38. Showtime

416 152 60
                                    

***

Sehari sebelum pementasan, anggota OSIS yang termasuk ke dalam panitia pementasan di sibukan dengan gladi bersih untuk kali terakhir sebelum acara dimulai keesokan harinya.

Shafa masih merengut di tempat duduknya merasa dunia ini benar-benar tidak adil kepadanya. Bahkan di hari terakhir pun, Romeo tidak kunjung tiba untuk sekedar bertegur sapa dengan pemain lainnya. Bagaimana cara mereka membangun chemistry di atas panggung jika bertemu saja tidak pernah?

Di sisi lain, tepatnya di koridor kelas sebelas, penjualan tiket telah resmi di buka dengan stand yang sederhana. Ezra yang menjaga stand tersebut sesuai dengan hasil rapat terakhir bersama dengan ketua OSIS Treksa.

Meskipun tidak ada gambar Romeo di dalam poster yang berdiri di dekat stand penjualan tiket, para murid masih menunjukkan antusiasnya dan berbondong datang untuk membeli tiket.

Harga tiket bergantung posisi tempat duduk. Semakin di depan maka harga tiket semakin naik. Sama persis seperti penjualan tiket konser.

Untuk kursi depan sampai bari ke lima dibandrol dengan harga lima puluh ribu per satu tiket. Sedangkan baris belakang di bandrol seharga tiga puluh lima ribu rupiah.

Karena terlalu banyak peminat, panitia memutuskan untuk menambah kuota penonton yang semula hanya diatur sebanyak 200 penonton menjadi 300 penonton.

Savina tak kalah sibuk dengan murid lain yang berdesakan untuk membeli tiket.

"Permisi! Permisi! Kalian enggak mau kasih jalan sama bidadari apa?" kata Savina berusaha melewati kerumunan depan.

"Antri dong!" gertak salah satu murid yang posisinya tergeser oleh Savina. "Kita udah dateng dari jam istirahat bunyi!"

Savina mengangkat sebelah alisnya lalu sedikit memajukan wajahnya ke arah gadis yang berteriak kepadanya itu. "Gak pernah denger ya istilah siapa cepat dia yang dapat? Atau usaha tidak akan mengkhianati hasil?"

Beberapa murid lain mulai menyingkir dari hadapan Savina karena mereka tahu, berhadapan dengan gadis super aneh ini bisa memakan jiwa dan raganya meski hanya beradu mulut. Suatu kesia-siaan disaat mereka menanggapi gadis itu karena senior saja akan langsung mundur saat tahu jika Savina lah yang melakukan kesalahan.

Savina berhasil menyingkirkan antrian secepat kilat. Kini, ia berada di barisan paling depan dan menatap Ezra dengan penuh harap.

Pria itu hanya bisa menggelengkan kepala saat Savina berhasil membelah barisan hanya dengan kalimat ajaibnya.

"Gak heran sih kalo itu lo," kata Ezra. "Mau beli berapa?"

"Gue beli empat!"

"Jangan banyak-banyak dong!" seru yang lain menyoraki Savina dari belakang.

Gadis itu menoleh sebentar lalu mengibaskan rambutnya dengan angkuh. "Siapa yang nyuruh kalian buat ngasih gue jalan ke depan, hah?" 

Ia memperbaiki seragamnya yang sedikit kusut dan terlipat karena sempat berdesakan di belakang. "Terserah gue dong mau beli berapa," lanjutnya.

"Nih uangnya!" kata Savina menyerahkan beberapa lembar uang kelipatan lima puluh.

Setelah mendapatkan empat tiket di tangannya, Savina meninggalkan kehebohan dari orang-orang yang mulai mengantri dengan kondusif karena kedatangan Denis.

Semua Tentang Kita (STK) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang