[14.3] Buah dari Penantian

130 28 18
                                    

Ramai mahasiswa ditambah dengan alunan musik yang menggema seantero ruangan menjadi awal dari cerita hari ini. Mahasiswa laki-laki yang sibuk menggulung kabel, gadis-gadis yang bergosip ria, dan seorang dosen yang sesekali memerintahkan ini itu. Panggung teater yang barusan dibongkar adalah penghujung dari acara tahunan yang sudah rampung mereka laksanakan. Kemarin merupakan hari puncak dimana semua mahasiswa dan mahasiswi yang tergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Teater beradu kelihaian di atas audiotorium teater.

Langit masih duduk di pojokan, berkutat dengan kardus-kardus bekas yang sudah lecek. Sebagai anggota teater, Langit suka berlakon bersama pemain lain. Mungkin di cerita ini kemampuan akting Langit kurang tersorot, tapi percayalah kalau Langit adalah aktor teater yang baik. Khususnya untuk teater kampusnya. Pemuda berhidung mancung itu selesai dengan tugasnya bersama kardus, menghampiri sang ketua UKM yang kelihatannya kesusahan menurunkan lighting besar yang terpasang di sudut panggung.

Terlalu banyak kegiatan yang bisa diceritakan, terlalu sibuk sampai entah apa yang harus dijelaskan. Langit selesai ketika adzan dzuhur berkumandang. Leyeh-leyeh di ruang teater yang dingin bersama puluhan orang lain yang sama lelahnya. Berkali-kali Langit ditawari makanan, tapi ia tolak dengan halus karena setelah ini Langit ada janji buat nongkrong di warung kopi biasa bersama Surya. Laki-laki itu sudah mempersiapkan perutnya untuk makan dua porsi mie rebus ekstra telur khas warkop pinggir kota. Begitu selesai menjalankan sholat dzuhur berjamaah, Langit pamit undur diri duluan karena ada janji. Dengan begitu, motor Nmax hitam kesayangannya melaju membelah kota yang padat. Langit sengaja mampir di pom bensin, bahan bakar kendaraannya sekarat jadi lebih baik isi bensin dulu daripada besok pagi harus berangkat lebih awal.

"Oy! Udah lama lo?" sapa Langit begitu dirinya sampai di warung kopi dan melihat Surya tengah sibuk dengan laptopnya. Hampir saja Surya menendang Langit kalau Langit tak buru-buru menghilang dari sampingnya. Pemuda itu memesan mie kuah rasa ayam bawang dua dengan ekstra telur dan sawi. Beh, mantap sekali.

"Udah kelar semua acara lo?"

Si Pinokio mengangguk santai, "Kelaaaarrrr. Akhirnya gue bisa ngerjain tugas dengan bebas." Langit meregangkan otot-ototnya. "Oh iya, kemarin gue ngobrol sama Esther di bukit."

"Ngobrol apa?" tanya Surya singkat, masih sibuk dengan laptopnya.

"Galau anaknya. Daren juga kelihatannya biasa aja, kayak nggak ada niatan apa gitu buat Esther paham. Malah santai-santai aja tuh," kata Langit heran.

Surya berdecih pelan. Menyimpan file dan mematikan laptopnya. Matanya kini menatap Langit tajam, "Orang yang dianggap sempurna aja brengsek. Gue tahu sekarang dia dekat sama Ratih, anak FK yang katanya ukhti. Tau lah niatnya apaan, tapi semoga gak berujung kayak Esther."

Keduanya diam. Bergelut manja bersama benang kusut dan memori usang yang berputar bersamaan. Mendengarkan deruan kendaraan di luar sana, menatap peliknya kota di siang yang cerah. Mendadak bibirnya kelu, terlalu banyak hal yang ingin dibicarakan sampai membuat keduanya bingung harus mulai darimana.

"Lo gimana?"

Pertanyaan Langit itu memicu kekehan renyah dari Surya. "Gue kenapa? Baik-baik aja perasaan. Lo tuh yang gimana sama Nadhira? Gak jadian-jadian perasaan."

"Yeeee, si tolol. Kalau gue mah udah pasti punya Nadhira, lah elo?"

"Ck, gue mah gampang."

Mie rebus pesanan Langit datang, ditemani segelas es teh manis yang begitu menggoda. Langit menyesap tehnya dan mengaduk mie instan yang mengepulkan asap panas. Perlahan tapi pasti, Langit mulai menikmati mie rebus itu sampai lupa dengan kata yang akan diucapkan pada Surya.

"Lo gak kepikiran CLBK sama Esther?" Langit bertanya tanpa dosa. Membuat tatapan Surya beralih menjadi garang karena itu adalah hal sensitif baginya.

"Sopan lo tanya begitu sama orang yang baru putus?" ucapan Surya barusan justru membuat Langit terpingkal sampai tersedak mienya sendiri. Langit mengusap lehernya yang panas akibat tersedak mie rebus panas.

SEMESTA [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang