Mungkin sudah hampir setengah jam berlalu. Walau mungkin tidak tepat, tapi begitulah perkiraan Ryan. Setidaknya Ryan bisa meraba waktu yang telah berlalu dari deru napas Vanessa. Sekarang, terdengar lebih teratur. Lebih damai. Walau tak urung juga, sesekali segukannya menyelip di antara embusan napasnya.
Ryan menundukkan wajahnya. Menatap wajah Vanessa. Gadis itu terlihat tenang sekarang. Nyenyak.
Keheningan saat itu membuat Ryan termenung. Ada beberapa hal yang mengisi benaknya. Tak berlebihan bila mengatakan kalau sekarang perasaan Ryan kacau balau. Nyatanya, memang begitulah yang terjadi.
Seraya membiarkan otaknya berpikir, satu tangannya dengan pelan mengusap kembut lengan atas Vanessa.
Hal pertama yang Ryan sadari adalah ... untuk pertama kalinya Vanessa seperti tadi. Terlihat seperti guci antik paling mahal, namun ternyata guci itu telah disatukan dengan perekat. Guci itu pecah.
Sedikit senggolan akan membuat kepingannya kembali tercerai-berai.
Itu yang dijaga oleh Vanessa selama ini. Agar tak ada yang bisa menghancurkan kembali kepingan yang telah ia susun kembali. Ia menarik diri. Menjaga gucinya.
Ryan tidak akan menyalahkan itu.
Hanya orang yang mencintai terlalu dalam yang akan menderita dengan dalam pula.
Ryan menarik napas dalam-dalam.
Aku iri dengan cowok itu, Sa. Dicintai kamu segitu dalamnya. Tapi, ia bodoh. Melepaskan kamu demi yang lain.
Tapi ..., Sa.
Justru karena itu aku tau pilihan aku nggak salah.
Nanti .... Cuma masalah waktu, aku akan berada di posisi itu.
Ryan yakin itu.
Hingga saat ini, Ryan sudah membuktikan. Tak ada yang tidak mampu diluluhkan. Karena kalau Ryan benar-benar menilai dengan pikiran terbuka, ia menyadari ... bahkan tanpa ada niat, bukankah perlahan sifat Vanessa sudah mulai berubah pada dirinya?
Lihat saja awal mula hubungan mereka dulu. Dingin. Walau menyapa, namun tak ada emosi di sana. Sekarang? Makan berdua di satu meja bukan menjadi hal canggung yang mereka lakukan bersama. Lebih dari itu, Vanessa juga tidak segan meminta pertolongannya. Bahkan ... Vanessa pun telah berinisiatif untuk balas mengerjai dirinya.
Ryan hanya akan menjadi cowok yang tidak bersyukur kalau ia tidak menghargai semua perubahan itu.
Vanessa nggak akan mungkin mendadak langsung jatuh cinta ke aku. Wanita yang teguh pendiriannya, akan selalu sulit untuk didapatkan. Tapi, itu sepadan. Lebih dari sepadan malah.
Ryan menyadari, apa pun yang akan ia lakukan ... selalu akan dibalas berkali lipat oleh Vanessa.
Ia ingat Vanessa yang balas mengerjai dirinya. Vanessa yang balas menyiapkan makan malam untuknya. Vanessa yang balas menanyakan keadaan dirinya.
Sebenarnya, Vanessa sama seperti gadis lainnya. Berperasaan halus. Tapi, kenyataan memaksa gadis itu untuk memasang benteng pertahanannya.
Aku nggak bakal meminta kamu meruntuhkan benteng kamu, Sa. Cukup biarkan aku masuk ke dalam benteng itu. Hanya itu.
"Ehm ...."
Terdengar lenguhan kecil dari Vanessa. Menyentak Ryan dari lamunannya. Dengan cepat, Ryan lantas menenangkan gadis itu. Mengusapnya dengan lembut dan penuh kasih. Ia ingin Vanessa bermimpi indah dalam tidurnya. Karena ... untuk pertama kalinya, Ryan mendapati Vanessa tertidur di dalam dekapannya.
Ryan tersenyum.
Mencoba untuk tenang. Agar debar jantungnya tidak memekakkan telinga gadis itu. Agar Vanessa tidak terbangun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kuliah Tapi Menikah 🔞 "FIN"
RomanceJudul: Kuliah Tapi Menikah Genre: Romantis Komedi Manis (18+) Status: Tamat Cerita Kedua dari Seri "Tapi Menikah" Buat yang belum dewasa, sangat tidak disarankan untuk membaca! ********* "BLURB" Masa sih menikahi dosen sendiri? Yang benar saja. Riz...