72. Wish

368 45 16
                                    

"Takdir mewujudkan apa yang kita butuhkan bukan yang kita harapkan."

***

"Sebaiknya lo bilang sama dia langsung."

"Hah?"

"Karena sebenernya, bukan gue yang ngejar dia ... tapi calon masa depan lo sendiri yang ngejar gue," bisik Indri tersenyum tipis melewati Anin dan juga Raka.

Sontak Anin tertawa terbahak-bahak mendengar kalimat yang Indri ucapkan padanya. Sejak kapan kakak gantengnya itu menjadi bucin?

"Tunggu dulu!" seru Anin menghentikan langkah Indri.

Anin berhenti lalu berbalik menatap Anin yang kini telah menarik Raka agar sedikit merapat ke arahnya.

"Raka, time for you to choose one."

Indri sedikit terkejut dengan tindakan gadis yang baru ia lihat malam ini. Ia berdehem menghilangkan rasa gugup yang tiba-tiba menderanya. Sebisa mungkin, Indri menyembunyikan rasa asing yang tengah menyerang rasa percaya dirinya. Rasa cemburu.

"Pilih apa?" tanya Raka mengangkat sebelah alisnya. Tangannya dicekal erat oleh Anindira tepat di hadapan Indri dan membelakangi Denis. Lantas Raka tersenyum tipis mengerti arah pemikiran gadis nakal adik sahabatnya ini.

"Gak ada cowok sejati yang punya dua cinta, dan gue juga paling gak suka untuk berbagi. Jadi ... lo pilih gue atau dia?"

"Dua-duanya cantik," bisik Raka pelan.

Anin tak tahan untuk tidak tersenyum sedangkan Mahar dan Denis mengeluarkan ekspresi aneh, tak menyangka Raka akan bersikap se cringe itu.

"Muka ganteng gampang banget dapet cewek cakep," bisik Denis kepada Mahar yang sudah menjatuhkan diri di salah satu kursi yang tersedia. "Gak nanggung, bisa jerat dua sekaligus pula."

"Raka, kita udah kenal dari lama. Gak mungkin dong gue disamain sama orang baru. Kita beda level," ujar Anin membuat Indri merasa sedikit tersinggung.

Apa-apaan ini? Mengapa kalimat itu terkesan merendahkan Indri. Beda level apanya? Mau tak mau, Indri mengaktifkan alarm pertahanan dirinya. Ia tidak suka kalah apalagi oleh anak kecil di depannya.

"Tanpa rasa hormat, lo lagi ngerendahin gue?" tanya Indri cukup sinis. "Beda level kata lo? Emangnya lo siapa sampe ngerendahin gue kayak gitu? Pikir pake otak, mau lo cucu pemimpin negara juga kalo minim santun, lo lebih rendah dari gue."

Benar saja, pria itu malah terkekeh menanggapi percakapan ini dengan begitu santai. Mengapa pria dingin ini mendadak jadi suka tertawa dan terkesan ramah? Ah! Indri makin kesal dibuatnya.

Raka malah mengelus rambut Anin pelan, layaknya seorang kakak yang penuh perhatian dan gemas pada adiknya.

"Udah berhasil belum percobaannya?" bisik Raka kepada Anin.

Anin melirik Indri yang juga tengah menatapnya tak kalah dingin, "Udah kenal dia dari kapan?"

"Cewek lo jadi marah," lanjutnya sambil tertawa.

"Udahlama," jawab Raka masih mempertahankan senyumannya.

"Seriously?" tanyaAnin tak percaya.

Raka menganggukkan kepalanya. "Temen dari SMP," balas Raka kembali.

Bukan hanya Anin saja yang kaget melainkan pria lain yang juga menaruh dengar persaingan sengit kedua perempuan yang dekat dengan Raka. Denis melirik Indri, pantas saja mereka tidak terlihat canggung dan Raka terlihat begitu mengenalnya. Dari awal, pria itu memang sudah kalah start.

Semua Tentang Kita (STK) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang