Batas kepura-puraan (1)

3.9K 780 44
                                    

Hujan meteor menghiasi langit malam yang penuh bintang. Pemandangannya begitu indah hingga dapat menggugah hati siapapun yang melihatnya, tapi tidak untuk Min (Y/n).

Hujan meteor itu adalah pertanda bahwa skenario utama yang ketiga sudah mulai disiapkan. Mulai saat ini, Kota Seoul perlahan akan semakin hancur dengan setiap skenario demi skenario yang akan berlangsung.

Menatap langit malam sebari berjalan mendekati sungai Han. Seharusnya malam ini Kim Dokja akan keluar dari dalam Ichthyosaurus, jalanan kini dipenuhi dengan mosnter-monster Lv. 7 berlalu lalang.

Suara pertarungan antar monster juga tak jarang didengar oleh (Y/n). Memang, tidak hanya manusia yang kini harus bertahan hidup. Bahkan monsterpun saling bertarung untuk memperebutkan tempat tinggal.

(Y/n) sendiri harus benar-benar berhari-hati dalam mengambil setiap langkah yang ia ambil. Jelas, dia tidak ingin menjadi sasaran selanjutnya para monster.

Kalian bertanya bagaimana bisa (Y/n) berjalan diantara asap yang terposuli? bisa dibilang dia menaikkan level immunitynya cukup banyak. Dengan melakukan itu setidaknya wanita ini dapat berhatan cukup lama di daerah yang kini terpolusi.

Krrrahh!

Ah suara ini, walau di novelnya memang tidak ada sound effect. Tapi (Y/n) tau pasti apa mahkluk tersebut. Diliriknya kearah asal suara.

Sosok itu berupa monster raksasa berukuran lebih dari 30 meter. Kabut ini adalah angin buangan alias kentut dari monster level 7, Badak Perkasa Beracun. Badak itu mendengus dan bertarung menghadapi sesosok monster lain di tengah kabut, yang kalau dilihat dari bayang-bayangnya, kemungkinan merupakan spesies raja serangga.

Seharusnya Dokja sudah berada disekat sini. Melirik kesana kemari akhirnya (Y/n) menemukan minimarket terdekat. Seharusnya disini lokasi Dokja berada setelah mengambil beberapa pakaian.

Tiba-tiba sebuah tangan menyentuh pundak (Y/n). Membalikkan tubuhnya, manik (E/c) nya disapa dengan penampakan seseornag yang sangat familiar. "Loh Dokja!?" Seru (Y/n) dengan nada kecil, tidak ingin menjadi pusat perhatian monster.

Kini dihadapan wanita itu berdiri sosok Kim Dokja yang mengigit paru-paru monyet Ellain. Dokja bingung kenapa wanita ini berjalan sendirian? terlebih lagi di tengah area berbahaya seperti ini. Bukankah harusnya anak kecil bersurai merah itu menempel padanya?

Ingin sekali Dokja bertanya, tapi dia tau mereka tidak bisa berbicara disana. Karena itu Dokja memilih untuk mempercepat kegiatan yang sudah direncanakannya tadi, mencari makanan.

Mengetahui apa yang Dokja lakukan, (Y/n) langsung mencari beberapa kantong plastik yang berada dimeja kasir. "Dokja gunakan saja ini," ucap (Y/n) memberikan 4 kantong plastik tadi.

Pria bersurai hitam mengangguk. Tangannya mengelus kepala (Y/n) beberapa kali sebagai tanda terima kasih. Tidak butuh waktu banyak, Dokja segera mengisi keempat kantong plastik itu sepenuh-penuhnya.

"Tolong...tolong."

Ada seorang wanita muda yang terbaring di pojokan. Reaksi dari kabut beracun tampak di permukaan kulitnya, tetapi masih tidak begitu parah, sebab ia menggunakan masker tertutup. Jaket yang ia pakai terbuka di separuh badannya, dan ada sobekan di rok yang ia kenakan.

Wanita itu adalah Jung Heewon.

(Y/n) bergegas mendekat kearah sang wanita untuk memerika kondisinya. "Dokja dia masih bisa selamat," ujar (Y/n) dengan wajah khawatir. Mereka tidak punya banyak waktu lagi.

Sang pria bersurai hitam menggendong Heewon, sementara (Y/n) mengikuti mereka sambil memegang kantong plastik milik Dokja tadi. "Stasiun Gumho 100 meter, kita tidak akan sempat," ujar (Y/n) mengetahui rencana Dokja.

𝐽𝑒𝑤𝑒𝑙𝑒𝑑 𝑒𝑦𝑒𝑠Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang