Reno tersenyum miring melihat kondisi wajah seseorang yang tak pernah dia anggap sampai kapanpun sebagai Papah kandungnya babak belur akibat ulah tangannya sendiri. Ini semua belum cukup, menghilangkan rasa sakit hati yang menjalar selama puluhan tahun dan sakit hati orang sekitar yang dia sayangi."Ada ucapan terakhir gitu, Pah" Akhir kata Reno mengejek,
"Maafin Papah, Reno. Papah tahu kamu marah. Tapi jangan ganggu keluarga Papah yang sekarang"
Reno tersenyum sinis, tak ada kata apa gitu selain maaf. Semua kata maaf sudah percuma sekarang. Ambisinya untuk menghancurkan keluarga itu terlalu kuat. Bahkan, sejak awal dirinya masih memberikan banyak kesempatan bukan.
Salah satunya, mereka bisa tersenyum bahagia, bahkan sampai jalan-jalan ke puncak segala. Dia memberikan toleransi dan tergolong baik hati membiarkan mempunyai waktu terakhir kalinya bersama.
Anggap saja, kesenangan terakhir sebelum dieksekusi bersamaan. Tinggal hitungan jam lagi, mereka semua lenyap di tangannya.
Tiba-tiba ditengah pembicaraan mereka berdua, ada seseorang menyelonong masuk ke dalam ruangan kerja Reno.
"Hai, Reno" Ujar seseorang itu penuh semangat membuka pintu.
Jian..
Sorot mata Reno tajam melihatnya, dia agak kesal seakan melihat pengganggu datang kemari. Namun, dalam hitungan detik dia tersenyum penuh makna. Ada ide muncul yang menjadikan semuanya lebih menarik.
Saat berjalan mendekati meja Reno, Jian selintas melihat seseorang duduk di sofa. Dia mulai mengamati lebih lanjut, wajah seorang pria yang cukup berumur dan darah merah bercucuran. Nampak baru- baru saja. Apa ini ulah Reno??
Jian terbelalak, dia baru sadar inikan Papahnya Aldiano. Ini benar-benar gila, untuk apa Reno melakukan ini.
Jian meneguk ludah, dia jadi bergidik ngeri apa Reno masih kategori manusia.
Seharusnya, dia tak datang sekarang. Ini bukan waktu yang tepat.Menyebalkan, gara-gara Zelvanya memintanya beberapa hari kemari. Mencari informasi malah begini jadinya.
"Lo udah siap, Jian"
Jian berbalik melihat Reno, sekujur tubuhnya mendadak merinding dan tak bisa bergeming. Mata Reno terlihat menusuk dan sorotan tajam.
Jian juga tak mengerti apa maksud dari perkataan Reno. Sebenarnya, dia kasihan dengan Papahnya Aldiano sejak tadi kedua bola matanya seakan memohon meminta pertolongan. Namun, dia juga tak bisa apa-apa.
"Gue ke wc bentar"
Alasan terbaik untuk menyelamatkan diri sendiri terlebih dahulu, jelas dia kabur. Urusan lain, dia bisa meminta bantuan setelah keluar darisini.
"Oke, siniin tas lo"
"Un..tuk apa?" Tanya Jian gugup.
"Cepet, katanya lo dipihak gue"
Sialan..
Apa kini dirinya ketahuan?
Jian agak takut, kalau Reno sampai curiga. Kemungkinan besar, dia dalam bahaya. Walau sebenarnya dia sudah mempersiapkan ini sebelumnya untuk berhati-hati. Tapi, kan tetap dirinya tak periksa mendetail.
Detak jantung Jian benar-benar tak karuan. Dia memberanikan diri menyerahkan tasnya pada Reno.
Reno mulai mengobrak-ngabrik isi tas Jian. Matanya langsung tertuju pada handphone. Itu barang terpenting bagi siapapun.
"Buka" Tegas Reno menyuruh Jian membuka kata pin handphonenya.
Jian menggigit bibir bawah semakin kacau saja pikirannya kemana-kemana, sembari menaikkan nafas kemudian menghembuskannya perlahan supaya menenangkan hati dan degup jantung yang semakin kencang.
Tangannya mulai sedikit gemetaran memasukkan pin satu per satu, tetapi ingat dirinya tak boleh menunjukkan.
Semakin takut, malah semakin ketahuan. Dia harus menampilkan wajah senatural mungkin dan melawan semua rasa takut berlebihan. Anggap, ini bukan apa-apa layaknya seorang pacar yang mengecek handphonenya.
Jian menggeleng dengan senyuman kecil, bagaimana bisa terlintas pikiran bahwa seorang Reno menjadi pacarnya. Itu sangat tak mungkin terjadi. Mereka jauh bertolak belakang dari sifat dan pola pikir.
"Kenapa lo senyum?"
Yah..ketahuan
"Eng..gak" Jian menggelak,
Reno memeriksa isi handphone Jian, mulai dari kontak terakhir dihubungi, Line ataupun whatsapp. Intinya aplikasi yang berhubungan dengan orang lain.
Reno menyipitkan mata,
"Lo sering kontekan bareng Anya kan"
"Siapa Anya?" Tanya Jian pura-pura bingung. Padahal, dirinya sering mendengar nama itu disebut.
"Zelvanya"
"Ya, kan itu cara gue mendapatkan kepercayaan mereka"
Reno mengangguk,
"Lo, kenapa nanya Anya pacaran sama Al"
"Biasalah, cuman basa-basi"
"Oke, lo boleh ikut gue ke rencana selanjutnya. Handphone lo harus gue sita, silahkan kalo lo mau ke wc. Tapi, kemanapun lo sekarang bakal diikuti orang suruhan gue"
Sialll..
Sepertinya, Jian juga tak bisa berbuat apa-apa lagi, otaknya sudah buntu tak ada jalan keluar. Bahkan, dirinya malah ikut terjebak disini. Padahal, jujur Jian berniat menyelamatkan Papahnya Aldiano. Kasihan, beliau seperti tak berdaya dan diam mematung sendirian disana.
Oke sekian cukup laah yaa
Berikan vote dan komentar
See you next part
Gimana part kali ini
Tungguin terus pokoknyaaa

KAMU SEDANG MEMBACA
YOUTUBER, MY PARTNER (SELESAI)
Romance(LENGKAP) CERITA KETIGA... HARAP FOLLOW DULU... PLISS VOTE AND KOMEN YAA.. PLUS JANGAN LUPA SHARE KE TEMAN-TEMAN KALIAN MAKASIHHH DON'T COPY PASTE Baca dulu siapa tahu ketagihan🤣 Usahakan sampai puluhan part bacanya biar tahu gimana serunya hehe�...