40. Perenungan Di Depan Pintu

1.2K 96 6
                                    

Vanessa memang telah mengakui dengan lapang dadá kalau Ryan itu memang hancur. Dari otak hingga perilakunya. Hingga sekarang, di mana ia dan Ryan yang tercatat baru saja sembilan hari hidup bersama di unit apartemen mewah itu, Vanessa sudah mengakui bahwa Ryan adalah makhluk hidup teraneh yang pernah ia temui selama ini.

Vanessa sudah dua kali kuliah, sudah berpindah-pindah tempat berulang kali. Dia harus mengekos dan belum lagi ketika ia harus ikut pertukaran mahasiswa atau bahkan penelitian gabungan di luar negeri. Hal itu sudah lebih dari cukup untuk memberikan pengalaman bagi Vanessa untuk bertemu orang-orang yang berbeda selama ini. Tapi ..., yang melebihi kegilaan Ryan? Ehm ... sepertinya belum Vanessa temukan di mana pun.

Maka bukanlah hal yang aneh bila mendapati Vanessa nyaris melongo dengan mulut menganga dan mata melotot melihat Ryan sore itu.

Ryan + sepot bunga mawar + lagu dangdut = Vanessa semakin gila.

Untuk beberapa saat, Vanessa bahkan tidak tau harus merespon cowok itu dengan tanggapan yang seperti apa. Alih-alih untuk menuruti emosinya –mengambil pot itu dan langsung melemparnya ke kepala Ryan-, Vanessa pada akhirnya hanya melontarkan satu pertanyaan pada cowok itu. Sekadar untuk klarifikasi.

"Kamu beneran ngasih aku bunga mawar pake pot?"

Mendapati pertanyaan itu, Ryan justru mengedip-ngedipkan matanya. Terlihat begitu bangga. Bahkan dagunya sampai terangkat tinggi. Mungkin alih-alih mengira Vanessa syok, cowok itu justru menduga kalau Vanessa begitu kaget terharu.

"Ya iya dong, Sa. Kan kemaren aku udah ngomong mau ngasih kamu bunga mawar pake pot," jawab cowok itu. "Buat acara candle light dinner kita."

Vanessa mengerjap sekali.

Dan Ryan masih dengan percaya dirinya lanjut berkata. "Laki itu megang kata-kata. Lagipula, cuma perkara mawar doang. Kecil untuk aku. Di depot mah banyak. Tinggal ngambil doang mau yang mana. Ha ha ha ha."

Vanessa benar-benar tidak habis pikir.

"Lihat kan bedanya aku sama cowok lain?" tanya Ryan dengan begitu angkuh. "Cowok lain mah cuma ngasih satu tangkai mawar potong. Udah mawar potong, eh dikasihnya setangkai pula. Dikasih pagi eh malamnya udah layu. Beda dong sama aku. Pake potnya sekalian aku kasih. Ha ha ha ha." Ryan tergelak-gelak. "Coba aja kamu itung di sini ada berapa tangkai. Belum lagi sama bakal bunganya yang lain. Widih! Emang spektakuler banget suami kamu ini, Sa. Tiada bandingannya. Dari perkara bunga mawar aja nggak pelit. Ha ha ha ha."

Vanessa melongo. Setengah berpikir di dalam hati.

Ini beneran cowok yang jadi suami aku heh?

Mengabaikan ekspresi Vanessa yang terlihat seperti orang kurang makan selama seminggu, Ryan justru kembali melanjutkan filosofi bunga mawarnya.

"Mungkin kamu bertanya-tanya, kenapa aku ngebet mau ngasih kamu bunga mawar pake pot. Iya?"

Vanessa mengangguk kaku. "Iya," jawab Vanessa lesu. "Soalnya aku nggak abis pikir kenapa sampai ada cowok ngasih cewek bunga mawar pake pot tanah liat kayak gini. Aku nggak tau ada perubahan tradisi keromantisan akhir-akhir ini."

Ryan menyugar sekilas rambutnya. "Jangan samakan aku dengan cowok lain, Vanessayang. Kalau aku jelas ngasih ini karena menganggap kamu begitu spesial."

"Ah?"

"Sepot mawar merah ini adalah doa. Agar pernikahan kita bisa terus hidup ..., tumbuh ..., dan berbunga. Menyebarkan keindahan ke semua yang melihatnya."

Sudahlah.

Vanessa memijat dahinya.

Sepertinya kepala gadis itu mendadak berdenyut lagi.

Kuliah Tapi Menikah 🔞 "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang