Malam ini sunyi, tak ada bulan dan bintang yang berpendar binar indahnya. Dua cangkir teh hangat yang sisa setengah menjadi bukti bahwa waktu sudah berlalu cukup lama untuk keduanya duduk diam. Deritan pagar yang dibuka dengan kasar membuat keduanya tersentak kaget. Buru-buru sang pemuda beranjak dari duduknya dan menghampiri sumber suara yang sedikit gaduh di luar. Si gadis juga ikut ke depan, langkah kakinya melambat ketika melihat seseorang yang menyeramkan.
"Esther, lo ngapain?"
"Lang, Lang, tolong ambilin kotak P3K buruan!!! Luna, tolong air hangat. Cepetan!"
Entahlah apa yang sudah terjadi, tapi dua orang yang namanya disebut langsung melaksanakan apa yang Esther minta. Gerusukan di dapur dan ruang tengah sedikit membuat Esther mengendus malas. Saking paniknya, Langit sampai bawa remote TV ke ruang tamu. Pun dengan Luna yang juga masih membawa serbet kotor dipundaknya. Mati-matian Esther menahan tawanya, waktunya tidak tepat untuk sekedar menertawai Langit dan Luna.
"Dia siapa, Ther?" pertanyaan Langit disambut senyum dari si pemuda yang mukanya bonyok.
"Gue Surya. Gu-"
"Bentar, lo diam aja bisa gak? Gue susah mau ngobatin," kata Esther galak. Pemuda yang memperkenalkan diri sebagai Surya itu pun mengikuti titah Esther.
Dengan telaten, Esther mengobati dan mengompres luka-luka Surya yang terlihat mengerikan. Lebam disana sini, kakinya lecet semua, ditambah sebuah tas gunung tergeletak mengenaskan. Dia musafir apa gimana? Pikir Langit kala itu.
Sepertinya Langit adalah satu-satunya orang yang memperhatikan tas Surya disebelah pintu yang terbuka lebar, "Lo habis muncak?"
"Gue habis diusir dari kosan," ucap Surya pelan sambil memegang ujung bibirnya yang berdarah. "Gara-gara berantem sama kating."
Jawaban Surya membuat ketiganya mendelik. Luna menutup mulutnya, memikirkan hal-hal yang membuat dirinya bergidik ngeri. Mereka masih mahasiswa baru, bisa-bisanya Surya sudah melakukan hal seperti ini. Langit geleng-geleng, salut dengan keberanian Surya yang dianggapnya nekat.
"Terus sekarang lo mau gimana?" Esther selesai memasang plester di siku kanan Surya. Sedangkan yang ditanya hanya mengedikkan bahu acuh. Nginep di rumah temannya mungkin?
Tiba-tiba sebuah ide muncul di kepala Langit. Laki-laki itu tersenyum sumringah, "Gimana kalau lo tinggal bareng kita? Patungan berempat bayar sewanya. Masa gue laki-laki sendiri disini, kan gue butuh teman segander. Ya?"
Esther mengangguk setuju. Giliran Luna yang harus memberi suara. Dirinya masih ngeri dengan Surya yang terlihat sangat menyeramkan.
"Terserah kalian. Tapi bilang Bude Yani dulu," ucap Luna pada akhirnya.
Langit dengan sok akrabnya merangkul Luna dan menepuk dada kirinya, "Masalah izin biar gue yang urus. Oke? Nah sip. Yok, bro, gue tunjukin kamar lo. Di bawah, depan kamar gue. Kalau di atas punya cewek-cewek ini." Langit sudah berganti merangkul Surya dengan entengnya. Ringisan pelan dan tatapan tajam Surya membuat Langit meminta maaf karena lupa kalau Surya lagi bonyok.
••
Satu bulan untuk mereka beradaptasi bersama-sama. Surya sudah selesai mengurus semua kepindahannya ke rumah ini dan sudah resmi menjadi anak kost bersama tiga lainnya. Langit senang karena mendapat teman baru yang bisa diajak tukar pikiran. Kebetulan mereka berdua punya minat yang sama dengan kamera. Esther juga senang, karena rupanya Surya pandai memasak. Bisa menjadi teman bertukar resep masakan bersama. Berbeda dengan Luna, gadis itu masih canggung ketika berhadapan dengan Surya. Memandang si pemuda dengan ngeri dan selalu menolak jika harus melakukan aktivitas berdua.

KAMU SEDANG MEMBACA
SEMESTA [end]
FanfictionSemesta Persahabatan, Cinta, dan Cita-Cita. Tentang bagaimana semesta mempertemukan empat serangkai yang orang sebut sebagai sahabat. Dan tentang bagaimana bumbu-bumbu cinta yang empat serangkai itu rasakan. Hingga tentang bagaimana cara semesta men...