"Ryaaan ...."
Nama Ryan menggema dengan penuh kelirihan kala itu. Terasa ada nada keputusasaan di sana. Namun, tak urung juga tersirat rasa permohonan. Seperti ada keinginan yang tak terucap nyata.
"Argh ...."
Suara lirih Vanessa yang menyapa gendang telinganya terasa bagai lecutan yang membuat Ryan gelap mata seketika. Semua terlupakan. Tak ada lagi kesabaran yang mampu Ryan pegang untuk bertahan. Semua yang melingkupi dirinya menjadi satu penuntutan. Menginginkan sebanyak mungkin. Sebanyak yang mampu ia reguk. Memastikan tak ada satu sisanya pun yang tersisih percuma.
Ryan menginginkan Vanessa. Lebih dari yang pernah ia bayangkan sebelumnya. Dan kenyataannya, Ryan tak pernah terlalu berani untuk membayangkan hal itu sebelumnya. Di saat di mana ... Vanessa dan dirinya bersama tanpa ada penghalang. Tubuh Vanessa yang lembab karena keringat, meliuk liat di dalam dekapannya. Mencengkeram dan berpegang padanya .... Bahkan di mimpi terliar atau pun imajinasi ternakal, Ryan tak berani mengkhayalkannya. Namun, sekarang bersama Vanessa ... semua benar-benar menjadi nyata.
Semua hal itu mendorong Ryan untuk menyentuh lebih berani. Berkali-kali. Lantas berganti dengan hunjaman yang terasa menyentak Vanessa hingga ke pusat dirinya.
Tiap sentuhan yang ia rasakan, seiring dengan hunjaman yang ia dapatkan, semua membuat Vanessa menjadi kian tak berdaya. Hanya mampu menyerahkan semuanya pada Ryan. Membiarkan cowok itu menuntun mereka berdua dengan berpegang pada nalurinya. Ia hanya bisa mendesah. Mengungkapkan semua yang ia rasa dengan lirihannya yang tak berdaya.
"Aaaaah ...."
Hingga pada titik itu, Ryan merasa dunia sudah tak lagi sama. Bersama Vanessa ia bisa merasa bahwa matanya kini menatap pada hal yang berbeda. Dan semua itu bermuara pada satu nama.
"Vanessaaa ...."
*
Bayangan itu melintas di benak Vanessa. Berganti-gantian. Tentang dirinya dan Ryan yang berciuman dengan begitu intens. Berpelukan dengan begitu erat. Hingga menyebutkan nama dengan begitu syahdu.
Semua hal yang tak mampu Vanessa bayangkan akan terjadi di dunia nyata.
Maka Vanessa lantas membuka matanya. Mengerjap perlahan. Beralih menatap ke sebelah. Pada tempat tidur yang kosong. Lantas ia pun tersenyum lebar.
"Astaga .... Nyatanya aku tidur sendirian loh," lirih Vanessa serak. Lalu matanya beralih lagi. Pada cahaya remang-remang yang perlahan masuk melalui ventilasi jendela. "Benar-benar mimpi yang menakutkan."
"Mimpi yang menakutkan?"
Satu suara dengan nada bertanya terdengar di telinga Vanessa. Seiring dengan suara pelan langkah kaki seseorang.
"Kamu mimpi apa?"
Vanessa kembali memalingkan wajahnya. Lalu, tatapannya beradu pada Ryan yang menghentikan langkah kakinya tepat di sisi tempat tidur. Dengan menggunakan satu tangan, cowok itu membawa satu nampan. Ada aroma yang menggiurkan dari nampan tersebut yang membuat Vanessa meneguk ludahnya.
Ryan duduk di tepi tempat tidur. Memangku nampan itu di atas pahanya.
"Kamu mau sarapan dulu atau mau cerita tentang mimpi buruk kamu dulu?"
Glek.
Entah yang mana dari pilihan Ryan yang membuat Vanessa meneguk ludahnya. Sarapan? Ehm .... Vanessa memang merasakan perutnya lapar setengah mati. Efek dari makan malam yang hanya mengandalkan setengah porsi mi kuah dan sarden mungkin. Atau karena mimpi buruk itu?
Ya Tuhan.
Vanessa menutup wajah dengan kedua telapak tangannya.
Sampai mati aku nggak bakal cerita ke Ryan tentang mimpi meśum yang satu itu. Hellooow! Apa kata dunia kalau aku sampe mimpi meśum dengan Ryan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Kuliah Tapi Menikah 🔞 "FIN"
عاطفيةJudul: Kuliah Tapi Menikah Genre: Romantis Komedi Manis (18+) Status: Tamat Cerita Kedua dari Seri "Tapi Menikah" Buat yang belum dewasa, sangat tidak disarankan untuk membaca! ********* "BLURB" Masa sih menikahi dosen sendiri? Yang benar saja. Riz...