Betapa pun menyenangkannya posisi ini, pikir Ryan, tapi tetap saja aku mau yang lebih.
Begitulah. Ada yang namanya sisi primitif laki-laki. Yang sangat manusiawi dimiliki oleh Ryan. Terutama ... tentu saja karena Ryan masih dalam usianya mudanya. Ada jiwa yang masih sedang berapi-api. Dan sekarang, bukan hal yang berlebihan bila Ryan merasa dirinya tengah panas seolah sedang terbakar. Walau jelas-jelas di luar sana hujan masih turun dengan begitu derasnya.
"Emph ...."
Meredam kesiap Vanessa di dalam ciumannya, Ryan memutuskan untuk bergerak. Kedua tangan cowok itu masih mempertahankan posisinya, di tekuk dan pinggang Vanessa. Sedikit pun tidak bergeser ketika Ryan membawa tubuhnya bangkit dari posisinya. Tetap menjaga Vanessa di dalam rengkuhannya sebelum pada akhirnya ia membaringkan tubuh gadis itu.
Vanessa sontak membuka matanya. Jelas menyadari situasi yang sedang terjadi. Kedua tangannya yang semula berada di dada Ryan, refleks bergerak. Berpindah tempat di masing-masing pundak Ryan. Bermaksud untuk mendorong cowok itu. Tapi, yang terjadi justru sebaliknya. Tak ada penghalang membuat Ryan dengan mudah semakin mengeratkan tubuh mereka.
Jantung mengancam meledak di balik dadá gadis itu.
"Ry ...."
Vanessa berusaha menyadarkan Ryan –yah mungkin usaha itu berhasil bila seandainya Ryan memang sedang dalam situasi tidak sadar diri, tapi bukan itu kan yang sebenarnya terjadi?
Ryan jelas masih sadar. Malah bisa dikatakan sangat sadar. Terutama ketika ia meredam suara Vanessa untuk yang kesekian kalinya. Memaksa suara lirih Vanessa menggema saja di dalam rongga mulutnya.
Ryan mendesak. Benar-benar tidak memberikan celah sedikit pun untuk Vanessa mengambil jeda. Tetap merengkuh gadis itu serapat mungkin dengan dirinya. Membuat Vanessa tak bisa melakukan apa pun selain berbaring tak berdaya di bawah tubuh Ryan.
Cowok itu menggeram. Suaranya menyalakan alarm peringatan di benak Vanessa. Membuat Vanessa seakan takut melihat kenyataan dan matanya kembali terpejam. Di bawah Ryan, Vanessa mendadak merasakan gelisah.
Ryan merasakannya. Tubuh Vanessa bergerak tak tentu arah. Dan tak hanya itu, pada akhirnya Ryan menyadari bagaimana tangan Vanessa yang semula berada di pundaknya, menghilang. Membuat mata Ryan membuka, melihat bagaimana kedua tangan Vanessa bergerak-gerak gelisah di atas kasur.
Ryan meneguk ludah.
Mampuslah aku.
Dia mau nyari apa?
Beneran mau mukul aku pake bantal?
Ryan ingin mundur. Tapi, mencium Vanessa dengan posisi seperti itu dan ditambah oleh suara hujan –yang seakan-akan sedang menyemangati dirinya- membuat akal sehat Ryan benar-benar mengabur.
Udah deh.
Mau aku terusin atau nggak, ya paling tetap aja aku kena hajar.
Jadi ... ya mending diterusin aja.
Tekad Ryan sudah bulat. Mencium Vanessa membuat ia ketagihan. Rasa-rasanya memang mustahil bagi Ryan bisa menyudahi semua yang telah ia mulai malam itu.
Satu tangan Ryan masih berada di tekuk gadis itu sementara tangannya yang lain mulai bergerak. Seiring dengan lumatan bibirnya yang terus menginvasi bibir Vanessa, tangan itu bergerak. Menyusuri lekuk feminin pinggang Vanessa. Pelan-pelan. Mengirimkan debar yang menggetarkan bagi Ryan dan juga Vanessa
Bernapas menjadi hal yang susah bagi keduanya. Dan berpikir menjadi hal yang terlupakan seketika. Ada desakan biologis yang menyulut mereka untuk bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kuliah Tapi Menikah 🔞 "FIN"
RomanceJudul: Kuliah Tapi Menikah Genre: Romantis Komedi Manis (18+) Status: Tamat Cerita Kedua dari Seri "Tapi Menikah" Buat yang belum dewasa, sangat tidak disarankan untuk membaca! ********* "BLURB" Masa sih menikahi dosen sendiri? Yang benar saja. Riz...