Kelap-kelip lampu kendaraan bersama dengan senandung merdu klakson yang bersahut-sahutan, ditambah pancaran sinar bulan yang begitu megah di atas sana. Malam Minggu rasanya menjadi malam yang pas untuk menghabiskan waktu untuk pergi jalan-jalan bersama pacar atau gebetan. Tak sedikit pula orang yang memilih untuk nongkrong bersama teman-temannya di malam favorit seluruh umat. Teriakan penuh umpatan sesekali terdengar di telinga, tawa menggelar pun tak kalah hebohnya.
Di sebuah lapangan indoor dengan dua gawang yang saling berhadapan, Surya menggiring bola menuju gawang lawan. Seruan puas terdengar sangat heboh ketika laki-laki bongsor yang memakai baju singlet itu mencetak gol dan berhasil memenangkan sparing futsal kali ini. Di depan sana, lebih tepatnya di gawang, seorang pemuda dengan cengiran bodohnya ikut berseru penuh kemenangan. Ya, alih-alih memilih untuk berduaan bersama Nadhira, Langit justru terdampar di sebuah gor yang Saka sewa untuk mereka futsal bersama. Banyak anak lain yang ikut bermain bersama mereka. Rata-rata berasal dari jajaran teman nongkrong Saka di kampus maupun luar kampus. Katanya sengaja mengajak sparing untuk menambah kenalan.
"Weiss, santai dong, Sur!" gerutu Langit ketika Surya melempat sebotol air mineral. Untung saja botol itu berhenti tepat di depan kakinya, coba kalau lebih keras sedikit, bisa dipastikan kalau perut sixpack Langit yang akan menjadi sasarannya.
Surya justru tertawa terbahak melihat eskpresi kaget Langit. Kaos singlet yang tadi dipakainya entah sudah beralih dimana, hanya menyisakan tubuh kekar Surya yang penuh keringat saja. Ini kalau ada mahasiswi-mahasiswi fans Surya, bisa dipastikan kalau mereka akan berteriak histeris.
Langit menyisir rambutnya ke belakang, "Mampir Mang Odin yok, Sur? Gue pengen nasi goreng babat."
"Cewek-cewek pulang jam berapa, ya? Takutnya kalau dibeliin sekalian malah mereka udah makan di luar," ucap Surya.
"Ya elo chat Adinda Esther lah!"
Biasanya, orang akan malu-malu jika disinggung soal gebetannya. Atau bahkan menepis seolah-olah mereka tidak menyukainya. Tapi hal itu tidak berlaku untuk Surya disini. Di luar perkiraan Langit yang mengira kalau Surya akan gengsi menghubungi Esther duluan, karena memang mereka jarang berkomunikasi lewat media sosial. Surya justru dengan santainya mendial nomor Esther di handphonenya. Perasaan tadi Langit hanya menyuruh Surya untuk chat Esther, tapi justru Surya malah menelepon Esther langsung. PDKT macam apa ini?
Deringan kelima baru lah panggilan Surya terhubung, "Hallo, assalamualaikum, Ther. Lo lagi dimana?"
"Waalaikumsalam, di Gramedia. Kenapa?"
"Nggak sih. Cuma kangen," Surya terkikik geli ketika mendapati Esther mengendus malas di seberang sana. Langit pun menatap Surya dengan tatapan jijiknya. "Nggak, bercanda elah. Gue sama Langit pulang futsal mau mampir Mang Odin, Luna udah makan belum?"
"Belum. Tadi cuma makan tiramisu sama ngopi doang." Esther terdengar menjeda kalimatnya karena diajak bicara oleh Luna. Samar-samar Surya dengar suara Luna yang meminta pendapat beli binder warna pink atau biru pastel. "Eh, sama siomay deng tadi," lanjutnya.
"Yaudah, gak usah beli makan. Biar gue beliin sekalian."
"Luna doang yang ditanyain? Gue nggak?"
Senyum jahil menghiasi wajah Surya. Raut wajahnya sangat menunjukkan kalau laki-laki satu ini sedang kasmaran. Pasalnya, Surya adalah tipikal orang yang sangat mudah ditebak jika sedang jatuh cinta. Raut wajahnya, binar dimatanya, sampai senyum di bibirnya itu menunjukkan semuanya. Mau ditutupi serapat apapun pasti orang-orang peka seperti Langit dan Esther akan memahaminya.
"Halah, manja lo. Biasanya juga jual mahal sama Surya," seloroh Langit.
"Heh kok ada Pinokio?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMESTA [end]
FanfictionSemesta Persahabatan, Cinta, dan Cita-Cita. Tentang bagaimana semesta mempertemukan empat serangkai yang orang sebut sebagai sahabat. Dan tentang bagaimana bumbu-bumbu cinta yang empat serangkai itu rasakan. Hingga tentang bagaimana cara semesta men...