[7.4/1] Kanvas, Cat, dan Gallery Art

134 25 7
                                    

Kamis pagi yang begitu cerah. Awan-awan bergerombol layaknya domba-domba di padang rumput yang hijau. Bau tanah sisa hujan tadi malam menyeruak menyapa rongga hidung. Memberi sensasi sejuk yang menenangkan. Serpihan ranting berserakan di halaman depan. Daun-daun menumpuk di jalanan. Tergeletak mengenaskan, menunggu untuk disapu.

Surya bangun lebih awal hari ini. Selain karena ada janji, dirinya terusik dengan ocehan Langit dan Luna di dapur. Alhasil, daripada Surya berdiam diri di rumah, ia memutuskan untuk pergi ke galeri tempatnya janjian bersama seseorang. Masih pukul 10 pagi, galeri terlihat sepi. Bahkan, seorang OB sedang membersihkan lantai ditemani siulan dari bibirnya. Menunggu adalah hal biasa bagi Surya. Yang menjadi hal tak biasa adalah siapa yang ia tunggu kali ini.

"Hai, udah lama nunggunya?" tepukan seseorang membuat Surya beralih dari gawainya. Senyumnya terbit begitu melihat gadis cantik itu sudah berdiri di depannya.

"Nggak kok."

Tasya tersenyum. Memperlihatkan gigi gingsul yang mampu membuat pertahanan Surya sedikit goyah. Seorang Surya yang terkenal garang ternyata bisa salting hanya karena senyum manis Tasya.

"Masuk, yuk?" ajak Tasya yang disambut riang oleh Surya.

Hari ini, Tasya secara khusus mengajak Surya berkeliling gallery art milik salah satu saudaranya. Alasannya simpel, karena Tasya tahu kalau Surya suka hal-hal berbau seni. Tentu saja Surya tak akan menolak ajakan Tasya, justru Surya terlalu bersemangat.

"Kita boleh masuk, nih? Emang udah buka?" Surya melihat sekeliling. Terbesit dibenaknya kalau mereka berdua terlihat seperti penyusup di galeri yang sepi.

"Hahaha, boleh lah. Gue udah izin sama saudara. Orang-orang disini juga udah kenal gue. Jadi santai aja," jelas Tasya. Gadis dengan balutan kemeja rapi itu kepalang gemas karena tingkah Surya yang takut-takut untuk masuk ke galeri.

"Yakan siapa tau."

Tasya mengajak Surya melihat hasil karya dari saudaranya dan seniman-seniman lain. Ruangan yang cukup besar ini hanya berisi lukisan-lukisan abstrak, pemandangan, dan beberapa patung. Kata Tasya, setiap lukisan punya arti dan makna. Tapi, Surya masih belum mengerti apa pesan yang akan disampaikan seniman di sebuah kanvas. Yang Surya lihat hanya coretan-coretan warna yang begitu menarik untuk dilihat. Sayang, Surya tidak diizinkan memotret karya seni disini.

"Terus yang ini......kalau gak salah sih dia ngelukis waktu lagi summer di Jepang deh. Lupa gue, pokoknya saudara gue pernah cerita," Tasya masih menjelaskan secara singkat tentang lukisan yang digantung di dinding.

"Keren. Gue cuma pernah ke pameran kecil. Belum pernah lihat gallery art yang segede dan sekeren ini."

"Lo belum lihat yang atas. Lo pasti suka, karena lo juga menggeluti bidang itu."

Tasya menuntun Surya menuju lantai dua. Disana hanya ada penyekat dari kaca. Banyak figura yang menggantung di setiap dinding dan kaca.

"Ini jepretan asli? Bukan lukisan, iya kan?" tanya Surya.

Tasya mengangguk, "Iya, saudara gue juga suka foto-foto. Sebenernya ini bukan buat dipamerkan. Tapi, khusus buat lo, lo gue ajak lihat ini. Gimana?"

Surya tak bisa menahan senyumnya. Foto-foto disini luar biasa indah. Kontras warna, sudut foto, dan pencahayaan semuanya sempurna. Sebagai pekerja part time yang berkecimpung di dunia fotografi, harus Surya akui kalau saudara Tasya sangat berbakat dalam hal ini. Sangat jelas terlihat dari jepretan-jepretan yang ada disini.

"Thank you, Tas."

Tasya menoleh, menatap Surya yang masih mengagumi salah satu foto. "Anything, Sur."

SEMESTA [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang