Hari yang terlalu indah untuk dilewatkan. Cerah dan berawan, sepoi-sepoi angin membawa terbang debu halus yang memuakkan. Truk tangki membasahi jalanan sehabis menyiram pohon-pohon trembesi yang terlihat segar. Orang-orang berlalu lalang di perempatan, bergantian bersama pengendara yang akan melintas. Lampu jalan berganti warna beraturan. Seorang polisi berusaha menertibkan jajaran angkutan umum yang berhenti dipinggiran jalan dekat pasar. Jembatan penyebrangan pun terlihat padat merayap.
Surya masih disini. Di kedai kopi yang menjadi saksi perjalanannya selama ini. Ditemani kopi hitam dan sepiring mie instan goreng yang tinggal bumbunya. Surya hanya diam, handphone ditangannya menampilkan sebaris chat yang begitu menyedihkan.
-
Tasya❤️
I'm so sorry, by!
Hari ini aku ada rapat, nanti siang ikut mami ke rumah temannya.
Next time ya? I promise😟-
Lagi-lagi, Tasya membatalkan janji yang sudah mereka berdua rencanakan. Belum genap sebulan, tapi Surya sudah merasakan perbedaan pada sikap Tasya. Tapi, Surya tidak boleh egois. Surya harus mengerti bagaimana kesibukan pacarnya. Karena bagaimanapun, Tasya adalah memang bukan perempuan yang bisa jalan kapan aja. Hembusan nafas kasar dan kepulan asap rokok membaur menjadi satu. Ya, Surya merokok kali ini. Tanpa ketahuan Luna tentu saja. Akhir-akhir ini pikirannya terpecah belah, Surya merasa fokusnya hilang. Ditambah deadline foto dan tugas-tugas yang tak berkesudahan. Apalagi ayahnya yang begitu riweuh berkabar soal pengangkatan kakaknya menjadi perwira berpangkat letnan.
"Ngalamun aja lo!"
Sebuah tepukan menyadarkannya, memaksa Surya kembali ke dunia nyata. Surya menoleh, mendapati Wisnu sedang nyengir tanpa dosa. Ditemani buku gambar atau apa lah itu Surya tak paham dunia per-arsitek-an. Wisnu melenggang pergi ke meja pemesanan dan kembali bersama Surya.
"Nggak kuliah, bang?" tanya Surya mencoba basa-basi. Wisnu mengedikkan bahunya malas, "Baru balik. Lo?"
"Tipsen."
Decakan kasar dari Wisnu membuat Surya terkekeh singkat. Surya tahu kalau Wisnu adalah mahasiswa teladan yang tak pernah tipsen, apalagi bolos. Wisnu berterimakasih pada Kang Asep saat kopi pesanannya mendarat dengan mulus dihadapannya.
"Bang, lo gak bosen apa hidup dikekang mulu?"
Surya mulai deep-talknya. Wisnu menyesap kopi luwak dengan khusyu. Mengabaikan perkataan Surya sebentar dan menikmati sensasi panas yang membara dikerongkongannya. Orang-orang memadati kedai kopi. Rata-rata pelanggannya adalah mahasiswa yang suka nongkrong sambil ngopi-ngopi santai habis kuliah. Beberapa diantaranya menyapa Surya, tidak banyak, hanya segelintir saja. Kang Asep sedikit kewalahan menyajikan kopi dari meja ke meja. Biasanya Kang Asep bersama adiknya, tapi entahlah hari ini hanya sendiri.
"Yang lo lihat gak selamanya bagus dan kekangan gak selamanya jelek. Menurut gue, kekangan dari bokap gak selamanya buruk. Gue bosen, iya, bosen banget. Tapi gue tau, bokap gue seperti itu juga demi gue, demi masa depan gue," jawab Wisnu santai. Cuma bersama Surya Wisnu bisa berbicara sedikit lebih banyak. Karena mereka sering menghabiskan waktu bersama sebelum Wisnu pergi ke Jerman setahun lalu.
"Ck, kenapa juga gue tanya elo. Padahal jelas kita beda presepsi soal ini," Surya lagi-lagi menghela nafas. Siang menjelang sore, di kedai kopi yang padat, dua orang dengan isi kepala yang berbeda sedang berdiskusi ringan soal kehidupan yang membosankan.

KAMU SEDANG MEMBACA
SEMESTA [end]
FanfictionSemesta Persahabatan, Cinta, dan Cita-Cita. Tentang bagaimana semesta mempertemukan empat serangkai yang orang sebut sebagai sahabat. Dan tentang bagaimana bumbu-bumbu cinta yang empat serangkai itu rasakan. Hingga tentang bagaimana cara semesta men...