Belajar Melukis

1.1K 50 0
                                    

Keesokan harinya, Hanna sudah terus menanyakan kapan ia belajar melukis. Karena Satria tidak memiliki nomor ponsel Kahiyang, ia memberanikan diri datang ke kamar inap Kahiyang setelah menyuruh stafnya Iren untuk membelikan peralatan melukis.

Bruk...

"Ah ... Maaf, saya tidak sengaja," ucap Satria setelah menabrak seseorang. Lalu orang itu berbalik.

"Mau apa anda ada di lantai ini?" tanya Bumi. Bumi baru saja keluar dari kamar pasien bersama suster jaga hari itu dan sedang berbicara dengan dokter lain yang kebetulan bertemu.

Satria ingin menjawab tapi melihat situasi bukan hanya mereka berdua saja, Satria memilih diam dan Bumi mengerti.

"Sus, letakkan catatan ini di ruangan saya," titah Bumi pada suster di sampingnya.

"Baik, dok." suster itu pergi.

"Oke, aku ke pasien lain dulu," pamit dokter, rekan Bumi yang sedang berbicara dengannya tadi. Seakan mengerti maksud diamnya Satria dan maksud Bumi mengusir suster.

"Oke, dok. Silahkan." ujar Bumi.

Setelah benar-benar hanya mereka berdua saja, Bumi kembali bertanya. "Anda mau menemui calon istri saya?" tanyanya tanpa basa-basi.

"Calon istri?" -mengerutkan alis- "oh, Kahiyang maksud anda?" tanya Satria.

"Siapa lagi? sudah saya peringatkan untuk tidak menemui Kahiyang. Sebagai laki-laki dewasa dan sudah berkeluarga, sebaiknya anda tepati janji. Suami macam apa yang mengejar-ngejar gadis muda? sungguh tidak tahu malu!" ujar Bumi, menyunggingkan senyuman mengejek.

Satria langsung menarik kerah jas putih milik Bumi. "Tahu apa kamu soal saya? Jangan bicara yang tidak-tidak! ini rumah sakit. Kalau bukan dirumah sakit, sudah kuhabisi kamu!" ancamnya.

"Ada apa ini?" tanya Rozi. Ia baru keluar dari lift dan akan menemui putrinya. Namun justru pemandangan antara dokter kebanggaannya bersama pemilik yayasan sekolah putri-putrinya itu, akan berkelahi.

Keduanya menoleh lalu Bumi menghempaskan tangan Satria, seraya menepuk-nepuk jasnya.

"Bukan apa-apa, dok. Hanya kesalah pahaman saja." elak Bumi.

"Pak Satria mau bertemu dengan Kahiyang?" tanya Rozi.

"Iya, pak. Saya ada perlu dengan putri bapak. Apa boleh saya masuk?" tanyanya.

"Silahkan, silahkan. Di dalam ada istri saya juga. Sekalian, saya perkenalkan dengan istri saya. Dia sangat suka dengan istri bapak, setiap hari menonton sinetronnya." ujar Rozi.

Bumi yang di acuhkan, hanya diam sambil mengepalkan tangannya.

Satria mengangguk sambil tersenyum mengejek, membalas apa yang dilakukan Bumi tadi. Pembalasan yang sepadan.

Rozi merangkul Satria ke arah kamar Kahiyang. Bumi memilih pergi ke ruangannya sendiri.

"Mama ... Kahi, ada pak Satria. Katanya ada perlu sama putri Papa," seru Rozi setelah membuka pintu.

Kahi yang sedang merias tipis wajahnya dan memakai lip tint, terkejut. Pasalnya dia memang sudah terbiasa merias wajahnya, meski hanya sekedar memakai cream pelembab dan lip tint. Katanya sih supaya tidak terlihat pucat.

"Papa kenapa nggak ketuk pintu dulu?" Kahiyang sebal. Ritual meriasnya diketahui Satria.

Satria diam tanpa ekspresi, terus memandang Kahiyang yang salah tingkah. Entah kenapa, jika dihadapan Satria, kini Kahiyang seperti itu.

"Maaf, nak. Papa lupa," ujar Rozi. Kahiyang mencebikkan bibirnya. Sedangkan Brisia sudah menghampiri suaminya.

"Pak Satria, ini istri saya," Rozi memperkenalkan istrinya.

ScandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang