"Lo tinggal jawab apa susahnya, sih?!" Whahh, ini laki malah ngegas. Emosian banget jadi orang.

"D-di m-mall, Kak." Gue nggak gagap betulan, itu cuma acting aja biar meyakinkan kalau gue ini masih Adela B.

Gama naikin alis sok cool. "Mall? Terus?" Dia ini kerasukan apa, sih?!

"Y-ya, mall a-aja, Kak." Geli sekali diri ini sok lemah lembut vholosh di depan Gama.

Senyuman miring Gama buat gue pengen gampar bibir dia. Hih, keren Anda begitu?

Gue perhatiin Gama rogoh saku jaket denim trendynya, keluarin sesuatu yang spontan buat gue pegang sekitar leher. Hilang, kalung Adela B yang berbandul cincin nikah nggak ada di leher gue. Buruknya, itu ada di tangan Gama. Kapan? Kapan ilangnya? Saat gue cek pagi tadi masih ada, kok.

"Yang di cafe itu... lo, kan? Cewek nekat yang pakai pakaian serba hitam."

Mampus. Adela B, Adela B, bisa nggak, sih, plot sinetron ini berhenti sampai jiwa lo aja? Menjalani takdir bak sinetron rasanya benar-benar nggak masuk akal.

"Iya, itu aku, kenapa emangnya?" Kalau gue nggak jawab jujur pasti situasinya bakal buruk. Gimana pun Gama pegang bukti keberadaan gue, meski gue punya skill nipu, gue nggak bisa ngelak kalau keadaannya semacam ini.

Gama turunin tangan kirinya yang pegang kalung. Entah perasaan gue atau apa, tapi tatapan Gama rasanya melembut. Anehnya, tangan kanan dia sekarang naik, mendarat di pipi kiri gue dan itu buat gue ngerasa tersengat listrik. Entah kenapa punggung gue jadi dingin tiba-tiba.

"Yang ini, kan, yang ditampar tadi? Masih sakit?"

Heee? Gama, peran lo itu antagonis bagi gue tahu! Jangan melenceng dari peran begini.

Itu spontan! Gue baru sadar sesaat setelahnya. Buruk, gue baru aja nepis tangan Gama dari pipi gue saat dia mulai elus-elus pipi gue. Kaget, guys, gue nggak pernah digituin selain sama Pak Agandi. Argh, gagal jadi Adela B part sekian😔.

"Lo?"

Gama kayaknya kaget, dia jauhin wajahnya dari gue dan masang ekspresi terkejut yang cukup jelas.

Gue natap dia jelas, masuk ke mode Adela A tanpa meninggalkan kesan Adela B. "Kakak ini sebenarnya kenapa? Bukannya Kak Gama benci aku, ya? Kalau benci, cukup benci aja, jangan buat aku bingung dengan perubahan sikap Kakak yang nggak jelas. Kadang Kak Gama anggap aku hama, Kak Gama marah-marahin aku, tapi kadang Kak Gama kayak gini, bersikap seolah peduli sama aku," papar gue.

Yah, selain improvisasi biar tepisan tangan tadi nggak terkesan aneh, gue juga cukup penasaran dengan itu. Ayolah, si Gama ini beneran nggak jelas. Malamnya dia marahin gue, tapi paginya dia suapin gue. Terus waktu itu dia tiba-tiba tanya bayinya benci dia apa enggak padahal biasanya dia nggak anggap bayi itu ada.

Setelah jeda sesaat, Gama yang nunduk akhirnya balas, "Gue... juga nggak tahu, Del."

Eeh? Gue bisa nangkap emosi dalam dari suara Gama, terlebih dia juga melirih di akhir kalimatnya. Dia... serius?

Gama ngangkat kepalanya, natap gue dan sialnya gue terpaku dengan itu. Sulit mengalihkan karena tatapan Gama yang intens.

"Gue nggak tahu harus gimana sama lo. Terkadang gue benci cuma karena kehadiran lo, gue nggak suka karena lo selalu bentrok sama Gea. Gue anggap lo beban karena lo yang tiba-tiba hadir di hidup gue dan tiba-tiba hubungan kita terikat kayak gini. Tapi terkadang gue kagum sama lo, lo bisa berpura-pura baik-baik aja padahal lo terluka. Di suatu titik gue juga sering kasihan sama lo, Del, lo selalu natap gue dengan mata tanpa harapan itu."

Kalimat Gama itu... gue tahu dia serius.

"Kak, Kak Ruby tahu Kakak ngomong gitu dan sedekat ini dengan perempuan, aku 100% yakin dia cosplay jadi macam."

Argh!! Gue benci situasi berat nan serius kayak gitu! Membuat suasana lebih santai akan membuat gue lebih jernih dalam berpikir dan rasa panas ini juga pasti hilang kalau situasinya santai. Lagian, ya, gue nggak ngira Gama bakal jawab kayak gitu. Gue kira dia bakal marah, tendang pintu sambil pergi keluar karena gue tadi sedikit naikin nada bicara. Tapi, oho, orang ini punya perasaan macam gini juga ternyata.

"Ruby nggak ada di sini. Gue pengen jujur sama lo."

Stop, Gam, gue nggak suka suasana berat ini!

"Gue... minta maaf. Selama ini gue nggak pernah sekali pun minta maaf sama lo. Kejadian itu sepenuhnya salah gue, lo sepenuhnya korban, Del, gue sadar itu. Gue yang brengsek karena kehilangan kendali. Gue nggak mau jadi pengecut dengan nyalahin alkohol ataupun yang lainnya, gue... minta maaf, Adela." 

"Lo hamil dengan cara yang buruk, tapi lo baik, Del, lo sayang, kan, sama bayi kita? Gue semakin sadar setelah pertengkaran lo sama Gea semalam, lo sangat terluka, kan, karena bayi kita meninggal? Maaf saat itu gue malah ninggalin lo. Gue ayahnya, tapi gue kayaknya emang terlalu bajingan, saat anak gue meninggal, gue malah sibuk sama cewek lain. Adela, maaf, maaf banget udah nggak ada di sisi lo saat itu, maaf, karena membiarkan lo hadapin rasa sakit itu sendirian."

Ada yang aneh dengan tubuh gue, semakin aneh saat Gama usap pipi gue seolah menyingkirkan sesuatu. Gue sendiri nyentuh pipi gue, menyadari kalau itu basah. Nangis? Sejak kapan? Nggak, perasaan gue terlalu aneh sekarang, ini bukan gue. Adela B, kah? Apa ini pengaruh dia?

•••

05.04.2023

Anti Romantic [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang