16.

43 7 0
                                    


Tak butuh waktu lama, detik itu juga Aline menghubungi nomor telepon Zelvanya. Bahkan, dia sudah bersiap sedia hingga sengaja menyelonong masuk terlebih dahulu ke dalam kamar Aldiano.

"Lo ngapain sih disini. Keluar" Usir Aldiano,

Aline hanya tersenyum manis, lalu melihat layar handphone menunggu sambungan teleponnya tersambung.

"Halo" Ucap dari sosok disana.

Aline langsung menyerahkan handphonenya ke Aldiano.

Tak langsung menerima, Aldiano mengerutkan kening.

"Siapa?" Tanyanya dengan bahasa isyarat.

"Angkat dulu" Sahut Aline suara kecil,

Aldiano menggeleng,

"Halo, ini siapa ya?" Ucap seseorang lagi via telepon.

Aline langsung melempar handphone begitu saja di atas kasur Aldiano. Setelah itu, secepatnya kabur dari kamar Aldino. Sejak awal, dia sudah memikirkan cara ini. Aline yakin hanya cara ini yang berhasil.

Aldiano menghembuskan nafas panjang melihat tingkah laku jahil Aline kesekian kali, dan tangannya bergerak mengambil handphone Aline di tengah kasur.

Saat melihat nama yang tertera di layar handphone Aline. Baru dia sadar bahwa adiknya sedang ingin mem-pranknya.

Keterlaluan.

Padahal, dia lagi pusing memikirkan dan mencari dimana letak handphone itu sekarang. Karena, isi kepala Aldiano menganggap hanya itu satu-satunya bukti yang membuatnya tak bersalah.

Tak hanya itu, yang membuat Aldiano bertambah pusing, adalah melihat para wartawan yang masih betah berdiri di luar. Sungguh, mengingat sang Mama mungkin akan marah lagi karena dirinya membiarkan wartawan itu sampai pergi sendiri.

Dan, satu lagi di area punggung dan perut Aldiano terasa bertambah nyeri. Sehingga dia merasa tubuhnya kurang nyaman untuk beraktivitas.

"Halo, ini siapa ya kalau gak penting saya matikan"

Tangan Aldiano bergerak memutuskan panggilan, namun terhenti saat..

"Ini Aline ya"

Aldiano menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskan. Setelahnya, menempelkan handphone tersebut ke telinga.

"Sorry, ini hp adik gue. Gue Aldiano"

"Oh oke, sesuai keinginan Aline. Saya bantu kamu menyelesaikan masalah kamu"

"Maksud lo"

"Yaa, masalah kamu yang ada di infotaiment"

"Gak perlu" Tolak keras Aldiano,

Bagi Aldiano, semua masalah yang dia punya harus diselesaikan sendiri. Tanpa bantuan siapapun. Lagipula, Zelvanya bukan sosok yang dia percaya dan baru kenal sehari atau lebih tepatnya hanya dalam hitungan jam.

"Saya membantu karena Aline, kamu gak kasian dia kena komentar dan hujatan gara-gara kamu"

Aldiano menjadi teringat bagaimana Aline terlihat sedih sewaktu membaca komentar negatif yang ada di kolom komentar beberapa konten youtube mereka. Sebenarnya, dia juga tak terima, Aline ikut kena imbas karena kebodohan yang tak sengaja dia lakukan.

"Oke"

Jika menyangkut soal keluarga, Aldiano tak perlu banyak berpikir mengiyakan sesuatu.

"Tapi, ada syaratnya"

"Apa?"

"Investasi ke perusahaan saya"

"Gak"

"Yasudah.."

Aldiano menghembuskan nafas kesekian kalinya. Dia berhadapan bukan dengan manusia sepertinya. Mana bisa saat seseorang kesusahan, malah diajak berbisnis. Gila.

"Gue akan berinvestasi, tapi lo harus kasih tahu gue semisal lo jadi gue sekarang apa yang akan lo lakuin"

"Hadapi wartawan di depan rumah kamu" Jawab Zelvanya langsung, tanpa berpikir.

Aldiano mengerutkan kening, terkejut. bagaimana bisa Zelvanya mengetahui. Padahal, dirinya sama sekali belum memberitahukan. Hampir, terlintas bahwa Zelvanya yang menyuruh para wartawan kemari.

"Lo kok tahu di rumah gue ada wartawan"

"Jelas kan, kamu orang yang sedang trending dan digosipin banyak orang bentar lagi juga ada pihak televisi yang menghubungi kamu"

Aldiano menggelengkan kepala, tak menyangka pemikiran Zelvanya lebih jauh ke depan. Sedangkan, dia hanya stuck disitu saja mencari handphone melulu dari siang sampai sore.

"Lalu, di hadapan wartawan apa yang lo katakan"

Tanpa berpikir, seakan Zelvanya sudah terbiasa dan memprediksi. Dia mulai menjelaskan secara lebih rinci dan panjang lebar, apa yang semestinya Aldiano katakan saat para wartawan langsung mencerca dia dengan banyak pertanyaan.

Aldino hanya mengangguk, mengerti.

"Oke gue setuju akan berinvestasi di perusahaan lo"

Hanya pembicaraan singkat mengenai rencana awal, sekejab membuat Aldiano yakin bahwa Zelvanya orang yang tepat untuk diajak kerja sama.

"Baiklah, nanti saya urus perjanjian kontrak dan saya bawa ke rumah kamu"

"Oke" Lalu, sambungan telepon mereka terputus.

Setelah dipikir-pikir ulang tak ada salahnya, Aldiano menyetujui ini semua. Ada saatnya bukan dimana kita memang membutuhkan bantuan dari orang lain, menyelesaikan masalah.

Lagipula, kesepakatan berinvestasi itu sepertinya bukan hal yang merugikan dirinya. Tapi, menguntungkan dua belah pihak.

Sekian yaa guys, mungkin part selanjutnya kita ambil sisi Zelvanya dulu yaaa😂

Hehe see youu next part

Berikan vote dan komentar

💙💙💙

Thank youuu

YOUTUBER, MY PARTNER (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang