58. Memang Beda

1.1K 95 0
                                    

Ryan menguap.

Matanya sedikit berair karena menatap layar laptop dari tadi. Mengabaikan desakan hati untuk segera memadamkan benda itu, Ryan justru tetap mencoba bertahan. Kembali memeriksa hasil pekerjaannya di sana.

Malam itu, setelah membereskan dapur dan meja makan, Ryan berinisiatif untuk mulai pelan-pelan mengerjakan skripsinya. Paling tidak ia bisa mulai mencicilnya dari bagian halaman judul hingga metodologi penelitian. Hingga jam telah menunjukkan jam setengah dua belas malam, sebagian bab 1 yang berisi pendahuluan telah berhasil Ryan ketik. Beberapa buku dan jurnal yang memenuhi meja belajarnya cukup menjadi bukti bahwa cowok itu benar-benar serius mulai mengerjakan skripsinya.

"Adudududuh."

Ryan kembali menguap seraya membaca kembali hasil ketikannya. Ia merenggangkan tubuhnya dan menarik napas dalam-dalam. Sekali, ia mengucek kedua matanya.

"Ampun. Udah nggak kuat lagi ini mata."

Akhirnya Ryan menyerah. Kantuk yang menyerang kedua matanya dan rasa lelah yang menyerang tubuhnya membuat ia dengan segera menyimpan hasil ketikannya. Lalu ia pun dengan cepat memadamkan laptop itu.

Ryan bangkit dari duduknya. Langsung keluar dari kamarnya, bermaksud untuk ke kamar mandi terlebih dahulu sebelum benar-benar menuntaskan rasa kantuknya di atas kasur. Namun, ketika ia keluar langkahnya berhenti di depan kamar Vanessa. Melalui celah bawah pintu, Ryan melihat cahaya samar. Cukup menjadi tanda bahwa pemilik kamar itu masih terjaga.

Satu senyuman terbit di bibir Ryan. Membuat cowok itu dengan segera bergegas menuju dapur. Mengabaikan niat awalnya yang ingin ke kamar mandi, ia justru membuka kulkas. Mengedarkan pandangannya dan mengambil beberapa barang dari dalam sana. Yogurt, buah strawberry, buah apel dan madu.

Ryan mengambil pisau. Dengan cekatan mengupas kulit buah apel. Dan tidak butuh waktu lama baginya untuk menguliti tiga buah apel merah tersebut. Hingga sejurus kemudian, Ryan pun merendam sejenak buah apel yang telah ia iris ke air garam. Setelah itu baru ia tiriskan di satu piring.

Selesai dengan apel, Ryan beralih pada bahan lainnya. Ia menyampur segelas air, yogurth, buah strawberry, dan madu di dalam gelas blender. Lalu mengubah bahan-bahan itu menjadi jus strawberry di dalam satu gelas tinggi.

Dengan bantuan satu nampan, Ryan membawa cemilan itu.

"Tok! Tok! Tok!"

Ryan mengetuk pelan pintu kamar Vanessa. Tapi, belum lagi terdengar izin dari Vanessa, pintu itu sudah Ryan buka. Cowok itu melenggang masuk. Mengabaikan tatapan Vanessa yang seolah menyorotkan 'untuk apa ngetuk pintu kalau kamu juga langsung masuk aja?' pada dirinya.

Namun, tatapan Vanessa kemudian justru jatuh pada nampan yang dibawa oleh Ryan.

Ryan menghampiri Vanessa di meja kerjanya. Melirik sekilas pada layar laptop yang menyala. Menampilkan ketikan yang Ryan duga adalah jurnal hasil penelitian Vanessa. Dan dugaan itu diperkuat oleh lembaran-lembaran jurnal serta buku yang memenuhi mejanya. Di dalam hati Ryan terharu.

Kalau belahan jiwa ya emang gini. Terpisah kamar, tapi kami melakukan yang sama. Hiks. Ikatan batin suami istri memang bukan kaleng-kaleng.

"Kamu begadang lagi malam ini?" tanya Ryan.

Menengadahkan wajahnya, Vanessa mengangguk. "Kenapa?"

Ryan memperlihatkan cemilan yang ia bawa. "Aku bawain cemilan begadang buat kamu." Dengan bangga Ryan meletakkan cemilan itu di sisi meja kerja Vanessa. Di tempat yang terhindar dari jurnal-jurnal gadis itu. "Untuk teman kamu begadang."

Pandangan mata Vanessa mengekori jus strawberry dan sepiring apel yang tersaji di sana. Mau tak mau membuat ia meneguk ludahnya. Tapi, bukan Vanessa namanya kalau ia tidak melayangkan tatapan sadis pada Ryan.

Kuliah Tapi Menikah 🔞 "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang