78. Kecurigaan

1.5K 100 0
                                    

"Bihun tumisnya seporsi, Mbak. Sekalian sama telur ceploknya dua. Tolong dibungkus."

Ryan menyebutkan pesanan itu tepat ketika seorang pelayan mengantarkan pesanan miliknya dan Abid siang itu, di salah satu warung makan langganán mereka di sekitaran kampus. Dua porsi makanan mendarat di hadapan mereka masing-masing. Ryan yang memesan nasi soto ayam dan Abid dengan nasi goreng petai kesukaannya.

"Baik, Mas. Minumnya sekalian nggak?"

Ryan mengambil sepasang sendok dan garpu dari tempatnya. Mengelap dengan sehelai tisu seraya menggeleng. "Nggak usah, Mbak. Itu aja."

Pelayan itu mengangguk dan berlalu.

Abid menikmati suapan pertamanya. "Kurang kenyang makan ini?"

Ryan menyeruput sesondok kuah soto ayam itu. Menikmati sensasi rempah-rempahnya. Sedikit menyeringai.

"Sore ini aku mau panen akhir coba. Harus nyiapin tenaga yang banyak."

"Oh iya. Ntar sore jam berapa?" tanya Abid. "Langsung ketemuan di lahan atau gimana?"

Menelan sejenak makanan di dalam mulutnya, barulah Ryan kemudian menjawab pertanyaan tersebut. Sekilas dahinya terlihat berkerut sedikit.

"Ntar aku ke Jurusan bentar, abis itu minjam alat-alat ke Lab. Kayaknya dari Leb aku langsung ke kos kamu aja, Bid. Gimana? Ntar kita bareng ke lahannya."

Abid mengangguk. "Aman deh. Ntar aku bilangin ke anak-anak Sekre biar langsung ngumpul di lahan aja."

"Sip!"

Setelah menikmati makan siang mereka, Ryan langsung beranjak ke motornya. Dengan seporsi makan siang yang tergantung di stang motor, tak perlu ditanyakan lagi ke mana arah tujuan cowok itu. Tentu saja ke Gedung Jurusan. Tapi, jelas sekali kalau itu bukan untuk urusan akademik.

"Tok! Tok! Tok!"

"Masuk."

Ryan menekan daun pintu itu dan senyum lebarnya langsung mengembang sempurna. Diikuti oleh lirihannya.

"Dinda Vanessayang."

Vanessa bangkit dari duduknya, tepat ketika Ryan menutup pintu. Cowok itu menyerahkan bingkisan di tangannya.

"Mamam ciang bukan yang tercayang udah sampe."

Mata Vanessa mengerjap sekali. Terlihat memasang wajah datarnya walau sangat jelas kedua pipinya terlihat sedikit mengembung. Pertanda ada geli yang berusaha ia tahan.

"Ehm."

Ryan mengulum senyumnya tatkala mendapati deheman penetral itu. Tidak merasa heran ataupun tersinggung sama sekali. Lebih dari itu, melihat Vanessa yang berusaha untuk tidak merespon godaannya justru menjadi kesenangan tersendiri baginya.

Unch.

Pipi merah itu ....

Kayak ngasih kode buat minta diusel-usel deh.

Sayang aja ini di kampus.

Hihihihi.

"Kamu bawa apa?"

Vanessa mendekat. Mencoba melihat ke dalam bungkusan yang masih berada di dalam genggaman tangan Ryan. Dengan begitu sengaja Ryan mengacungkannya ke depan wajah wanita itu.

"Coba tebak deh."

Mata Vanessa menyipit. Mengambil bungkusan itu. "Ntar kalau udah aku buka, aku bakalan tau kok apa isinya."

"Ck. Itu bihun tumis. Aku spesialin pake telurnya dua. Ha ha ha ha." Ryan berkata dengan penuh rasa bangga. Seperti dirinya baru saja melakukan hal yang paling hebat sedunia. "Ah, iya. Aku hampir lupa."

Kuliah Tapi Menikah 🔞 "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang