45. Virus Yang Tertular

1.2K 96 3
                                    

Vanessa menarik napas dalam-dalam.

Berpikir bahwa hanya dengan itu bisa membuat ia tersadar. Tapi, masalahnya adalah Vanessa kan memang dalam keadaan sadar.

Tapi, bagaimanapun juga, gadis itu jelas meragukan kesadaran dirinya bila di saat itu yang ia lakukan justru memejamkan matanya. Seolah membiarkan pikirannya untuk kosong.

Kedua tangannya perlahan terangkat ke atas. Merayap. Meraba. Menjelajah. Bisa dengan jelas merasakan lekuk maskulin di perut dan dadá cowok itu.

Ehm ... dia bilang dia sering nyangkul kan di depot?

Glek.

Nggak aneh sih kalau badan dia jadi kayak gini walau dia nggak ke gym.

Terasa keras, kuat dan kokoh.

Seolah bisa meyakinkan Vanessa untuk berpegang padanya. Dan seiring detik waktu yang berganti, pada akhirnya itulah yang benar-benar dilakukan oleh gadis itu. Kedua tangannya berpegang pada dadá Ryan. Menempel di sana. Merasakan semua rasa yang dipancarkan oleh Ryan.

Debaran jantungnya.

Ya Tuhan. Aku nggak tau kalau jantung dia juga bisa berdebar kayak aku.

Panas tubuhnya.

Ternyata ... bukan hanya aku yang sekarang merasakan kepanasan.

Dan semua rasa warna-warni lainnya yang seketika memenuhi indra perasa Vanessa. Membuat wanita itu tak memiliki pilihan lainnya kecuali membiarkan matanya untuk terus terpejam. Bertahan untuk menahan wajahnya agar tetap menengadah. Layaknya menawarkan sajian untuk terus dinikmati.

Sedetik, Ryan sempat bingung.

Merasakan kedua telapak tangan Vanessa di dadanya. Yang perlahan naik. Memberikan sedikit usapan. Dan lalu tertahan di sana. Membuat Ryan takut seandainya Vanessa merasakan bagaimana jantungnya berdebar dengan kencang di dalam sana.

Tapi, dibandingkan dengan hal itu, Ryan justru mengherankan hal lainnya.

Ini udah berapa detik?

Udah berapa lama?

Ryan ingin beranjak hanya untuk sekadar mengecek jam tangannya, tapi!

Ya kali, Begok!

Ryan menepis ide paling gila itu.

Selama Vanessa nggak mengelak. Selama dia nggak menolak. Ya selama itu juga aku bakal terus mencium dia.

Dan itulah yang dilakukan cowok itu.

Selesai dengan membisikkan kata-kata menggoda di bibir Vanessa, ia langsung melahap lagi kedua belah bibir itu. Memanggutnya. Melakukan sentuhan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Dalam dan tanpa jeda.

Mengecupnya. Dari sudut bibir Vanessa, pelan-pelan merambat. Berpindah melintasi kelembutannya itu dan bermuara di sudut lainnya. Bergantian. Berulang kali.

Mencecapnya. Merasakan setiap rasa yang Vanessa miliki di sana. Manis ..., memabukkan ..., meninggalkan candu.

Melumatnya. Seakan ia tak memiliki hari esok lagi untuk menikmati bibir gadis itu. Dengan penuh rasa penuntutan. Tak ingin melewatkan sedikit pun tanpa ia rasakan.

Lalu, Ryan merasakan bagaimana satu sentuhan di bibirnya membuat ia membeku. Satu usapan di bibirnya yang berasal dari bibir bawah Vanessa. Memberikan getaran yang tak mampu ia percaya, tapi teramat sangat sulit untuk ia tolak kebenarannya.

Vanessa beneran .... Dia ... dia ngebalas ciuman aku?

Maka lenyaplah setitik pemikiran di kepala Ryan.

Kuliah Tapi Menikah 🔞 "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang