Dan seumur hidup, rasanya aku nggak pernah berada di situasi secanggung ini sebelumnya.
Vanessa merutukkan hal itu di dalam hatinya. Tak berani mengangkat wajahnya. Ehm ... sebenarnya bukan tidak berani mengangkat wajahnya. Bukan. Hanya saja masalahnya adalah Vanessa tidak tau kata yang tepat untuk mewakili keadaannya sekarang. Kalau bukan tidak berani ... apakah itu malu?
Vanessa tidak ingin berspekulasi dengan perasaannya sendiri. Tidak mau mengambil risiko, ia lebih memilih untuk tetap saja menundukkan wajahnya. Menatap pada meja makan di hadapannya. Yang semula kosong, pelan-pelan terisi dengan berbagai macam makanan.
"Ini ... selagi nunggu, kamu makan mangga sama pepayanya aja dulu. Aku masaknya bentaran doang kok."
Vanessa tidak mengatakan apa pun ketika Ryan menyodorkan sepiring buah mangga dan pepaya yang telah cowok itu kupas dan potong-potong. Ketika Ryan beranjak, gadis itu segera mengembuskan napas panjang.
Astaga!
Bahkan ia tanpa sadar menahan napas ketika Ryan datang mengantarkan dirinya buah tersebut. Sekarang, Vanessa memacu dadanya untuk menarik oksigen sebanyak yang ia bisa. Sedikit merasa sesak napas.
Tadi ... setelah keadaan dirinya yang berantakan bersama Ryan di kamarnya, Vanessa merasakan lapar. Perutnya bergemuruh.
Wajah memerah karena teramat malu, Vanessa justru bingung harus mensyukuri gemuruh perutnya atau sebaliknya. Karena ... hanya dengan suara itulah maka ciuman mereka tadi selesai.
Vanessa butuh makan.
Dan ia ingat sekali ketika tadi di kamar Ryan bertanya pada dirinya. Beberapa saat setelah Ryan mengurai ciuman mereka.
"Kamu lapar? Mau makan sesuatu? Atau cukup dengan makan bibir aku?"
OH ... MY ... GOD!
Kebayang malunya Vanessa?
Dia merasa berada di titik paling memalukan seumur hidupnya. Sudah merupakan prestasi mengingat Vanessa tidak langsung menguburkan diri karena itu.
Hal seperti itu ... bukan Vanessa sama sekali. Terang saja membuat ia kelabakan. Dan ia menyadari. Ia seperti itu karena telah terlanjur mengungkapkan semua apa yang ia rasakan selama ini. Alasan di balik tindakannya pada Ryan. Ia merasa seperti menelanjangi dirinya dengan sukarela di hadapan cowok itu. Hasilnya, Ryan menjadi ... menjadi .... Entahlah. Vanessa tidak tau menjelaskannya seperti apa.
Yang pasti, Vanessa merasa kalau itu adalah pertandingan, maka jelas Ryan adalah pemenangnya.
Dia ... berhasil ngebuat aku kelepasan kayak gitu.
Dan lebih parahnya, aku berasa kayak ... udah masuk ke dalam genggaman dia.
Sementara Vanessa merasa salah tingkah, layaknya tidak pernah terjadi apa-apa, Ryan malah tertawa. Bersikap seperti di antara mereka tidak terjadi apa-apa. Padahal, baru beberapa saat yang lalu mereka bertengkar dengan hebat. Vanessa rasanya perlu angkat topi untuk Ryan. Bagaimana bisa cowok itu sesantai itu? Setelah keributan mereka? Vanessa tidak habis pikir.
Benar-benar seperti mengabaikan hal yang telah terjadi, lantas Ryan justru menarik Vanessa. Membawa gadis itu untuk duduk di meja makan sementara Ryan berkata akan menyiapkan sarapan dan makan siang mereka.
Sekarang inilah yang Vanessa lakukan. Menunggu di meja makan sementara Ryan menyiapkan makanan untuk mereka berdua. Dimulai dari sepiring buahan.
Tangan Vanessa terulur. Meraih satu garpu kecil di atas piring tersebut. Mulai menikmatinya.
Sembari menikmati buah mangga dan pepaya, Vanessa bisa mendengar riuh Ryan di dapur. Diselingi oleh aroma wangi khas bumbu-bumbu iris yang ditumis.
Ryan bolak-balik. Dapur ke meja makan, dapur ke meja makan. Beberapa kali. Seraya membawa makanan untuk mereka tentunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kuliah Tapi Menikah 🔞 "FIN"
RomanceJudul: Kuliah Tapi Menikah Genre: Romantis Komedi Manis (18+) Status: Tamat Cerita Kedua dari Seri "Tapi Menikah" Buat yang belum dewasa, sangat tidak disarankan untuk membaca! ********* "BLURB" Masa sih menikahi dosen sendiri? Yang benar saja. Riz...