4. Mengingat Masa

3.4K 167 2
                                    

Ryan sampai ke depot bunganya sekitar jam setengah lima sore. Bertepatan dengan Anton dan Sahrul yang tampak beres-beres. Merapikan beberapa bunga yang dipajang di depan depot dan memasukkannya ke dalam pagar depot. Terlihat bahwa keduanya sedang bersiap untuk menutup depot sebentar lagi.

"Bos."

Ryan tersenyum menanggapi sapaan mereka yang terdengar bersamaan seraya tetap melajukan motornya masuk dan berhenti di pelataran rumah kecilnya itu. Ia mematikan mesin motornya dan turun. Sejenak meletakkan helmnya di atas tangki minyak dan memutuskan untuk menghampiri Anton dan Sahrul sejenak.

"Gimana hari ini?" tanya Ryan. "Banyak yang belanja?"

"Lumayan sih, Bos. Yang datang sebenarnya dikit, tapi belanjanya yang banyak." Sahrul tampak nyengir seraya menepuk tangannya sekilas. Menunjuk ke satu titik di mana tempat aglonema berada. Terlihat tidak sampai sepuluh pot lagi di sana. "Aglonema hampir abis, Bos. Kayaknya besok harus liat ke rumah kawat belakang deh."

"Tadi ada ibu-ibu yang ngeborong, Bos. Kayaknya mau nikahan terus suvenirnya aglonema sumatera," imbuh Anton. "Malah dia nanya tadi, Bos. Di belakang udah nggak ada lagi aglonema sumatera-nya, Mas?"

Ryan tergelak. "Biar hari Minggu ntar aku banyakin dulu yang aglonemanya deh."

"Ah, terus juga ada ibu pejabat yang minta dicariin mawar yang gede, Bos. Katanya warna apa aja sih nggak jadi masalah."

Ryan melirik Sahrul dengan dahi sedikit berkerut. "Ibu pejabat mana?"

"Pokoknya dia pake baju coklat tadi, Bos. Aku nggak tau juga sih siapa namanya."

"Hahahaha. Dasar stres!" tukas Ryan mendengar jawaban itu. "Ntar coba aku lihat di Instagram aja, mungkin dia dm."

Sejurus kemudian Ryan melihat jam tangannya.

"Ini sorry ya aku nggak bisa bantu-bantu sore ini. Soalnya aku juga mau siap-siap. Mau pergi ntar malam. Ada acara."

Sahrul dan Anton tergelak-gelak.

"Acaranya malam coba."

"Ada ceweknya kan, Bos?"

Ryan mengulum senyum. Merasa tak perlu menjawab pertanyaan itu, alih-alih ia berkata. "Ntar kunci aja pintu depan ya."

"Siap, Bos."

Lantas Ryan pun kembali beranjak menuju rumahnya yang sekilas pandang tertutupi oleh pohon dan berbagai jenis tanaman di sana. Semenjak tahun kedua kuliahnya, Ryan memang memilih untuk tinggal di depotnya yang kala itu baru saja mulai ia rintis. Menurut cowok itu akan lebih aman kalau dia juga tinggal di sana. Bagaimanapun juga, Sahrul dan Anton yang merupakan karyawannya telah memiliki rumah sendiri sehingga mau tak mau Ryan memang harus tinggal untuk menjaga keamanan depot saat malam. Tapi, lama kelamaan Ryan justru menikmati suasana tinggal di sana.

Ketika malam, seringkali Ryan akan keluar dan menikmati waktu dengan duduk di teras rumahnya. Entah di teras depan atau belakang, semuanya sama nyaman bagi cowok itu. Tak jarang pulang teman-temannya pun datang ke rumahnya itu sekadar untuk berkumpul menghabiskan waktu senggang. Lagipula, Ryan juga tidak menyukai suasana yang terlalu sepi.

Ryan mengeluarkan kunci rumahnya dan mendorong pintu itu hingga terbuka, menutup pintunya di balik punggung. Cowok itu melenggang masuk. Melewati ruang tamu kecil yang hanya memiliki satu sofa panjang yang dilengkapi oleh satu meja kaca di depannya. Ia berbelok, lalu masuk ke kamarnya.

Di dalam kamar itu ada satu tempat tidur berukuran double, yaitu 120 x 200 sentimeter. Tertutupi oleh seprai bewarna hitam, tempat tidur itu terlihat kontras dengan dinding kamar yang bercat putih bersih.

Kuliah Tapi Menikah 🔞 "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang