46. Tanpa Sadar

1.3K 94 0
                                    

"Kamu ini! Ngapain datang ke sini? Mana pake acara ngomong 'mamam ciang'? Vanessayang? Kamu pasti udah bosan hidup!"

Vanessa menggeram. Mengatupkan mulutnya serapat mungkin ketika ia dengan secepat kilat menarik Ryan untuk masuk ke ruangannya sebelum pada akhirnya ia dengan segera menutup pintu itu. Menguncinya dengan terburu. Khawatir akan ada orang yang melihat Ryan dengan segala keanehannya itu yang datang ke ruangannya.

Ketika memutar tubuhnya, Vanessa yang berencana ingin menceramahi cowok itu justru terkesiap. Nyaris menjerit saat merasakan tangan Ryan yang langsung melingkar di seputaran pinggangnya. Dan tak hanya itu, kepalanya pun beristirahat di pundak Vanessa. Menanggapi hal itu, respon alamiah Vanessa langsung bekerja. Kedua tangannya naik. Bersiap untuk mendorong Ryan agar pelukan itu terlepas. Tapi, terdengar suara bisikan Ryan di telinganya. Bisikan yang membuat ia urung melakukan niatnya semula.

"Nggak usah didorong, Dinda Vanessayang. Aku nggak bakal lama kok meluk kamu. Bentaran doang kok. Cuma buat pelepas kangen aja."

What?!

"Kamu bilang kangen?" tanya Vanessa dengan suara lirih. Khawatir ada telinga yang mendengar percakapan mereka di luar sana. "Kita tinggal di tempat yang sama. Terus jam sepuluh tadi kita juga ketemu, Yan. Selama dua jam. Dan ini baru aja setengah jam, terus kamu udah bilang kangen? Yang bener aja. Kamu error?"

Ryan terkekeh pelan.

Kepala Vanessa lantas geleng-geleng. "Aku hampir lupa. Kamu kan bukan error lagi. Tapi, isi kepala kamu kan emang udah ancur semua."

Makin terkekeh, Ryan sejurus kemudian justru menarik napas dalam-dalam. Sekaligus untuk menghirup wangi aroma armbut gadis itu. Ia pun menarik diri.

"Jam sepuluh tadi itu pertemuan dosen dan mahasiswa di kelas alias kuliah tatap muka," kata Ryan seraya beranjak ke satu sofa yang tersedia di sana. Sengaja sekali tidak memilih duduk di meja kerja Vanessa. "Jadi, itu nggak termasuk ketemu. Toh aku nggak bisa manggil kamu Vanessayang."

Bibir Vanessa maju sekilas. Tapi, ia jadi tergoda juga dengan bungkusan yang cowok itu bawa. Berusaha untuk menjaga ekspresi wajahnya, ia bertanya dengan nada datar.

"Itu apa yang kamu bawa?" tanya Vanessa seraya melirik melalui sudut matanya.

Ryan menoleh. Pada bungkusan yang sudah ia letakkan di meja sofa, alih-alih meja kerja Vanessa. Tepat di hadapannya.

"Oh ... itu mamam ciang kamu, Sa," jawab Ryan. "Aku bawain ikan bakar. Sambelnya enak banget loh. Dijamin kamu bakal suka."

Mata Vanessa mengerjap dua kali. Kakinya perlahan bergerak. Mendekati sofa.

"Ehm ... kamu nggak bisa nyari makanan yang lebih susah lagi ya, Yan? Ikan bakar?" tanya Vanessa seraya duduk di sebelah Ryan. Meraih bungkusan itu. "Mana banyak durinya lagi. Nggak cocok banget buat dimakan di kampus kayak gini."

Ryan spontan berdecak mendengar perkataan Vanessa. "Ck." Ia lalu mengambil alih bungkusan itu. Membukanya. "Kamu ini dosen kan ya, Sa?" tanya cowok itu kemudian.

Mata Vanessa mengamati bagaimana kedua tangan Ryan yang bergerak membuka bungkusan tersebut. Lalu pelan-pelan menyajikannya di hadapan gadis itu. Vanessa meneguk ludahnya.

"Terus? Hubungannya?"

Setelah selesai membuka bungkusan itu, menampilkan nasi, seekor ikan nila bakar, lalapan, dan sambalnya, Ryan menoleh lagi pada Vanessa. Terlihat mengembuskan napas sekilas.

"Ikan itu kan hewan, Sa. Ya kali ikan ada duri? Ini mah namanya tulang. Tulang ikan namanya."

Vanessa melihat ikan bakar itu sekilas. Ehm ... terlihat menggiurkan. Dan tentu saja, aromanya wah! Begitu menggugah selera.

Kuliah Tapi Menikah 🔞 "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang