Surya tampak duduk kembali di kursinya setelah selesai memaparkan hasil penelitiannya. Hal tersebut langsung disambung oleh moderator yang bernama Intan untuk berkata.
"Demikianlah pemaparan dari saudara Surya. Selanjutnya kita akan masuk ke sesi tanya jawab mahasiswa. Di sini akan saya buka dengan dua sesi, di mana setiap sesi akan saya persilakan kepada dua orang penanya. Yang ingin bertanya, saya persilakan untuk angkat tangan. Silakan sebutkan nama dan NPM."
Keempat orang dosen yang meliputi Vanessa, Nathan, Suwanto, dan Rahmat tampak memutar kepala melihat seisi ruangan. Mengamati siapa kiranya yang akan bertanya. Namun, tak ada tanda-tanda akan ada yang bertanya. Hingga kemudian Suwanto, dosen senior yang rambutnya sudah hampir memutih semua itu terdengar mendehem.
"Ini sebenarnya yang terjadi kalau mahasiswa yang datang mayoritas anak tahun pertama." Suwanto terkekeh pelan. "Mereka hanya datang untuk melihat bagaimana cara seminar, tapi belum bisa bertanya atau memberikan kritik saran."
Nathan mengangguk. Berbisik pelan. "Teman-teman seangkatan Surya kan sudah tamat semua, Pak. Jadi, ya mau tidak mau yang datang adalah anak-anak tahun pertama."
Suwanto tergelak. Sementara itu Rahmat selaku dosen penguji pertama terlihat mengangkat tangan.
"Pak, bagaimana kita buat sayembara saja? Biar ada yang mau bertanya."
Suwanto menoleh. "Sayembara apa, Pak?"
"Yang mau bertanya, akan diperbolehkan berfoto bersama Bu Vanessa selepas seminar ini," jawab Rahmat seraya tersenyum lebar.
Perkataan Rahmat langsung membuat tawa meledak.
Semua isi ruangan, dari mahasiswa hingga ke tiga orang dosen yang duduk di depan, semuanya tertawa. Terutama mahasiswa yang langsung tampak bersemangat karena hal tersebut. Tapi, ada satu orang yang tidak tertawa. Tentu saja orang itu adalah Ryan.
Ehm ... sebenarnya Vanessa juga tidak tertawa sih, melainkan tersenyum kecil sedikit.
"Benar juga sih ya? Ini semacam penyemangat buat mahasiswa. Kapan lagi loh bisa foto bareng sama Bu Vanessa?" tanya Suwanto tertawa. Lalu ia menoleh ke depan. "Hayo! Siapa yang mau bertanya? Angkat tangannya? Ini kesempatan langka bisa berfoto dengan beliau."
Ryan seketika saja misuh-misuh.
Eh, ini Bapak udah tua juga malah mau ngorbanin istri orang demi seminar senior sepuh.
Tapi, misuh-misuh Ryan belum terlalu parah hingga kemudian di saat yang masih santai dengan kekehan yang tetap terdengar, mendadak saja cowok itu melihat sesuatu yang membuat matanya melotot seketika. Itu adalah ketika Ryan melihat bagaimana justru Nathan di depan sana yang mengangkat tangan sedikit dan berkata.
"Kalau saya yang bertanya boleh nggak ya, Pak?"
Suwanto dan Rahmat tertawa.
"Kok pembimbing malah mau nanya sih?" tanya Rahmat.
Suwanto mengangkat tangan. Jari telunjuknya bergerak-gerak menunjuk. "Ini mah alasan."
Perkataan Suwanto membuat keriuhan ruangan itu semakin menjadi-jadi. Terutama karena para mahasiswa yang ada malah terdengar mengompori mereka. Membuat Ryan rasa-rasanya ingin menelan Abid di sebelahnya. Bukannya apa ya. Soalnya di saat seperti itu Abid justru memberikan komentar yang membuat Ryan semakin mendidih darah mudanya.
"Udah terang-terangan banget ini mah serangan Pak Nathan ke Bu Vanessa. Ckckckck. Kalau dilihat dari situasi, sepertinya agak mustahil kalau kita nggak ngeliat undangan atas nama mereka berdua dalam waktu dekat."
"Sreeet!"
Ryan menoleh dan menatap Abid dengan tajam hingga membuat cowok itu mengerutkan dahi. Sedikit ngeri dengan aura Ryan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kuliah Tapi Menikah 🔞 "FIN"
RomantizmJudul: Kuliah Tapi Menikah Genre: Romantis Komedi Manis (18+) Status: Tamat Cerita Kedua dari Seri "Tapi Menikah" Buat yang belum dewasa, sangat tidak disarankan untuk membaca! ********* "BLURB" Masa sih menikahi dosen sendiri? Yang benar saja. Riz...