73. Pillow Talk

2.9K 111 1
                                    

Dorong Ryan, Sa, dorong dia.

Kalimat hasutan itu menggema berulang kali di benak Vanessa. Lebih dari menggema malah. Di satu titik, kedua tangan Vanessa sudah berada di dadá Ryan. Itu adalah ketika bibir Ryan dengan lincah langsung menyasar pada bibirnya. Memanggut dalam ciuman yang menggebu. Dan ketika Ryan menyusupkan lidahnya memasuki rongga mulut Vanessa, maka tangan Vanessa yang semula ingin mendorong justru berubah menjadi meremas.

Sa, sadar, Sa.

Kamu nggak boleh terbuai dengan sentuhan Ryan.

Itu adalah peringatan terakhir yang sempat Vanessa dengar di benaknya. Karena ketika Ryan melepaskan lidah Vanessa setelah melumatnya sesuka hati, cowok itu langsung melabuhkan ciuman dalam di leher Vanessa.

Sudah.

Akal sehat Vanessa mengabur entah ke mana. Tergantikan oleh desahan yang tak mampu untuk ia tahan.

"Aaah ...."

Bola mata Vanessa berputar sekali dengan liar sebelum pada akhirnya menghilang di balik kelopak matanya yang menutup. Remasan kedua tangannya di dadá Ryan pun semakin mengeras.

Ryan menghirup dalam-dalam aroma Vanessa di ceruk lehernya yang jenjang. Sisa wangi parfum yang bercampur aroma keringat. Perpaduan antara bau bunga dan sinar matahari. Semua seolah seperti candu yang membuat cowok itu semakin menggebu.

Ryan mendesak. Desahan Vanessa melecut dirinya. Membuat cumbuan bibirnya di leher wanita itu semakin merajalela. Tangannya pun lantas bergerak. Mencari celah. Menuju pada tiap kancing yang dengan segera ia singkirkan satu persatu. Pun pada resleting celana dasar Vanessa.

Ketika Vanessa membuka mata dan menyadari situasi sore itu, semua sudah terlalu terlambat bagi dirinya untuk mundur. Ia sudah terbaring tak berdaya dengan berselimut gairah yang Ryan ciptakan untuk dirinya. Tampil polos tanpa busana. Rambut acak-acakan keluar dari sanggulan kerjanya. Dengan mata berkabut yang membuat Ryan begitu tergoda.

Ryan sudah menjulang di atasnya. Melepaskan kaosnya. Menampilan tubuh polos yang membuat jantung Vanessa berdebar-debar. Kulit kecoklatan yang tampak kuat. Dengan dadá bidang dan lekukan otot di sepanjang perutnya. Dan belum lagi ketika cowok itu pelan-pelan merobek kemasan kondοm dengan menggunakan giginya.

Ya Tuhan.

Aku pasti udah ketularan nggak warasnya Ryan.

Dadá Vanessa naik turun dengan begitu gelisah –yang mana hal tersebut justru berakibat fatal bagi Ryan. Di situasi seperti itu, Ryan mendapati dirinya tidak bisa bersabar. Nyaris saja kondοm yang sudah ia buka itu terlempar dari tangannya. Memasang kondom untuk beberapa detik saja sudah membuat Ryan merasa kepalanya pening. Sedikit menggelikan. Tapi, pada akhirnya Ryan menemukan juga kelemahan untuk kesabarannya.

Ryan menggeram. Tangannya langsung meraih pinggang Vanessa. Mendekatkan tubuh mereka. Dan ketika dadanya yang keras menekan kelembutan payudará Vanessa, di saat itulah Ryan menyatukan tubuh mereka.

Rasanya ... tak pernah Ryan bayangkan.

Pun dengan Vanessa.

*

Beberapa saat kemudian, kesadaran yang menghampiri Ryan membuat cowok itu terjaga. Matanya mengerjap berulang kali. Terlihat menatap ke sekitar, seakan mengamati keadaan saat itu seraya pelan-pelan mengumpulkan ingatannya yang tercerai-berai. Namun, ketika semua ingatan itu kembali terkumpul, semua hanya mampu diucapkan dengan satu kata. Vanessa.

Wanita itu masih terbaring di sebelahnya. Berbantalkan lengannya dengan wajah yang tampak letih. Ia tertidur dengan begitu nyenyak. Tidak terusik sedikit pun, bahkan ketika Ryan pelan-pelan menarik tangannya. Bangkit dari tidurnya setelah memastikan Vanessa mendapatkan posisinya yang nyaman.

Kuliah Tapi Menikah 🔞 "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang