27. Encounter

477 149 62
                                    

Selamat Membaca

***

Salah satu kawasan elit di pertengahan kota Jakarta adalah tempat tinggal dari seorang murid senior Treksa, Astaria Cecilia Kalingga. 

Menjadi salah satu putri berdarah biru membuatnya tak bisa bertingkah layaknya anak biasa. Berjuta aturan mencekik hidupnya hampir di setiap langkah ia berjalan.

Tidak boleh begini, tidak boleh begitu. Harus seperti ini, harus seperti itu. Seperti itulah hidupnya. Monoton dan sangat kaku layaknya hidup di jaman kerajaan. Mungkin, kerajaan saja tidak berlebihan seperti hidupnya. 

Ia di didik dan dibesarkan untuk menjadi seorang putri yang akan menikahi seorang putra dari keluarga kaya raya. untuk melanjutkan dinasti yang telah dibangun selama bertahun-tahun. Setidaknya begitulah harapan orang tua Asta. Ia tidak berhak memutus tali takdir yang telah mengikat keluarganya sepanjang mereka hidup.

Asta memang hidup bergelimang harta tapi apa kalian tahu? Tak selamanya harta menjadi tolak ukur bahagia. Ia memang berasal dari keluarga berada, tapi ia sama sekali tidak memiliki definisi bagus mengenai apa itu rumah? Apa itu keluarga? Apa itu kasih sayang yang tulus? 

Ia hanya dikelilingi dengan sekelumit aturan tanpa ada perasaan kasih di dalamnya. 

"Asta, kamu tahu nanti malam harus menggunakan pakaian seperti apa?" tanya sang ibu, Nyonya Evy Kalindra  yang sedang melukis di ruangan pribadinya. Kebetulan Asta tengah menghadap untuk meminta izin ke sekolah karena ada event OSIS.

Ia merasa tidak enak, jika harus absen berkali-kali hanya karena tidak cukup berani mengantongi izin dari ibunya.

"Iya, udah disiapin sama Dea."

Sang ibu yang bertingkah layaknya robot bangsawan. Tidak bicara banyak, tidak suka tersenyum, dan tidak pernah menunjukan tatapan lirih seorang ibu kepada anaknya. Ia melukis, menjahit, melatih kosa kata dan melakukan hal lain yang begitu membosankan bagi Asta meski ia juga harus melakukan kegiatan tersebut.

Ia meletakan kuas dengan hati-hati lalu memandang anaknya yang berdiri tegak di belakang Evy.

"Terus, kamu mau ngapain masih di sini?"

"Minta izin, mau ke sekolah. Asta ada acara, Ma."

Ibunya menatap Asta marah tetapi tidak dibarengi dengan teriakan yang biasa ia dengar. 

"Sudah berapa kali Mama bilang sama kamu, kegiatan sekolah kamu itu tidak berguna. Kamu hanya perlu belajar teori dan kursus di rumah untuk prakteknya."

"Tapi, Ma—"

"Enggak. Enggak bisa. Kamu harus menghadiri acara nanti malam dan gak boleh capek. Lebih baik kamu istirahat, kembali ke kamarmu."

"Asta tetap akan pergi," tegasnya tidak mau kalah.

"Kamu menentang Mama, Asta?"

"Asta minta izin sama Mama secara baik-baik. Asta tidak pernah melanggar apapun yang Mama larang selain kegiatan Asta di sekolah. Asta berhak mendapatkan satu kesempatan untuk mengeksplore diri Asta sendiri."

"DEA!"

Evy berteriak memanggil asisten pengurus Asta sejak ia kecil yang memang sudah berdiri di depan ruangan melukis milik ibu Asta, menunggu nona mudanya yanga kan

"Urus gadis nakal yang satu itu. Jika sampai dia terlambat, daftarkan home schooling saja sekalian."

"Baik, Bu."

Asta berbalik dengan kesal meninggalkan ruangan ibundanya. Wanita itu selalu saja mengancam Asta dengan kalimat yang sama.

"Jangan terlambat ya Non, nanti—"

Semua Tentang Kita (STK) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang