Happy Reading
☕***
Indri dan Ria beranjak meninggalkan pos ketiga untuk menancapkan bendera kemenangan mereka di pos terakhir. Keduanya benar-benar bermental baja karena bersenda gurau dalam gelap. Setiap kelompok memang hanya diperbolehkan membawa satu senter saja untuk penerangan. Hal yang sebenarnya bisa jadi masalah jika mereka berebut cahaya selama perjalanan.
Untung saja, Indri mendapatkan partner yang cukup asik dan tidak merepotkan seperti yang ia bayangkan sebelumnya. Meski Ria berasal dari jurusan IPS, ia tidak seperti anak IPS lainnya yang selalu memandang anak IPA dengan remeh karena disebut sok rajin belajar.
Keduanya berjalan lurus sampai melihat papan arah yang mengarahkan mereka untuk berbelok ke kanan.
Tanpa pikir panjang, Indri dan Ria terus berjalan mengikuti petunjuk arah itu. Mereka terlalu larut dalam obrolan santai karena merasa telah memenangkan misi dan berada di tempat pertama.
Setelah berjalan sekitar sepuluh menit, Ria menyadari jika mereka terus berjalan ke arah gedung-gedung kosong dan jarang dilewati banyak orang.
Kepala Ria menunduk tatkala merasakan bahwa lantai yang mereka injak terasa aneh.
"Licin," bisiknya meminta Indri mengarahkan senternya ke bawah kaki mereka.
Indri menyorotkan penerangan ke lantai dan mendapati bercak air yang terasa lebih seperti minyak dan terinjak oleh mereka selama berjalan menuju pos akhir.
"Ini bukan lumut, 'kan?" tanya Ria lagi.
Indri menggeleng, "Bukan kayaknya."
"Indri lengket tahu!" seru Ria berjalan dengan sedikit berjinjit karena merasa jijik dengan lantai kotor itu.
"Eh! Jangan lompat, nanti jatoh," kata Indri memperingati.
Ia menyorotkan lampu ke sekeliling wilayah sekitar, ingin mencari titik pasti pos terakhir berada. Tetapi, yang Indri lihat hanya gedung dan pepohonan rindang di sekelilingnya.
"Ini beneran zona aman?" tanya Indri kepada Ria yang sudah memegangi lengan Indri dengan begitu kuat.
"Enggak tahu!" kata Ria menggigil ketakutan.
Mereka berjalan bergandengan sampai tiba-tiba Indri dilempari sebuah batu sampai mengenai kepala belakangnya.
Dugh!
"Argh!" Indri meringis seraya memegangi kepala bagian belakangnya bahkan ia menjautuhkan senter itu secara spontan.
"INDRI!" pekik Ria memegangi temannya yang kesakitan.
Belum lagi, lantai yang licin membuat Indri kesulitan untuk menjaga keseimbangannya sampai akhirnyaia terpeleset dan terjatuh cukup keras dengan kepalanya yang mendarat dan menyentuh lantai terlebih dahulu.
Indri tak sadarkan diri membuat Ria gemetar ketakutan. Gadis itu berjongkok berusaha mencari posisi Indri terjatuh. Ia menyentuh bercak darah yang sepertinya mengalir dari kepala Indri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semua Tentang Kita (STK) ✔️
Novela Juvenil(DILARANG MELAKUKAN COPY DALAM BENTUK APAPUN TANPA IZIN) SELESAI -78 CHAPTER. Kalian tahu apa yang paling menyakitkan dari sebuah perpisahan? Mengenang. Yah, proses mengenang adalah hal terburuk yang pernah ada. Karena mengenang selalu menyeret k...