42. Cobaan Di Pagi Hari

1.6K 97 0
                                    

Mata Vanessa melotot.

Perkataan Ryan membuat Vanessa langsung memberikan tatapan penuh waspada, terutama ketika ia menyadari bagaimana saat itu sepasang mata Ryan menatapnya lekat-lekat. Tubuh gadis itu seketika langsung bersiaga. Menjaga dan mengantisipasi setiap kemungkinan yang bisa Ryan lakukan pada dirinya. Namun, walau demikian Vanessa memilih untuk tidak bersuara. Ia dengan sengaja menunggu pergerakan yang akan Ryan lakukan. Ia ingin melihat, hal apa lagi yang akan dilakukan oleh cowok itu.

Sementara menunggu, Vanessa pun memutuskan untuk lebih baik memanfaatkan waktu yang ada bagi dirinya sendiri. Ada jantung yang perlu ia normalkan detaknya terlebih dahulu. Bagaimanapun juga, seumur-umur hidup Vanessa belum pernah melalui hal seintim ini dengan cowok mana pun.

Cewek + cowok + tempat tidur + kamar yang tertutup = ....

Segala macam bayangan melintas di benak Vanessa, tapi ia berusaha sekuat tenaga untuk menjaga akal sehatnya.

Sampe Ryan mau coba-coba nyentuh aku, liat aja.

Lampu di nakas bakal langsung melayang ke kepala dia.

Aku nggak main-main.

Beneran aku bakal buat dia masuk ke UGD rumah sakit terjauh malam ini.

Maka Vanessa memutuskan untuk benar-benar menunggu tindakan Ryan selanjutnya. Menunggu dengan penuh waspada. Hingga pada akhirnya ia mendengar Ryan bergumam dengan suara lirih di atas wajahnya. Jarak mereka yang begitu dekat membuat embusan napas Ryan menyapa kulitnya. Membuat Vanessa bergidik. Hal yang langsung membuat usaha mendamaikan jantungnya menjadi sia-sia saja. Sekarang, Vanessa justru mendapati bahwa ia malah semakin sesak napas.

Ryan menatap Vanessa benar-benar tanpa kedip. Terutama ketika ia bertanya dengan suaranya yang terdengar berat.

"Kamu nggak ngerasa kalau bobok bareng aku ngebuat kamu jadi tambah nyenyak?"

Glek.

Vanessa berkedip sekali. "Ka-kalau aku perhatikan," kata Vanessa dengan napas yang memberat. "Sepertinya kamu peduli banget dengan kualitas tidur aku."

Satu sudut bibir Ryan naik dengan gerakan menggoda. Membentuk satu seringai. "Memang iya. Kamu kan istri aku. Tugas suami itu kan harus memastikan istrinya nyaman lahir dan batin. Termasuk dengan bobok kamu."

Vanessa menarik napas sekilas. "Ryan ...."

"Apa kamu khawatir kalau sering bobok bareng aku bisa ngebuat kamu luluh?" tanya Ryan dengan cepat memotong perkataan Vanessa. "Kamu khawatir kalau makin dekat bareng aku bakal ngebuat kamu jatuh cinta juga sama aku? Iya?"

"Nggak sama sekali."

Vanessa berusaha mengucapkan kata-kata itu dengan penuh penekanan dan keyakinan.

"Kamu mungkin nggak kenal aku banget, Yan ..., jadi wajar kalau kamu nggak tau."

"Nggak tau apa?" tanya Ryan. Tampak sekali bahwa cowok itu mulai menikmati percakapan malam sebelum tidur yang saat itu sedang mereka berdua lakoni. "Coba jelaskan ke aku, apa yang nggak aku tau itu."

"Kalau kamu ngerasa mepet aku kayak gini bisa ngebuat aku luluh, aku harus bilang: sorry. Kamu harus siap-siap untuk kecewa."

"Serius?"

Vanessa mengangguk. "Aku nggak peduli kamu mau mepetin aku kayak gimana, tapi aku cukup tau diri aku," kata gadis itu dengan yakin. "Ini semua bakal percuma. Sia-sia saja."

Memandangi wajah Vanessa, tangan Ryan rasanya geli dalam dorongan ingin memainkan jari jemarinya di ikal-ikal lembut anak rambut Vanessa.

Gimana ya rasa megangnya?

Kuliah Tapi Menikah 🔞 "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang