"Jika dia bukan jodohku, maka jodohkan lah."
Savina
***
Savina berlari-lari kecil mengejar Indri yang sudah berada jauh di depannya. Gadis itu dengan tega meninggalkan Savina hanya karena ia mengikat tali sepatunya sepersekian detik. Memang persahabatan yang luar biasa.
Setelah ia kira sejajar dengan Indri, tangannya dengan bebas melayang ke bahu temannya itu, membuat Indri seketika menghentikan langkah.
"Kenapa pake acara ninggalin segala sih?"
"Lo kelamaan," jawab Indri seraya melepaskan tangan Savina dari bahunya.
"Lebih suka menunggu doi daripada menunggu sahabatnya sendiri, keterlaluan," celoteh Savina. Ia memasang wajah paling menjengkelkan bagi Indri dengan menghadap dirinya dan berjalan mundur. "Cuma lima detik nungguin gue aja gak mau!"
"Lima detik bagi gue itu sangat berharga kalo lu mau tahu. Dan lo bukan bagian dari kata berharga itu."
"Bisa-bisanya gue berteman sama gadis macam dia," bisik Savina memainkan jarinya.
"Ada juga gue yang ngomong gitu, ferguso!"
"Eh! Eh! Panggil gue Savina. Nama bagus-bagus main seenaknya diganti.
Indri mendengus pasrah merasa pusing meladeni temannya yang terlampau aktif itu.
"Terserah lo."
Di depan mereka, ada sebuah belokan ke kelas olahraga. Indri sudah memberikan kode pada Savina agar ia berjalan dengan benar. Tetapi, pada dasarnya dia memang sulit untuk diperingatkan membuat dirinya tanpa sengaja menabrak murid lain yang juga datang dari arah yang berbeda.
"Aduh! Maaf!" refleksnya segera membalikan badan.
Sedangkan yang ditabrak hanya terdiam tanpa mengatakan apa-apa. Tatapan dingin itu berhasil membuat Savina terpaku di tempatnya. Ia belum pernah melihat murid pria setampan ini. Dia bahkan melebihi kegantengan senior kesayangannya, Aidan.
Pria dengan headband merah yang ia pasang di lengan kirinya. Khas anggota OSIS di sini jika sedang berpatroli. Jadi, dia itu OSIS. Tatapannya beralih pada pin biru kecil berlambang Treksa terselip di dada kirinya. Seketika ia menutup mulutnya merasa terkejut.
Jadi, pria tampan ini adalah ketua OSIS Treksa yang baru? Astaga! Kemana saja Savina selama ini.
Pria itu menyempatkan diri melirik gadis di sebelah murid yang baru saja menabraknya. Ia menyeringai tipis. Akan tetapi, dibalas oleh kerlingan masa bodo dari Indri.
"Indri!" pekiknya menarik-narik baju Indri setelah pria itu melewati mereka begitu saja.
"Apaan sih!"
"Lo tahu dia ketua OSIS kita?"
"Tahu."
"Kenapa gak pernah ngasih tahu gue?"
Ia menangkupkan kedua tangannya seraya menatap punggung dari pria yang baru saja memberikan sengatan tak terduga itu kepadanya. Apakah ini adalah pertanda ia harus segera move on dari Aidan? Jika benar, kali ini Savina takkan pernah mundur.
"Lo gak pernah nanya."
"Kayaknya gue jatuh cinta."
Seketika mata Indri menatap temannya dengan malas. "Udah gue duga."
"Lo bisa baca isi hati gue ya?" tanyanya antusias.
"Semua cowok tampan kan lo sukain terus."
"Gak semua, Indri. Kak Aldi enggak, Denis juga enggak, soalnya mereka tampan-tampan nyeremin. Gak ada karisma pangeran berkudanya sama sekali. Yang ada kayak preman pasar yang suka melototin gue kalo gak pake dasi."

KAMU SEDANG MEMBACA
Semua Tentang Kita (STK) ✔️
Teen Fiction(DILARANG MELAKUKAN COPY DALAM BENTUK APAPUN TANPA IZIN) SELESAI -78 CHAPTER. Kalian tahu apa yang paling menyakitkan dari sebuah perpisahan? Mengenang. Yah, proses mengenang adalah hal terburuk yang pernah ada. Karena mengenang selalu menyeret k...