***
Melda tengah merias diri di depan cermin kesayangannya. Ia mengenakan gaun berwarna biru langit, menyesuaikan diri dengan warna jas yang akan dikenakan oleh Aidan. Keduanya tidak membeli baju secara bersamaan karena pria itu tidak memiliki waktu untuk menemani Melda belanja.
Tidak apa, Melda terbiasa.
Ia tahu kesibukan seperti apa yang tengah Aidan jalankan. Pria itu adalah anak pertama dari keluarga Mahardika dimana kedua orangtuanya berkecimpung dalam dunia politik. Mau tidak mau, Aidan harus merelakan keinginannya untuk terjun ke dalam dunia teknik demi meneruskan usaha Mahardika, menggantikan kesibukan papanya yang tidak mendapatkan izin untuk mengurus sebuah usaha karena jabatan yang dimilikinya.
Rambutnya dengan sengaja tergerai sampai pundak dengan hiasan kepang di bagian belakangnya. Tatanan rambut seperti seorang elf , para peri perempuan dalam dunia dongeng. Penampilan yang membuat gadis itu terlihat elegan dan kalem seperti biasa.
Aidan telah membunyikan klakson, pertanda bahwa Melda harus segera mengakhiri waktu berdandannya. Ia terlihat meraih sebuah tas mini berwarna silver lalu sekali lagi berdiri di depan cermin, memastikan bahwa penampilannya akan terlihat baik-baik saja.
"Aidan udah di bawah, Mel," kata ibunda Melda yang ternyata sudah terlebih dahulu menyambut kekasih Melda di pintu depan.
"Iya, Bu. Ini Melda turun."
Gadis itu bergegas, sedikit terburu-buru membuat Aidan yang melihatnya ikut maju ke depan karena terlihat khawatir. Gadis itu mengenakan gaun, Aidan takut Melda terjatuh karenanya.
"Pelan-pelan aja," kekeh Ibunda Melda melihat rona merah di pipi putrinya merasa malu karena perhatian yang Aidan berikan kepadanya.
"Melda pergi ya, Bu."
"Aidan pamit, Bu."
"Hati-hati ya. Jangan lupa waktu," kata Ibu Melda menerima salam dari kedua anak muda yang akan menghadiri selebrasi kelulusan di sekolah mereka. Melda tersenyum begitu cantik dan menganggukkan kepalanya.
Malam ini, Aidan membawa mobil milik pak Mahardika karena mobil Aidan sedang ada di bengkel. Ia mengenakan tuxedo berwarna biru gelap menyesuaikan warna dengan gaun yang Melda kenakan.
"Cantik, ya. Jadi gak rela bawa kamu ke pesta," kata Aidan memuji penampilan kekasihnya.
"Gombal ya kamu. Ini udah yang paling biasa, menuhin request dari seseorang yang gak mau pacarnya dandan."
"Takut banyak yang naksir, Mel. Dapetinnya aja susah banget, gak rela bagi-bagi."
Melda tertawa pelan. "Masa cuma aku yang dateng kusem ke pesta. Nanti kamu yang malu loh."
"Aku gak akan pernah malu, Mel. Kamu gak dandan aja, aku tetep jatuh cinta. Jangan liat orang lain di sana, ya."
"Iya. Kan aku sukanya liat kamu."
"Kok jadi aku yang digombalin?"
Mereka berdua tertawa seakan melupakan bahwa ini adalah malam terakhir mereka untuk bersama sebelum Aidan melanjutkan pendidikannya di luar negeri.
Di tempat lain, pasangan yang terkenal dengan keunikan hubungannya tak berhenti berdebat sepanjang perjalanan menuju Treksa. Bahkan, kali ini keduanya terjebak di tengah jalan karena mobil yang mereka kendarai mengalami gangguan alias mogok di tengah jalan.
"Lo sih gak dengerin gue!"
"Ngomel mulu. Gak akan merubah apapun sekarang."
"Mobil lo itu emang udah sakit dari pas kita belanja tadi siang. Masih nekat aja dibawa!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Semua Tentang Kita (STK) ✔️
Teen Fiction(DILARANG MELAKUKAN COPY DALAM BENTUK APAPUN TANPA IZIN) SELESAI -78 CHAPTER. Kalian tahu apa yang paling menyakitkan dari sebuah perpisahan? Mengenang. Yah, proses mengenang adalah hal terburuk yang pernah ada. Karena mengenang selalu menyeret k...