***
Tidak hanya kelas dua belas yang tenggelam ke dalam euforia pesta terakhir yang mereka rayakan sebelum akhirnya menghadapi ujian akhir yang tinggal menghitung hari saja.
Keempat sekawan yang juga merupakan sahabat dari Zahra ikut tenggelam dalam lamunan kenangan bersama sahabat yang telah meninggalkan mereka untuk selama-lamanya.
Suci, Novi, Maura, Ayana.
Mereka saling berpegangan tangan sambil menutup mata mereka. Mereka sedang berdoa. Mendoakan yang terbaik untuk sahabatnya yang berada jauh disana dan tak lekas kembali.
Mereka juga melantunkan maaf sebesar-besarnya karena gagal menjaga hati dan perasaan sahabatnya.
"Malam ini, kita cuma berempat. Padahal kita janji mau couple-an," ucap Novi.
"Kamu lagi apa di sana, Ra?" lirih Suci memandang langit yang sudah menggelap.
"Kita kangen sama omelan kamu," tambah Maura yang diangguki oleh Naya.
"Kita kangen sama sikap sombong kamu."
Alih-alih menikmati suguhan pesta mewah, mereka memilih duduk di sudut tenda dan menjauh dari keramaian. Terserah jika orang mengatai mereka berlebihan. Rasa kehilangan mereka tentu lebih besar dari siapapun di sekolah ini.
Apalagi, mereka yang paling mengenal Zahra dan Zahra adalah bagian dari mereka.
Tentu saja mereka selalu berusaha untuk bersikap biasa. Hanya saja, hal tersebut bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakukan dalam kurun watku seminggu dua minggu. Sebulan atau dua bulan. Bahkan setahun lamanya. Kepergian Zahra bukan untuk mereka lupakan, maka akan selalu sahabatnya kenang.
Mereka hanya melakukannya secara perlahan. Bukan perlahan melupakan tetapi perlahan mengikhlaskan.
Semoga akan ada hari baik bagi mereka nanti.
***
Mobil merah itu berhenti di salah satu pekarangan rumah mewah dengan gerbang depan yang menjulang sangat tinggi sampai tidak bisa dilompati oleh manusia sekali lompatan saja. Tertulis dengan jelas di sana, Mahardika. Darel baru saja mengantarkan kekasihnya pulang ke rumah.
"Aku duluan ya, Rel," pamit Aileen membuka seatbelt-nya. Melihat Aileen kesulitan dengan tanggap Darel segera membantu gadis itu untuk melepaskan sabuk pengamannya.
"Iya, kamu langsung istirahat ya."
"Dimana-mana, Alien kalo malem-malem tuh bukan tidur, Rel. Tapi keliling komplek dunia perlangitan," celetuk Anin yang ternyata satu mobil dengan kakak dan kekasihnya itu. Ia duduk sambil bersedekap menatap malas melihat adegan ala sinetron, kemesraan Darel dan Aileen.
"Nin, jangan mulai," sahut Darel memperingati adiknya yang telah ia seret dari pesta.
Anin heran, mengapa Darel yang keras kepala itu mendadak menjadi bucin di depan gadis yang ia klaim sebagai pacarnya?
Bukannya marah, Aileen malah tertawa mendengar celotehan Anin yang jelas-jelas ditujukan untuk menjatuhkannya. Entah karena Aileen membiasakan diri atau memang gadis itu mulai bebal mendengarkan omongan pedas adik pacarnya.
Anin memang belum menerima dirinya secara penuh untuk menyandang status kakak ipar favorit Anin. Tetapi, ia sama sekali bukanlah orang jahat melainkan lebih kepada jahilnya anak-anak yang membutuhkan perhatian lebih.
Secara perlahan Aileen mulai membiasakan diri dengan sifat blak-blakan Anin yang selalu terang-terangan menolak kehadirannya. Ia memahami, jika sebenarnya anak itu hanya cemburu karena perhatian mulai terbagi sejak Darel menjalin hubungan dengan Aileen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semua Tentang Kita (STK) ✔️
Teen Fiction(DILARANG MELAKUKAN COPY DALAM BENTUK APAPUN TANPA IZIN) SELESAI -78 CHAPTER. Kalian tahu apa yang paling menyakitkan dari sebuah perpisahan? Mengenang. Yah, proses mengenang adalah hal terburuk yang pernah ada. Karena mengenang selalu menyeret k...