09. Dunia Luar? Noooooo

1.5K 185 19
                                    

Kak Gama

Alhamdulillah, gue masih hidup. Hm, tunggu, nyawa gue belum kumpul semua. Mimpi, ya? Bisa-bisanya gue mimpi masa SMA bareng Gama. Eh, itu mimpi apa ingatan Adela B? Di diary, kan, ditulis kalau Adela B jatuh cinta sama Gama pas SMA. Apa tadi awal kisah cintanya? Hihh, persetan, ngapain juga gue mikirin itu. Namun, penasarannnnn. Masalahnya Gama di mimpi itu jadi ketua OSIS, masa iya orang modelan Gama jadi ketos, sih? Siapa yang milih?

Hm, tapi perasaan gue jadi aneh, mana wajah Gama masih gue lihat lagi. Iya, sih, model rambutnya beda, tapi tetap aja gue tahu itu wajah Gama. Mana di depan mata.

Fuhhh

Astaga! Apa tadi?! Gue spontan bangun saat angin menerpa wajah gue. Iya, angin, angin dari mulutnya Gama. Astaghfirullah, itu teh Gama nyata yang ada di depan wajah gue? Ngapain? Ngapain Gama tidur di kasur juga?! Biasanya juga di sofa.

"Lo ngapain?!" sentak gue betulan kaget.

"Lo?" Gama naikin satu alisnya, ikut bangkit dari tiduran hingga kami jadinya duduk hadap-hadapan. "Sejak kapan lo bisa lo-gue?"

Yahh, lupak! Aish, gara-gara kaget gue jadi lupa lagi cosplay Adela B ༎ຶ‿༎ຶ

"Maksudnya, Kakak ngapain?" Ralat gue.

"Harusnya gue yang nanya lo ngapain?" Hah? Gue tidur, Gam, ngebo. Tahu ngebo?

"Tidur, Kak," jawab gue dengan kejujuran ibu peri.

"Lo mimpi aneh-aneh tentang gue?" Bukan aneh, tapi, affakah Gama bwengshake ini seorang dukun?

Gue menggeleng, dong, enak aja Gama tuduh-tuduh gue mimpi aneh tentang dia.

"Sebelum lo bangun, lo panggil gue tuh. Kak Gama, Kak Gama, sambil senyum-senyum nggak jelas," jelas si Gama yang buat gue langsung nutup mulut. Heee? Apa iya gue begitu? Jatuh sudah harga diri gue ಥ_ಥ

"Gue mimpiin masa SMA kita!" bantah gue masih dengan tangan yang nutupin mulut.

"Gue?" Astaga, ini mulut kenapa nggak inget-inget, sih, kalau sekarang lagi cosplay jadi ibu peri ramah tamah bintang lima?

"Maaf, Kak, kelepasan," balas gue akhirnya lepasin tangan dari mulut. Oke, Adela, lain kali inget, ya, kalau kamu lagi main-main dengan karakter orang. Omong-omong, Adela B marah nggak, ya, gue tinggal di tubuhnya dan ngambil sifat dia? Semoga aja enggak, deh. "Kak, aku izin ke kamar mandi, ya?" ucap gue setelah merasa nggak ada lagi yang mau Gama omongin.

"Nggak usah izin," balas Gama kembali rebahan. Permisi Gama-kun, seharusnya kasur itu wilayah saya, sana pergi ke sofa, Anda tidak diterima di wilayah pribadi gue ini.

Gue pun turun dari kasur, menuju ke kamar mandi sambil gulung lengan piyama melebihi siku. Jangan tanya mau ngapain, jelas aja gue mau menghadap sang Pencipta. Berhubung masa nifas ini tubuh udah selesai, jadi gue harus menghadap Tuhan gue, dong. Jangan salah, heh, begini-begini gue itu masih ingat sholat. Meski dari 100 sholat yang super khusyuknya cuma 5-10, tapi gue tetap melakukan itu. Gimanapun gue ingin memberikan hak Tuhan, menghadap-Nya dengan segala kekurangan dan sisi buruk gue. Ini ceramah Mbak Nurul, katanya meskipun gue jarang mandi, meskipun gue nggak berhijab, meskipun gue nggak ikut kajian, tapi gue tetap harus sholat. Mbak Nurul emang best, deh, gue kangen berat sama Mbak Nurul. Apa temuin dia di dunia ini, ya? Namun, gue udah bilang Gama mau mengurung diri di kamar.

•••

Tadinya gue betulan bertekad buat ngurung diri, tapi di pagi hari yang cerah ini, Mama Tia panggil gue buat sarapan. Gue udah bilang mau sarapan di kamar aja, tapi Mama Tia tetap maksa ditambah bilang kalau ada hal yang mau dibahas. Jadilah gue ada di sini, di ruang keluarga dengan Mama Tia di samping gue, Pak Arya di  sofa tunggal, Kak Agam yang lagi main sama Galaksi tak jauh dari kami, lalu ada Gama yang juga duduk di salah satu sofa. Apa, nih? Semacam konferensi meja persegi, kah?

Anti Romantic [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang