[69] Spy

27 8 0
                                    

Setelah berhadapan dengan Sky, kini Raya ketakutan ia berlari masuk ke dalam ke kamar dengan wajahnya dipenuhi air mata.

Ia sangat trauma di mana saat itu Raya pernah dilamar lelaki baik, lelaki tersebut adalah sahabat karibnya. Raya rasanya ingin sekali untuk menerima sahabat karibnya, tetapi ibunya malah tidak merestui dengan terpaksa Raya menolaknya.

Sudah berkali-kali sahabat karibnya berjuang untuk mendapatkan Raya. Namun, ia tidak bisa menerimanya. Sahabat karibnya sudah sangat frustrasi, lalu ia mengakhiri nyawanya dengan secara mengenaskan.

Setelah kepergian sahabat karibnya, kini Raya hanya bisa termenung dan mengasingkan dari keluarga sahabatnya. Seolah mereka telah menjahati keluarga sahabatnya padahal mereka tidak berniat seperti itu.

Helena datang menghampiri Raya. "Raya. Kenapa kamu tadi pergi? Apakah kamu baik-baik saja?" tanya Helena perihatin.

Kemudian Raya menoleh, siapa yang telah memanggilnya. Selepas itu, Helena malah melihat wajah Raya di penuhi air mata.

"Raya, kenapa kamu menangis?" ucap Helena, lalu ia menghapus air mata di  wajah Raya.

"A--aku, tidak bisa menerima permintaan Kak Sky, aku takut kalau kejadian ini terulang lagi," balas Raya.

Helena pun sampai kebingungan, apa yang dikatakan oleh Raya. Kemudian, Aini masuk ke dalam kamar lalu ia mendekati Raya. "Raya, maafkan kakakku tadi. Dia memang bertingkah aneh, jadi kamu nggak usah takut sudah aku usir kok. Kalau dia datang lagi nanti aku aduhin sama ayahku," ucap Aini berusaha menenangkan Raya.

"Heh ... ah ... iya Aini tidak apa-apa, maafkan aku karena tidak bisa menghargai kakakmu. Sebenarnya aku takut, aku tidak terbiasa memasuki zona ini, aku masih ingin menekuni grimoire yang kudapat. Karena ini adalah keinginan ibuku," balas Raya.

"Iya, Raya. Tidak apa-apa. Setiap manusia pasti punya trauma, aku mengerti maksud perasaanmu. Iya, apa yang kamu katakan aku sependapat juga. Aku datang ke sini mau menekuni grimoire dan berguna bagi semua orang, ya sudah lupakan semua hal yang tadi. Ayo kita lanjutkan ke pasar membantu jual dagangan Bibi Henry, sekalian cari makan gratis, " ajak Aini.

Helena dan Raya pun menggangguk sambil tersenyum. Selepas itu mereka pergi mengambil tas anyaman  lalu melanjutkan ke pasar.

***
Keesokan pagi, hari ini Megalodon bangun sangat awal. Seperti biasa ia melakukan mandi, mengganti pakaian seperti kemarin dengan memakai minyak wangi yang dia beli pada penjual, menyiapkan tiga mangkuk mie ramen dengan toping telur dadar mata sapi.

Usai menyuguhkan makanan. Megalodon berpura-pura untuk pergi ke bawah dengan alasan lari pagi, lalu Megalodon berlari menuruni tangga karena mau melihat Aini lagi.

Sampai tiga puluh lima turunan anak tangga, Megalodon malah melihat Sky dengan memakai pakaian yang rapi, tapi anehnya dari belakang dia diikuti banyak wanita.

"Cih, pagi-pagi buta gini Sky sudah bertingkah aneh. Sehingga dia sendiri merasa paling populer, dasar kulkas berjalan," ucap Megalodon dengan mencaci Sky dari belakang.

Kemudian, Megalodon ragu untuk berjalan ke depan. Ia berpikir bahwa dirinya tidak mau ketahuan oleh Sky kalau Megalodon itu sangat mencintai Aini.

Setelah itu. Megalodon menoleh ke samping, ia melihat Bahtera dan adiknya--Ratra yang sedang berlatih menggunakan sihir api.

"Wah ... ada Bahtera, sepertinya mereka melakukan hal yang menarik. Baiklah aku akan mendekatinya, siapa tau aku bisa berkenalan dengan Ratra," ucap Megalodon berbicara sendiri.

Madrik dan Thron kini mereka malah memantau Megalodon dari belakang. Madrik sangat penasaran, mengapa kakaknya pagi-pagi sudah keluar saja. Sedangkan Thron dia sangat kesal dan takut, dikarenakan Madrik terlalu maksa mengajaknya.

