Sebagai seorang mahasiswa senior yang mengambil ulang mata kuliah untuk semester dua, Ryan mendapati bahwa siang itu hanya ada dirinya dan Abid mahasiswa senior yang mengulang mata kuliah Botani. Peserta praktikum lainnya bisa dipastikan adalah mahasiswa baru semua. Maka jangan heran ketika Ryan dan Abid mulai melangkah menaiki tangga menuju ke lantai atas di mana ruang praktikum Botani berada, mahasiswa juniοr itu justru lebih sopan terhadap dirinya dibandingkan Farrel yang berstatus sebagai asisten dosen. Yah bagaimanapun juga, Farrel masih terbilang juniοr setahun dibandingkan Ryan dan Abid.
Ketika sampai di lantai atas, Ryan dan Abid segera berbelok ke kanan. Melewati koridor dan menemukan beberapa juniοr yang berkumpul. Berbisik-bisik dengan begitu antusias.
"Gila! Aku nggak nyangka milih jadwal praktikum yang pas."
"Ibu Vanessa, bro! Hahahaha. Kayak yang lagi hoki banget nggak sih kita?"
"Bisa betah mata ini melek selama dua jam walaupun jam praktikum kita pas lagi jam tidur siang."
"Hahahaha. Bakal rugi dong kalau tidur. Orang kenyataan lebih indah daripada mimpi."
Ryan menoleh. Menatap wajah para mahasiswa yang tengah membicarakan Vanessa. Namun, ia tetap melangkahkan kakinya. Hingga kemudian ia dan Abid telah sampai ke ruang praktikum. Mereka segera duduk di dalam sana.
"Stres anak-anak itu," gerutu Ryan.
Abid yang merupakan teman dan sekaligus sahabat Ryan melirik. "Anak-anak yang mana?" tanyanya bingung.
Kepala Ryan bergerak. Menuju ke arah luar. "Itu para bocah di koridor."
Sejenak Abid masih mengingat-ingat. Bocah di koridor mana yang dimaksud oleh Ryan tersebut.
"Mereka sebenarnya mau praktikum atau mau ngeliatin Bu Vanessa sih ya?" tanya Ryan kembali menggerutu.
Abid terbengong. Tapi, detik selanjutnya ia tertawa. "Oalah. Aku pikir bocah apaan. Ternyata itu toh."
Ryan menatap Abid malas.
"Lagipula ya wajar kali mereka semangat gitu," kata Abid sumringah. "Emangnya siapa yang betah belajar Botani kalau dosennya nggak cantik kayak Bu Vanessa?"
Eh? Ini anak malah ikut-ikutan?
"Kita lihat, Man. Botani ini keliatannya aja yang mudah, tapi aslinya ... beuh. Yang ngulang banyak. Emangnya siapa yang bisa hapal semua jenis buah? Buah sejati buah palsu? Buah sejati tunggal berdaging dan kering? Buah sejati kering bla bla bla bla hanya untuk satu polong kacang tanah?" Abid geleng-geleng kepala. "Ck. Karena itu memang seharusnya dosen yang ngajar mata kuliah ini sebangsa yang sabar hatinya, ramah orangnya, dan cantik wajahnya."
EH?
Mata Ryan melotot.
"Dan semua kriteria ada di Ibu Vanessa."
Mata Ryan masih melotot.
Tangan Abid mendorong pundak Ryan sekilas. "Yang kayak kamu nggak aja, Yan. Kamu nggak lupa kan gimana ngototnya kamu buat ngajak aku ngulang ini mata kuliah? Padahal juga cuma B."
Gelegapan, Ryan berkata. "Buat ngisi waktu luang. Lagian kan nggak rugi juga. Ya kali kita bayar mahal-mahal uang semesteran, tapi masa cuma ngambil skripsi. Kan rugi."
"Ih. Terus ..." Mata Abid menajam. "Kamu nggak lupa kan kalau seminggu yang lewat kamu nekat nanya ke laboran jadwal dosen praktikum Botani?"
Mata Ryan mengerjap. Tak bisa menjawab. Dan yah, itu memang benar adanya. Seminggu yang lalu dia memang nekat mendesak laboran untuk melihat jadwal dosen praktikum Botani. Hal itu ia lakukan supaya bisa mengambil kelas praktikum Vanessa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kuliah Tapi Menikah 🔞 "FIN"
RomanceJudul: Kuliah Tapi Menikah Genre: Romantis Komedi Manis (18+) Status: Tamat Cerita Kedua dari Seri "Tapi Menikah" Buat yang belum dewasa, sangat tidak disarankan untuk membaca! ********* "BLURB" Masa sih menikahi dosen sendiri? Yang benar saja. Riz...