85. Pengakuan Perasaan

2.1K 102 0
                                    

Ini kelewatan banget.

Gimana bisa bibir dan telinga aku kompak gini errornya?

Ryan menarik napas dalam-dalam. Mencoba menahan udara itu sejenak di dadanya, berpikir bahwa itu bisa sedikit mewaraskan kembali pikirannya. Tapi, ketika ia mengembuskan kembali napasnya, matanya justru terpaku pada sepasang mata Vanessa yang pelan-pelan membuka.

Mata itu terlihat berkaca-kaca. Tampak rapuh, tapi juga mendamba.

Ya Tuhan.

Dan sekarang mata aku ikut-ikutan error juga?

"Ryan ...."

Suara lembut Vanessa yang memanggil namanya membuat Ryan semakin tak karuan. Mendadak saja seluruh tubuhnya seperti padang pasir yang mendapat kiriman air tsunami. Tak bisa dibayangkan.

Ryan meneguk ludahnya. Berusaha untuk menguasai keadaan saat itu yang terlalu rancu untuk pikirannya.

"Vanessa ...."

Suara Ryan terdengar begitu memalukan. Serak, parau, dan hampir tak terdengar oleh telinga manusia. Seakan ia tak mampu lagi untuk bicara.

Separah inikah tingkat error tubuh aku?

"Sa ..., kamu ...." Ryan kembali menarik napas dalam-dalam. "Sepertinya malam ini aku agak linglung, Sa."

Vanessa melongo.

"Aku ngerasa tadi kamu ... kayak yang ngomong---"

Vanessa buru-buru mengangguk. "Aku cinta kamu."

Mata Ryan otomatis terpejam. Ketika membuka lagi, terlihat sorot ketakutan di sana.

"Aku khawatir ini halusinasi aku aja," lirih cowok itu. "Apa aku benar-benar ketiduran ya? Sampe mimpi dapat ungkapan cinta dari kamu. Tapi ..." Mata Ryan menatap pada bibir Vanessa. "... nggak mungkin ada mimpi yang selembut itu."

Vanessa menggigit bibir bawahnya. "Kamu nggak percaya dengan apa yang aku bilang tadi?"

Pertanyaan Vanessa membuat Ryan tertegun. Mata mengerjap sekali, lantas bertanya dengan suara bergetar.

"Ka ... mu serius?"

Menahan sejenak napas di dadanya, Vanessa tanpa sadar meremas tangan Ryan yang ia pegang. Menengadahkan wajahnya yang terlihat putus asa pada Ryan hingga cowok itu terasa pusing karenanya.

Vanessa mengangguk.

"Aku cinta kamu, Yan," kata Vanessa dengan lirih keputusasaan. "Aku cinta kamu."

Mungkin ... untuk pertama kalinya, Ryan pada akhirnya mengetahui apa yang orang bilang Bumi seperti berhenti berputar. Seperti semua waktu menjadi membeku hanya karena satu momen itu.

Dan di saat itu pula Ryan menyadari bahwa ternyata kebahagiaan memang paling bisa membuat manusia yang paling pintar bersilat lidah menjadi bisu seketika. Tak ada satu kosakata pun yang terasa bisa ia ucapkan saat itu.

Selama ini ... bersama dengan Vanessa entah sudah berapa kali Ryan mengutarakan perasaannya pada wanita itu. Pagi, siang, sore, malam, dan bahkan menjelang tidur hingga bangun tidur, ia selalu mengungkapkan cintanya. Itu seperti Ryan bernapas. Spontan saja dan terasa seperti kebutuhan bagi dirinya untuk mengatakan perasaannya.

Sedang untuk perasaan Vanessa, Ryan tak pernah ingin berharap lebih. Merasakan perhatian dan sikap wanita itu yang sudah melunak pada dirinya saja sudah membuat ia merasa senang. Sejujurnya, terkadang walau Ryan sangat ingin mendapatkan cinta wanita itu, nyatanya ia tetap pernah merasa kecil hati. Ia tidak ingin berharap terlalu banyak. Tapi ....

Kuliah Tapi Menikah 🔞 "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang