Setelah si dokkaebi menghilang, belasan korban luka-luka bertebaran di peron 3. Saat ini, di peron ini hanya ada 1 kamar yang tersedia. Dan karena tidak ada orang yang kuat, maka mereka yang sama-sama lemah saling hantam satu sama lain tanpa ada yang menyerah.
"Mati! Mati!"
[Waktu tersisa sebelum skenario ke-3 aktif adalah 30 menit.]
Di tengah kericuhan ini, Dokja, (Y/n), dan Hanna hanya duduk diam sembari menunggu. Tentunya posisi duduk Hanna dan (Y/n) sedikit lebih jauh dari Dokja. Karena (Y/n) tau Hanna ingin menceritakan beberapa hal pribadi tentang dirinya.
Seperti kehidupan sekolahnya, bagaimana cara Hanna mengalahkan kakak kelasnya, hingga saat guru-guru tercengang melihat nilai Hanna yang sempurna. Padahal mereka pikir nilai Hanna akan jelek jika dilihat dari sifatnya.
Lagi pula sekarang Dokja pasti sedang berbicara pada Bihyung. (Y/n) tidak ingin menganggunya dulu untuk sekarang.
"Oh iya unnie, kenapa unnie membiarkan Chae dan Dae ikut bersama John apalah namanya itu?" tanya Hanna menatap (Y/n) dengan kepala yang dimiringkan. "Ya... bisa dibilang aku percaya pria itu bisa menjaga mereka." Tentunya (Y/n) tidak akan menceritakan semuanya, dia tidak mau identitasnya terbongkar dulu.
Hanna sendiri yang mendengar ucapan unnienya menangkap arti ucapan itu dengan salah. 'Apa jangan jangan... tidak, tidak, tapi masuk akal juga. Mana marga mereka Kim dan Yoo lagi...' batin Hanna menatap curiga (Y/n).
"Kau kenapa menatapku begiru?" tanya (Y/n) ketika mendapat tatapan aneh dari Hanna. Hanna hanya menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak kok unnie... abaikan saja aku..."
(Y/n) yang melihat tinglah laku aneh Hanna hanya mengangguk. Mungkin anak itu sedang mengalami mood swing, hal itu pasti akan terjadi kepada setiap anak remaja bukan?
"Aaargh!" Teriakan terakhir terdengar. Pemilik kamar di peron 3 pun akhirnya telah ditentukan.
[Zona Hijau 1/1]
"...Jangan mendekat!"
Seorang anak laki-laki menghunuskan pisaunya ke arah Dokja. Yang mengejutkan pria itu adalah, dia anak yang tadi sudah mengantar kami. Aku bahkan masih belum tau siapa namanya.
"Tenang saja, aku tidak akan merebut kamarmu." Ucap Dokja untuk menenangkan anak itu. Baru saja aku memikirkan itu, tiba-tiba, "Oh, Ahjussi santai sekali ya. Apa Ahjussi memang mau mati?"
Tanpa perlu menengok, Dokja kenal suara siapa itu. "Kayaknya kamu juga santai-santai aja ya."
"Tidak ada yang menyentuh kamarku. Mereka yang berani coba-coba bakal kukirim ke neraka." Jihye memutar-mutar pedang biru tua miliknya.
Kalau soal spek persenjataan, tidak ada yang bisa menandingi Lee Jihye, kecuali tentunya Hanna dan si Yoo Jonghyuk atau orang-orang dari Aliansi Tuan Tanah.
Lee Jihye menatapDokja dengan seksama dan berkata, "Aku tidak mau Ahjussi sampai mati. Habis Ahjussi tadi hebat banget waktu nantangin Guru."
"Tenang saja, aku nggak bakal mati kok. Meski nggak dapat kamar juga, bukan berarti aku bakal mati." Mendapat jawaban itu Jihye mengalihkan pandangannya kaerah (Y/n). "Senior mau kekamarku? masih muat untuk 3 orang lagi loh. Kalau mau senior boleh mengajak Hanna." Ucap Jihye kepada (Y/n).
Wanita itu tentunya menolak ajakan dari Jihye secara mentah-mentah. "Terima kasih, tapi dari pada aku. Apa aku bisa titip kedua anakku serta Hanna?" tanya (Y/n) menunjuk kearah Chaeyeong dan Daeseong yang berdiri didekat Jihye.
"Begitu ya... jika itu mau senior. Tenang saja mereka ada ditangan yang aman," ucap gadis remaja itu sembari mengelus kepala Chaeyeong dan Daeseong gemas. Kedua anak kembar itu sepertinya ngambek dengan (Y/n).
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐽𝑒𝑤𝑒𝑙𝑒𝑑 𝑒𝑦𝑒𝑠
FanfictionMenjadi seorang pembaca ORV, (Y/n) tidak dapat menerima apa yang menjadi akhir dari novel tersebut. Setidaknya karena itu dia membuat seorang karakter yang bernama Min Hanna. Menjalani hidupnya seperti biasa, tanpa (Y/n) sadari ia telah memasuki ker...