"Haduh. Madrik. Kakak sendiri mau kamu pantau, kayak kurang kerjaan saja. Biarkan saja dia pergi lagi pun buat apa memantaunya. Dah ... ah, aku mau kembali saja ke kamar, lebih baik aku sarapan daripada meladenin kamu yang kurang kerjaan," kesal Thron.

"Ih, Thron. Aku ingin tau apa yang kakakku lakukan. Kamu tau sendiri kakakku itu misterius, suka menyembunyikan hal yang aku tidak tahu. Selagi dia tidak melihatku, aku bisa memecahkan misteri ini," balas Madrik.

"Haduh. Terserah kamu ah, aku mau kembali ke kamar. Bye Madrik," ucap Thron karena malas mendengarkan balasan Madrik, lalu ia pergi meninggalkan Madrik sambil melambaikan tangan.

Madrik sangat kesal melihat Thron yang meninggalkan-nya langsung, tetapi Madrik tidak peduli dan ia tetap nekat memantau kakaknya dari belakang.

Selepas itu Megalodon berbelok lalu pergi menghampiri Bahtera dan Ratra.

Fire Bowl!

Attack Fire!

Ratra yang berlatih serius mengendalikan penyerangan bola api ke hadapan boneka patung itu.

"Kurang. Cara membidikmu tidak terlalu kena. Coba lagi," suruh  Bahtera yang sedang melatih adiknya.

"Haduh. Kak. Aku lelah kalau berlatih begini terus, apakah ada cara lain?" keluh Ratra.

"Lah ... baru beberapa menit kita berlatih, kamu dah pakai lelah aja. Tidak ada cara lain, karena latihan yang kamu lakukan adalah teknik dasar. Yah sudah kamu fokus saja mengendalikan bola apimu lalu membidik dengan tepat sasaran, kalau kamu mengeluh terus yang ada dirimu tidak bakalan hebat seperti kakak," balas Bahtera yang selalu memberi rasa semangat kepada adiknya--Ratra.

"Hai ... kalian berdua lagi ngapain pagi-pagi di sini. Boleh ikutan nggak?"  sapa Megalodon.

"Heh ... astaga Megalodon. Kirain siapa, oh aku di sini sedang mengajar adikku berlatih mengendalikan bola api. Ngomong-ngomong, tumben kamu bangunnya pagi banget," heran Bahtera.

"Hehehe ... iya maafkan aku karena mengagetkan-mu. Oh begitu, sepertinya asik juga yah. Aku jadi pengen ikutan, tapi aku tidak punya sihir pengendali api. Jadi iri dah. Hum ... aku bangun pagi begini mau bertemu seseorang, tetapi aku masih ragu sepertinya ada  orang lain yang telah menemuinya. Kemudian, aku kaget tiba-tiba ada suara teriakan di lapangan ternyata itu kalian. Dengan  terpaksa aku menghampiri kamu," jelas Megalodon.

"Oh, ok. Tidak apa-apa kok. Lah ... bukannya kamu itu adalah pengendali sihir healing. Eh ... kenapa kamu malah jadi iri seperti ini, justru aku yang iri denganmu. Punya sihir penyembuhan, punya banyak teman, bisa dekat dengan Sky dan Helena."

"Hum, baiklah. Ah, iya juga yah sampai lupa. Lah, mengapa kamu memujiku seperti itu. Oh, ya sudah kamu nggak usah mengeluh, 'kan ada  aku yang menjadi teman baikmu," balas Megalodon.

Saat mereka berbincang kini Ratra hanya bisa diam saja dan sangat kesal melihat kakaknya selalu berbicara dengan Megalodon. Bukan Ratra saja, Madrik yang bersembunyi di balik dedaunan sudah sangat kelelahan.

"Kakak. Sampai kapan aku bisa berlatih, ayo kak ajarin aku!" kesal Ratra karena terlalu lama menunggu.

"Hum ... iya dek, maafkan kakak. Ya sudah lanjutkan latihan serangan bola apinya," suruh Bahtera.

Ratra pun menghela napas yang panjang, kemudian ia melakukannya lagi. Megalodon juga sampai kepikiran sepertinya aku datang di sini menganggu latihan Ratra, lebih baik aku pergi saja.

"Bahtera. Sepertinya aku mau melanjutkan perjalanan lagi, ya sudah aku pergi yah. Semangat latihannya," ucap Megalodon.

Setelah mendengarkan ucapan Megalodon. Kini Bahtera pun kaget, karena Megalodon tiba-tiba pergi begitu saja. Padahal ia masih ingin mengobrol lagi bersama Megalodon tapi kalau itu sudah alasannya. Dengan terpaksa Bahtera melepaskannya. Kemudian, Bahtera memandang Megalodon dengan mengangguk sambil tersenyum.

Bersambung ....
Jangan lupa menyertakan komen dan vote, terimakasih.

Invalible Reborn  (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang