40. Peace?

453 143 108
                                    

"Menjadi baik, bukan berarti  mendiamkan sebuah kesalahan."

***

Melda berdiri menghadap ruang kepala sekolah dengan wajah tertunduk. Sesekali ia terlihat memainkan ujung jemarinya berusaha menghilangkan rasa risau yang tengah melanda Melda saat ini.

Kabar buruk yang menerpa Aidan membuat gadis itu tak bisa berhenti khawatir meski di depan yang lain ia terlihat begitu tenang. Hatinya bergemuruh, ia takut jika ada hal lain yang membebani Aidan.

"Mel?"

Aidan baru saja keluar dari ruang Kepala Sekolah. Tidak ada rasa takut, khawatir ataupun gelisah. Hanya Aidan yang biasa.

Seperti yang ia duga, Kepala sekolah sama sekali tak mempercayai berita yang tengah hangat dibicarakan Treksa. Ia mendukung Aidan dengan segala cara untuk mendapatkan keadilan. Dan Aidan akan melakukan hal tersebut.

Pria itu tersenyum tipis menghadap Melda. Pria yang sedari tadi Melda tunggu kedatangannya. Ia baru saja keluar dari ruangan kepala sekolah. Ruangan paling disegani oleh murid Treksa.

Meski bagi Aidan sendiri, ruang kepala sekolah bagaikan tempat diskusi terbaik baginya selama menjabat menjadi ketua OSIS. Tetapi, untuk saat ini, pria itu masuk dengan alasan yang berbeda. Bukan karena tugasnya yang mengabdi kepada Treksa melainkan kasus yang tengah menjeratnya saat ia tidak ada di tempat.

Melda menegakkan tubuhnya seraya merapikan rok yang sedikit terlipat. Pria itu berjalan mendekati Melda sampai keduanya berhadapan.

"Gimana?" tanya Melda dengan nada begitu kecil. Jujur saja, ia malah terlihat lebih khawatir dibanding Aidan sendiri.

"Apanya yang gimana?" tanya Aidan kembali dengan nada sedikit menggoda Melda.

Melda terlihat mendesah pelan karena pria di depannya tidak menganggap kekhawatiran Melda serius.

"Aidan, lo cukup pinter buat nebak apa yang gue tanyain, 'kan?" sebalnya.

Aidan terkekeh pelan mendengar gerutuan gadis yang telah berhasil menyita seluruh perhatian yang bahkan Aidan sendiri tidak pernah merasakan rasa itu terhadap orang lain.

"Emang gue kenapa? Gue baik-baik aja."

"Gak ada hukuman buat lo?"

"Siapa yang berani ngehukum gue? Seorang Aidan Mahardika."

Melda menghela napas panjang merasa begitu lega mendengar jawaban Aidan yang ia artikan sebagai hal baik.

Pria itu menuntun Melda untuk berbicara sambil berjalan ke arah lain. 

"Mel," panggilnya.

"Hm?" Melda menengadah ke arah Aidan karena pria itu lebih tinggi darinya.

"Lo ... cemburu gak?"

Senyum Melda menghilang dari bibir tipisnya. 

"Cemburu kenapa?" tanya Melda sedikit gemetar. Ia tidak tahu harus berekspresi seperti apa.

"Karena foto viral gue ... mungkin."

Foto Aidan dengan perempuan lain.

Semua Tentang Kita (STK) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang