Vanessa menarik napas dalam-dalam. Memutuskan untuk bangkit dari duduknya. Melepaskan kacamata yang bertengger sedari tadi di atas batang hidungnya. Kemudian, ia melakukan perenggangan beberapa kali.
Ugh!
Tubuhnya terasa kaku.
Lantas kepalanya berpaling. Melihat ke jam dinding dan mendapati saat itu sudah jam sembilan malam. Dan ia tercengang tak percaya. Menyadari bahwa tak terasa ia bekerja di depan laptopnya nyaris tiga jam lamanya.
Pantas aja pinggang aku berasa pegal banget, pikirnya.
Vanessa lantas beranjak. Keluar dari kamar dan bermaksud ke dapur. Sekadar untuk mencari camilan dan mengambil minum untuk gelasnya yang telah kosong. Yah, bisa dikatakan untuk tambahan bahan bakar tenaga baru. Dia tau, masih ada beberapa hal lain yang harus ia kerjakan.
Dalam perjalanan melewati ruang menonton Vanessa mendapati televisi yang menyala. Langkah kakinya terhenti dengan seiring terdengarnya suara Ryan yang memanggil namanya.
"Vanessaaa ..."
Vanessa menatap Ryan yang tengah duduk melantai. Menunggu kelanjutan ucapan cowok itu.
"... yang."
Vanessa masih menunggu kelanjutan perkataan Ryan. Beberapa detik. Namun, cowok itu tak meneruskan perkataannya. Membuat gadis itu bingung. "Yang apa?"
Pertanyaan Vanessa membuat Ryan sontak tertawa terbahak-bahak. Membuat cowok itu melepaskan pena di tangannya dan beralih untuk memegang perutnya yang terasa sakit.
Sekilas Vanessa hanya geleng-geleng kepala melihat Ryan yang tertawa sebegitu besarnya. Ia sama sekali tidak mengerti apa yang membuat cowok itu tertawa. Maka daripada ia memusingkan penyebab Ryan tertawa, ia akhirnya memilih untuk melihat tumpukan jurnal di atas meja, Vanessa bertanya.
"Kamu lagi mulai nulis skripsi?"
Ryan menahan tawanya. Ia mengangguk. "Harus mulai dicicil dari sekarang. Biar pas semester ini selesai, aku bisa langsung sidang. Ini sengaja banget ngerjain di depan tv, biar nggak ketiduran. Soalnya di kamar aku nuansa mistiknya kerasa banget."
Mata Vanessa membesar.
Lalu, Ryan berkata dengan wajah sok serius. "Kasur dan bantal bisa merayu aku buat tidur coba." Kemudian, Ryan tertawa lagi.
Mendengar gurauan Ryan, Vanessa memutar bola matanya dengan malas. "Kalau kamu ngerjain skripsi sambil nonton, aku yakin. Ketiduran sih nggak, tapi jadinya kamu malah nonton."
Ryan tergelak. "Kalau kamu? Malam ini ada kerjaan?"
"Banyak. Meriksa proposal, artikel seminar hasil, dan skripsi. Dan beberapa laporan lainnya. Ck. Nggak tau bakal selesai atau nggak."
"I see ...." Ryang mengangguk-angguk.
Perkataan pemakluman Ryan membuat Vanessa manggut-manggut. Lalu ia pun meninggalkan Ryan dengan televisi yang menyala, setumpuk jurnal, satu buku catatan, dan laptop yang menyala. Pergi ke dapur seperti rencananya semula.
Gadis itu membuka kabin dapur. Mengambil sebungkus keripik tempe dan membawa segelas air putih. Ketika ia dalam perjalanan kembali ke kamarnya. Eh, mendadak saja Ryan kembali memanggil namanya.
"Vanessaaa ..."
Vanessa menghentikan langkah kakinya. Menunggu lagi.
"... yang."
Dahi Vanessa kembali berkerut. "Kamu ini ngomong apa sih? Dari tadi ngomong kok yang tanggung mulu. Udah manggil nama orang, eh malah ngegantung." Wajah Vanessa terlihat sedikit kesal. "Yang? Yang apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kuliah Tapi Menikah 🔞 "FIN"
RomansJudul: Kuliah Tapi Menikah Genre: Romantis Komedi Manis (18+) Status: Tamat Cerita Kedua dari Seri "Tapi Menikah" Buat yang belum dewasa, sangat tidak disarankan untuk membaca! ********* "BLURB" Masa sih menikahi dosen sendiri? Yang benar saja. Riz...