63. Bersatu di Atas Janji

389 87 64
                                    

***

"Saatnya mengakhiri apa yang telah dimulai

Kisah panjang yang tak memiliki ujung akan segera berakhir."

Happy Reading

***

Butuh waktu begitu lama bagi Melda untuk bisa datang ke tempat ini. Ia tengah menunggu Aidan di depan rumahnya. Jika sebelumnya rencana itu gagal karena Delima, kini ia bertekad untuk mengungkapkan semua keluh kesahnya kepada Aidan. Ia tak bisa berdiam diri. Jika Aidan sudah tak mau melihatnya setelah ini, maka biarlah.

Sudah hampir satu jam ia menunggu di depan gerbang rumah Aidan. Ia tidak tahu jika Aidan sudah membaca pesannya atau belum. Ia tak berani menghubungi nomornya. Ia tak seberani itu. Sungguh.

Saat ini, Melda masih mengenakan seragam Treksa. Ia segera datang setelah jam terakhir selesai sebelum nyalinya kembali ciut dan ia tak berani menghadap Aidan. Pikirannya menjadi kacau saat ia tahu bahwa Aidan mengalami kecelakaan karenaya. Ia bahkan tidak berani menampakkan batang hidungnya seperti layaknya seorang pengecut. 

Lamunannya buyar saat ia mendengar gemuruh mesin dari mobil yang Melda perkirakan berasal dari dalam gerbang. Ia melihat kembali jam di ponselnya, sudah menunjukkan jam lima sore. Melda juga memastikan kembali bahwa Aidan sama sekali belum membaca pesan yang ia kirimkan. Ia menjadi makin gelisah tatkala pintu gerbang itu mulai bergeser.

Benar seperti yang ia perkirakan. Aidan keluar bersama mobil hitamnya melewati pintu gerbang yang telah sepenuhnya terbuka lebar.

Melda menegakkan posisinya berdiri, melangkah mundur, takut menghalangi jalannya mobil Aidan. Kepalanya terus menunduk seolah ia tidak sanggup hanya untuk sekedar bertukar tatap dengannya.

Aidan yang menyadari kehadiran Melda di depan rumahnya, sedikit terkejut karena ia tidak tahu sejak kapan gadis itu berdiri dalam posisinya.

Aidan menurunkan kaca mobil, untuk melihat Melda dengan jelas.

"Aidan," panggil Melda saat pria itu telah sepenuhnya menaruh perhatian terhadap Melda. Ia merasa sangat gugup karena Aidan hanya terdiam memandang ke arahnya.

"Masuk, Mel," ucap Aidan membuka lock pintu agar gadis itu masuk ke dalam mobilnya.

Sontak, gadis itu merasa bingung. Mengapa Aidan malah menawarkan kepada Melda untuk ikut bersamanya. Tetapi, pertanyaan itu hanya berakhir di ujung lidah saat ia melihat ekspresi Aidan yang terlihat tidak sabar.

Melda menggenggam erat tas yang ia kenakan lalu melangkah masuk ke dalam mobil, kursi bagian belakang.

"Di depan, Mel. Gue bukan supir lo," kata Aidan, membuat Melda makin merasa tidak enak dan rasa bersalahnya makin menumpuk.

Selama perjalanan, mereka hanya terdiam dan suasana benar-benar canggung. Sungguh, mereka bahkan tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya. Ini pertama kalinya.

Melda tidak mempu untuk sekedar bertanya, kemana pria itu akan membawanya pergi. 

Ternyata, Aidan membawa Melda ke rumah sakit. Pria itu sudah terlebih dahulu turun dan menyadari bahwa Melda masih terdiam di kursinya.

"Mel," panggil Aidan.

"Aku ... ikut masuk, Aidan?" tanyanya dengan nada sedikit takut.

Aidan menghela napasnya cukup panjang, apakah gadis itu ketakutan berada di dekatnya?

Semua Tentang Kita (STK) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang