Kenangan Masa Kecil

1.1K 48 0
                                    

Kahiyang yang keras kepala dan Hanna yang manja, dengan cepat mengakrabkan diri. Satria terus memandang kedekatan putrinya bersama Kahiyang.

Sangat cantik. Satria bermonolog sambil punggung jari telunjuk mengusap bibir bawahnya.

"Ini semua lukisan kakak?" tanya Hanna saat melihat beberapa foto lukisan Kahiyang di ponselnya.

Kahiyang mengangguk. "Iya, ini semua lukisanku. Ah, ada satu lagi," -menggulir layar, mencari sesuatu- "ini lukisan ibu dan ini lukisan kakak waktu kecil seusia kamu," Kahiyang menunjukkan dua lukisan yang sama. Kahiyang saat sekolah dasar meniru lukisan mendiang ibunya, Kiran.

"Wah, sama Kak. Ini sama persis. Bagus sekali," -menoleh ke arah Satria- "Papa, lihat! lukisannya bagus sekali. Hanna juga ingin bisa melukis seperti kak Kahiyang," Hanna menunjukkan layar ponsel Kahiyang dari atas ranjangnya.

Satria mengangguk sambil tersenyum, Kahiyang menatap lekat pria beristri itu.

Sungguh tampan. Batin Kahiyang, lalu ia mengubah tatapannya ke arah lain.

Satria masih terus melihat Kahiyang yang salah tingkah, seraya tersenyum kecil.

"Yeay ... asyik. Hanna mau belajar melukis. Kakak Kahiyang mau kan mengajariku melukis?" tanyanya pada Kahiyang.

"Boleh. Nanti kakak bawakan peralatan melukis untuk Hanna," jawabnya.

"Tidak perlu. Nanti saya saja yang menyiapkan peralatannya. Kamu bisa beri tahu saya, apa saja yang harus saya beli," timpal Satria.

"Baiklah ..." balas Kahiyang.

Selama dua jam Kahiyang menemani Hanna dan kini Hanna sudah terlelap. Sedangkan Satria sibuk berkutat dengan laptopnya.

Kahiyang diam memperhatikan Satria yang fokus menatap layar laptop dengan kaca mata bertengger di hidung mancungnya. Dan lagi lagi tatapan mereka bertemu. Kahiyang spontan bangkit dari kursi sisi kanan ranjang.

"Saya mau kembali ke kamar," Kahiyang salah tingkah.

Satria menutup laptop, ikut bangkit. "Saya antar." ucapnya.

"Nggak perlu. Saya bisa sendiri. Permisi," tolak Kahiyang.

Rasanya tidak enak dilihat oleh pegawai rumah sakit lainnya, jika mereka jalan berdua saja. Satria pria yang jauh lebih dewasa dan beristri itu sanggup menimbulkan gosip-gosip tidak sedap nantinya.

"Tunggu dulu!" seru Satria. Ia menyambar ponselnya diatas meja.

Kahiyang membalikkan badannya. "Ada apa lagi?" tanyanya.

"Nomor handphone kamu?" pertanyaan Satria menggantung saat melihat ekspresi wajah Kahiyang. "Untuk peralatan melukis," sambungnya lagi.

Kahiyang mengulurkan tangannya, meminta ponsel Satria untuk memasukkan nomor ponselnya. Kahiyang meninggalkan ponselnya di kamar.

Suara ketikan terdengar. Satria terus menatap Kahiyang yang sedang menekuni ponselnya.

"Cantik," celetuk Satria tanpa sadar.

Kahiyang mendongak. "What? tadi bapak mengatakan apa?" tanya Kahiyang, ia pasti salah dengar.

"Bukan apa-apa." elaknya, menggaruk belakang kepala.

Kahiyang menyodorkan ponsel Satria.

"Ini bukan-" ucapan Satria terpotong setelah melihat isi ketikan.

"Iya, bukan nomor saya. Tapi saya berikan rincian peralatan apa saja yang harus disiapkan. Maaf, saya tidak bisa memberikan nomor handphone ke orang yang tidak terlalu dekat. Permisi," Kahiyang berlalu, meninggalkan Satria yang berdiri mematung menatap punggung dan rambut panjang Kahiyang yang terurai.

ScandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang