74. Perpisahan

328 35 8
                                    

***

"Udah berapa baju yang lo pilih tapi gak jadi beli?" omel seorang pria dengan pakaian santainya. Ia sedang menemani "teman dekatnya" belanja keperluan pesta perpisahan.

"Lo kan cowok! Mana tahu keperluan cewek!" balas sang perempuan tak kalah sengit. Sedari tadi ia memang berkeliling mencari sesuatu yang berbeda dengan orang lainnya. Ia tak mau mengenakan pakaian yang sama dengan temannya nanti. Bisa terkena serangan tengsin nanti jika sampai bajunya sama dengan yang lain.

"Mau pilih yang kayak gimana lagi? Kaki gue capek nih ngikutin lo," balas pria itu kembali mengeluh.

"Sebentar lagi. Nih-nih gue dapet bajunya," ungkap perempuan itu sambil menunjukkan kepada pria di depannya. 

"Gimana? Bagus, 'kan?"

"Bagus, sayang. Kamu itu udah cantik. Gak perlu yang macem-macem."

"Zaki mulut lo itu ya! Kalo mau menghina yang transparan dikit!" omel perempuan itu yang ternyata adalah Maida. Ia merasa Zaki sedang meledeknya.

"Gue muji lo, Maida," ujarnya begitu sabar. Perempuan ini seperti setiap hari sedang datang bulan. Selalu mengomel setiap saat. Disaat Zaki ingin melakukan sesuatu yang romantis, Maida pasti akan mengeluarkan ekspresi anehnya. Ia bilang Zaki berlebihan. Zaki mengerti jika gadis itu masih terbiasa dengan status lama mereka sebagai teman.

Tak berapa lama kemudian mereka akhirnya mengakhiri masa pemilihan dan sudah berdiri di depan kasir.

"ATM lo?" tanya Maida sambil mengulurkan tangannya meminta ATM Zaki.

Pria itu hanya terkekeh pelan sambil menggelengkan kepalanya.

"Sebagai pacar, harus bisa jadi ATM berjalan juga biar pacarnya selalu bahagia. Gila gue pengen banget ngomong kayak gitu," kekehnya.

Zaki ikut tertawa. Ia tahu Maida tidak bermaksud untuk matre. Zaki lah yang menjanjikan Maida akan mentraktirnya berbelanja. Sekaligus mewujudkan khayalan Maida tentang seorang pria yang boyfriend-able.

"Terima kasih sayang, senang sekali hati hamba saat ini," ujarnya mengembalikan ATM milik Zaki sambil menenteng beberapa totebag di tangan kanan dan kirinya.

"Gak nyuruh gue bawa juga? Sebagai kurir?" tanya Zaki sedang smirk di wajahnya.

Maida menggeleng. "Nanti tangan pacar gue sakit dan gak bisa menghasilkan uang. Itu gak baik, biar gue aja," ucapnya lalu berjalan mendahului Zaki.

"Itu sama aja lo cuma pengen uang gue."

Mereka tertawa sambil berjalan bergandengan di sore yang begitu cerah.

***

"Minggu depan udah jadwal ujian?" tanya Ibunda Asta. Asta mengangguk masih menyibukkan diri dengan bunga di depannya. Ia sedang merangkai bunga, kegiatan yang mampu menenangkan hatinya.

"Kamu udah packing?" tanyanya sekali lagi. Asta juga hanya mengangguk tanpa berniat menjawab apapun.

Ia akan segera meninggalkan Treksa sehari setelah pengumuman berlangsung. Ia tak memiliki kesempatan untuk datang dan bergabung ke dalam pesta perpisahan. Keluarganya telah melarang keras Asta untuk pergi padahal ia sangat ingin.

Padahal, Asta bisa saja melarikan diri dan menjadi anak yang tidak berbakti dalam semalam. Tetapi, ia tidak rela jika teman-temannya akan terkena imbas atas pemberontakan yang ia lakukan.

Keluarganya pasti akan mengecam Treksa. Menghentikan pesta yang tengah murid kelas dua belas nikmati untuk yang terakhir kali. Ia tidak ingin mengacaukan suasana indah tersebut.

Semua Tentang Kita (STK) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang