62.

12 4 0
                                        


Pekerjaan Zelvanya dalam beberapa proyek terkhusus produk ramah lingkungan sedikit demi sedikit terselesaikan. Semuanya telah tersusun hingga tinggal menunggu waktu yang sudah direncanakan dan beberapa pemilihan promosi ke depan.

Zelvanya beberapa kali memantau produk mereka yang baru dua bulan lalu launching. Dan, syukurlah semuanya berjalan dengan lancar sebagaimana yang sudah direncanakan sejak awal.

Walau, dia sudah berpikir untuk jangka panjang seandainya produk tersebut tak sesukses itu. Dia akan mencoba  membuat trend baru dengan produk mereka. Atau, juga review dari food-vlogger terkenal yang sering terlihat di media saat ini.

Tapi, beruntungnya semua promosi berjalan lancar. Bahkan, ada saja yang secara sukarela mereviewnya.

Ada beberapa rencana yang akan Zelvanya jalankan untuk mengetahui sosok Reina. Dia masih menaruh rasa curiga.

Walaupun, sebenarnya beberapa anak buah Zelvanya, juga sudah memantau Reina beberapa hari ini. Tapi memang tak ada pergerakan yang aneh, hanya melakukan aktivitas sehari-hari seperti kerja lalu pulang.

"Rei, tolong pesankan makan siang buat kita berdua di tempat biasa"

Zelvanya menghubungi Reina melalui lewat pelantara telepon kantor. Dia akan mengajak Reina mengobrol dulu. Ini adalah cara terbaik untuk mengetahui lebih dalam lagi.

Mereka berdua terkadang memang begitu suka makan bersama di dalam kantor. Jadi, tak membuat Reina berpikir aneh dengan dirinya.

Sembari menunggu, Zelvanya menghubungi beberapa penguntit untuk diawasi bahwa foto-foto yang dikirimkan hanyalah disaat dia ingin kantor ataupun pulang ke rumah.

Setelah tiga puluh menit, Reina pun mengetuk pintu ruangan Zelvanya.

"Masuk Rei" Kata Zelvanya mempersilahkan masuk.

Mereka segera berpindah tempat khusus makan yang memang tersedia di ruangan Zelvanya.

Sambil makan, mereka mengobrolkan beberapa hal. Entah pekerjaan atau hal pribadi. Ini cara memulai yang tepat.

"Rei, serius kamu gak punya pacar"

Reina mengangguk,

"Iya, Bu. Saya pikir bukan saatnya untuk berpacaran. Bu sendiri juga begitu kan"

"Benar juga sih" Zelvanya setuju, ada saat jika memang sudah waktunya. Pasti, dia akan bertemu dan memilih orang yang tepat.

Zelvanya menghela nafas berat,

"Saya jujur bingung harus ngomong kayagimana tentang Al" Kata Zelvanya terlihat kecewa.

Reina menaikkan alisnya,

"Emang kenapa, Bu?"

Baguslah, nampaknya Reina mulai terpancing dengan ucapan Zelvanya.

"Saya gak nyangka dia sejahat itu"

"Maksud Bu Zelva"

"Kamu tahu kan, kalau dia sudah beriventasi ke perusahaan kita. Tapi, katanya pengen dikembalikan seluruh dana tersebut. Walau, saya ikut andil pembatalan kontrak. Bukankah ini tak adil kita juga sudah membantu dalam membersihkan nama baik dia"

Reina hanya menganggukkan kepala, tak bereaksi apapun. Apa mungkin ini masih kurang dipercaya oleh Reina?

"Menurut kamu, bagaimana Rei?"

Reina sedikit bingung, harus memberi komentar seperti apa. Dia tak ingin terlalu kelihatan bahwa ada sepercik rasa kebenciaan pada Aldiano.

"Kalau saya...., bicara baik-baik saja Bu supaya diperjelas"

"Gitu ya, kalau balas dendam boleh kali ya. Jujur, saya benci dengan tingkah seenak jidat pembatalan bahkan ingin mengambil uang investasi seluruhnya"

Cerita asal Zelvanya, memancing Reina. Mungkin, dari sekarang dia akan mulai berdusta menceritakan keburukan Aldiano.

Reina menatap Zelvanya dalam. Dia tak percaya, merasa ada kejanggalan dengan pimpinannya. Ini bukan seperti Zelvanya yang dia kenali. Bukankah Zelvanya tak suka membalas dendam begitu. Aneh sekali, pikirnya.

"Bu, bukannya Bu Zelva paling anti balas dendam ya"

"Tapi, Rei. Ini sudah menyangkut masalah uang. Saya tak mungkin bisa langsung mengembalikan uang itu segitu banyaknya. Padahal, dana tersebut sedikit banyak terpakai perusahaan"

Reina masih diam, seperti ingin merangkai kata.

Zelvanya meneguk ludah, apa dia sudah berlebihan mengarang. Hingga, Reina merasakan keanehan dalam cerita palsu ini. Dia mengakui dirinya tak cocok memainkan peran layaknya artis-artis. Bahkan, mimik wajahnya juga mungkin kurang meyakinkan orang lain.

Reina mengangguk,

"Sepertinya, akan lebih baik diobrolkan baik-baik saja Bu. Kalau, dibawa ke jalur hukum. Bukankah keduanya setuju untuk pembatalan kontrak"

Giliran Zelvanya menganggukkan kepala, dia tak menemukan hal yang buruk dari Reina. Apa mungkin dia hanya salah perkiraan?

Cukup lah yaa sampai sini

See you next part

Berikan vote dan komentar yaa

Semoga masih suka cerita ini

💙😂💙😂💙😂

YOUTUBER, MY PARTNER (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang