45.

18 4 0
                                    


Sebelum menuju rumah, Aldiano singgah lebih dahulu ke supermarket terdekat untuk membelikan beberapa cemilan dan makanan kesukaan Sang Mama. Dia ingin lebih fokus ke keluarga, karena jujur semenjak ada masalah pribadi. Dia jadi kurang peduli dengan orang lain di sekitarnya.

Walaupun masalah ini bisa dianggap selesai, Aldiano tetap menggunakan masker dan kacamata agar menutupi diri. Dia tak bermaksud ge-er atau berlebihan, hanya saja mengantisipasi bila ada yang mengenalinya.

Kedua tangan Aldiano mendorong troli sembari melihat-lihat jejeran rak, dia memilah makanan atau bahan apakah yang harus dibeli. Sepertinya, dia punya ide cemerlang membeli beberapa bahan masakan.

Kebetulan, Sang Mama juga lihai dalam hal memasak dan bahkan menghabiskan waktu seharian hanya untuk memasak. Siapa tahu dengan cara begini, Sang Mama tak melamun dan berdiam diri lagi.

Mendadak handphone Aldiano berdering beberapa saat, tangan kanannya spontan bergerak mengambil di saku celana dan mengangkatnya.

Namun, tetap arah matanya tertuju pada beberapa rak bahan masakan berjejer.

Belum sempat Aldiano berkata apa-apa,

"Halo, lo dimana bisa cepetan pulang gak. Perut gue sakit banget" Sahut Aline lebih dahulu terdengar meringis seperti orang menahan sakit,

"Lo kenapa??? Gue telepon Om Ronald biar ke rumah. Lo tunggu kalau gak tahan langsung ke rumah sakit" Kata Aldiano penuh khawatir,

Tak lama Aldiano memutuskan sambungan telepon, dia langsung berlarian secepat kilat keluar dari supermarket bahkan meninggalkan troli yang masih terisi separuh begitu saja. Pikirannya sekarang jelas tertuju pada kondisi adiknya.

Sembari berlari, tangannya mencoba menghubungi Om Ronald terus-menerus karena sampai sekarang masih belum terhubung.

Dan, setelah beberapa kali. Akhirnya terhubunga juga.

"Om.., bisa minta tolong ke rumah gak Aline sakit" Ucap Aldiano terengah-engah, dengan keringat bercucuran dari kepala.

"Oke Al" Kata Om Ronald,

Lalu, Aldiano kembali memutuskan sambungan. Dan melanjutkan berlari menuju parkiran. Entah masalah apalagi yang terjadi di keluarganya. Padahal, masalah dia baru-baru banget selesai.

💙💙💙

Beruntung, ternyata Om Ronald lebih dahulu sampai di rumah. Sementara, Aldiano terlalu lama terjebak dalam kemacetan.

"Om, gimana Aline gak papa kan" Tanya Aldiano bertepatan Om Ronald baru keluar dari kamar Aline. Tepat setelah, memeriksa kondisi Aline.

"Sepertinya, Aline keracunan"

"Hah" Aldiano terkejut, membulatkan mata.

"Gak mungkin" Sahut Aldiano lagi,

Mereka sekeluarga cukup telaten dan bersih dalam hal memasak ataupun memakan sesuatu. Pasti, mereka memperhatikan detail.

"Tapi, dari gejala yang Om lihat apalagi Aline sendiri bilang dia baru makan kue cokelat ini"

Om Ronald sambil menunjukkan kue cokelat di tangannya.

"Ini dari siapa?" Aldiano mengambil dan melihat secara lebih dekat. Jujur, dia belum pernah melihat kue cokelat ini sebelumnya. Terasa asing bahkan tak tertera nama produknya.

Om Ronald mengangkat kedua bahu, dia tak tahu menahu. Lagipula, tak bertanya lebih lanjut masalah itu.

"Yaudah kalau gitu, Om permisi. Aline udah dikasih obat penahan nyeri dan kalau masih sakit. Ini udah Om resepkan obatnya"

Aldiano mengangguk,

"Makasih ya Om" Kata Aldiano sembari mengambil kertas resep.

"It's okay, oh iya Mama kamu gak keliatan kenapa?"

"Gak tahu Om, Mama kaya murung di kamar mulu"

"Pasti gara-gara Papa kamu belum balik ya" Akhir kata, Om Ronald tertawa meledek.

"Mungkin"

"Yaudah, Om balik dulu. Kamu harus jaga adik dan mama kamu yaa"

Kemudian, Om Ronald berlalu pergi meninggalkan Aldiano. Dia sudah mengetahui seluk beluk rumah ini.

Aldiano langsung masuk ke dalam kamar Aline. Dia ingin mengetahui bagaimana Aline bisa keracunan.

"Lo, kenapa?" Tanya Aldiano,

"Gak papa" Sahut Aline lemah.

"Gak papa" Kata Aldiano mengulang perkataan Aline, dia menggelengkan kepala.

"Kayagini, dibilang gak papa. Sok kuat lo. Gue tanya kenapa lo makan kue cokelat ini" Aldiano menenteng kue cokelat yang dia bawa.

"Gue..kepingin"

"Ini darimana" Tanya Aldiano dingin,

"Dari.." Aline menggigit bibirnya.

"Jawab" Teriak Aldiano, emosi.

"Duh.., tapi lo jangan marah yaa. Kita tadi dapat kiriman box kue cokelat itu. Tulisannya dari Kak Zelvanya" Suara Aline terus mengecil sampai akhir. Dia takut Kakaknya berpikir macam-macam tentang Zelvanya. Padahal, bisa saja itu ulah orang iseng mengatasnamakan Zelvanya.

Namun, Aldiano masih mendengar dengan jelas. Dia pun setengah membulatkan mata. Saat pertama kali, mendengar nama Zelvanya disebut.

Bagaimana bisa wanita itu setega ini, pikirnya. Apakah ini balasan setelah dirinya melakukan investasi cukup besar. Padahal, bukankah hubungan mereka juga layaknya seorang teman.

Oke gimana suka gak,

Menurut kalian apa sudah makin kacau cerita ini???🤣

Berikan vote dan komen

See you next part

Lopp you All💙

Hehe😂

YOUTUBER, MY PARTNER (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang