Bertemunya Dua Pria (II)

742 30 0
                                    

Sore itu Satria berencana pergi membawa putrinya Hanna ke Mall. Awalnya hanya berdua saja, namun Inggrid tiba-tiba saja ingin ikut serta.

"Mama boleh ikut?" tanya Inggrid, melongok ke dalam kamar. Hanna dan Satria ada di dalam. Inggrid menguping pembicaraan putrinya bersama Satria. Kesempatan bagus untuk menampakkan diri ke publik. Apalagi mereka akan pergi bertiga, layaknya keluarga yang harmonis.

"Boleh dong, Ma. Hanna seneng banget kalau Mama juga ikut jalan-jalan. Iya kan, Pa?" tanya Hanna pada Satria.

Satria berdehem, "boleh," jawabnya singkat. Satria mengalah, menolak pun tak akan guna, putrinya pasti akan kecewa.

Hanna pun senang bukan main. Pergi jalan-jalan bertiga suatu hal yang sangat langka baginya.

"Kalau gitu, Mama sama Papa siap-siap dulu ya. Anak Mama juga siap-siap dulu, nanti dibantu mba." ujar Inggrid, langsung menarik tangan kiri Satria untuk berdiri.

"Iya, Ma," jawab Hanna.

Inggrid terus menarik Satria masuk ke dalam kamar mereka.

"Buat apa kamu ikut?" tanya Satria kesal.

"Memang kenapa? Aku istrimu, juga ibu dari anak-anakmu!" Inggrid sama kesalnya.

"Ibu dari anak-anakku?" -tersenyum mengejek- "hanya Hanna! Nggak ada yang lain lagi!" ucap Satria penuh penekanan. Satria tidak mau mengakui jabang bayi yang saat ini dikandung oleh Inggrid.

"Kamu masih aja keras kepala! Sampai kapan pun ini anakmu juga! Adik Hanna!" bentak Inggrid.

"Jangan mimpi kamu!" Satria membalas dengan bentakan yang sama.

"Ingat soal anak haram itu! Sampai kamu macam-macam, aku bongkar semua! Sekarang bersiap! Putri kita pasti sudah menunggu!" kata Inggrid, mengancam. Lalu masuk ke walk in closet.

Satria mengepalkan kedua tangannya. Lagi-lagi ia tidak bisa berkutik saat diancam soal Kahiyang. Satria se sayang itu pada Kahiyang. Ia tidak mau Kahiyang tersakiti. Satria hanya bisa bersabar menunggu waktu yang tepat untuk menyelesaikan masalahnya dengan Inggrid.

Inggrid menggapit paksa lengan Satria, mereka menuruni anak tangga dimana Hanna sudah menunggu di bawah bersama pengasuh.

"Maaf sayang ... Mama kelamaan ya?" tanya Inggrid lembut pada Hanna.

"Enggak, Ma. Hanna baru aja turun. Mama cantik banget," ujar Hanna langsung memeluk pinggang sambil mengusap perut Inggrid.

"Masa sih?" -mencubit pipi Hanna- "emang Mama cantik banget, Pa?" tanya Inggrid pada Satria.

Satria terkejut dengan pertanyaan Inggrid barusan. Sejurus kemudian menatap Hanna yang seolah menunggu jawaban darinya.

"Papa ... Mama tanya, kenapa nggak di jawab?" tanya Hanna. "Mama cantik kan, Pa?" sambungnya lagi.

"Hah? è ... I iya cantik. Tapi Hanna yang paling cantik," ujar Satria, mengalihkan. Mengusap kepala putrinya. Inggrid bersungut-sungut, kesal.

Hanna tersenyum, "ayok, Pa. Kita berangkat sekarang!" ajaknya, menarik tangan Satria dan juga Inggrid.

Mereka berjalan menuju teras depan. Sopir sudah menyiapkan mobil dan Satria menerima kunci mobil lalu membukakan pintu untuk Hanna.

Hanna duduk manis di kursi belakang, sedangkan Satria dan Inggrid di barisan depan. Mobil sedan mewah berwarna hitam berlambang bintang tiga itu melaju membelah kota Jakarta bagian utara. Perut Inggrid yang semakin hari semakin membuncit itu, semakin terlihat.

Inggrid menarik tangan Satria agar mengusap perutnya, Satria menahan tangannya sebentar karena tidak mau. Tetapi Hanna melihatnya.

"Papa, mungkin adik bayi ingin di elus. Adik bayi juga sayang sama Papa," celetuk Hanna.

Satria menghela nafasnya perlahan lalu berdehem. "Ehemm ..."

Satria akhirnya mengulurkan tangannya, mengusap perut Inggrid dengan terpaksa. Hanna senang bukan main, bersorak. Inggrid ikut tersenyum, ia selalu berhasil memenangkan hati putrinya.

Tiga puluh menit kemudian, mobil yang mereka tumpangi memasuki area lobby Mall. Satria memberikan kunci pada petugas valet parking.

Ketiganya masuk ke dalam Mall. Inggrid menggamit lengan kiri Satria, seperti yang sudah-sudah, Satria tidak mau tapi Hanna terus menatapnya. Satria kembali pasrah. Pemandangan yang sangat menarik. Banyak pasang mata memperhatikan mereka bertiga. Keluarga kecil yang sangat harmonis dan di irikan banyak orang. Satria menggendong Hanna di sebelah kanan, sedangkan lengan kirinya di rangkul oleh Inggrid.

"Hanna jalan kaki saja, Pa. Turunkan Hanna," pintanya untuk turun dari gendongan Satria.

Kesempatan untuk Satria memberi jarak. Hanna ia turunkan lalu digandengnya di sisi kiri agar Hanna berada di tengah-tengah antara ia dan Inggrid.

"Kita makan dulu, setelahnya Hanna boleh main di playground," -menunduk- "hanna mau makan apa?" tanya Satria.

"Emm ..." -berfikir- "mama mau makan apa? Mungkin Mama mau makan sesuatu?" tanya Hanna pada Inggrid di sisi kirinya.

"Mama mau makan apa ya ..." -terlihat berfikir- "kalau disana saja, gimana? Hanna mau kan?" tanya Inggrid sambil menunjuk satu restoran yang berada di ujung. Restoran shabu-shabu yang cukup terkenal enak.

"Mau ... Mau. Hanna mau. Hanna suka shabu-shabu. Ayok, Papa!" ajak Hanna riang, menarik tangan Satria.

Sesaat Satria masuk ke restoran itu, pandangannya langsung bertemu dengan Bumi. Lagi-lagi hal yang tidak disengaja kembali terjadi. Mereka berdua kembali bertemu.

Keduanya hanya diam, tidak saling bertegur sapa. Satria duduk membelakangi Bumi, sedangkan Inggrid dan Hanna duduk tepat di hadapannya.

"Sore, dok. Apa saya terlambat?" tanya asisten Yuni yang baru saja datang seorang diri.

"Sore. Nggak masalah. Ini hanya pertemuan santai," jawab Bumi. Satria bisa mendengarnya dengan jelas.

"Makan berdua sama perempuan lain?" tanya Satria dalam hati. Pikirannya kacau, mengingat Kahiyang yang jauh di London tapi di khianati oleh suaminya sendiri.

Hanya berselang lima menit, dua orang perempuan dan satu laki-laki datang menghampiri meja Bumi.

"Maaf Dok, kami terlambat. Kami ada pasien baru yang harus di tangani sebentar," ujar Mei, yang lain meng-iyakan.

"Nggak masalah, saya juga baru datang," balas Bumi. Kemudian mereka semua duduk bersama.

"Biar saya saja, dok," ucap Yuni meminta ijin untuk memasukkan sayur, jamur dan juga daging iris.

"Oke," memberikan capit dan wadah berisi bahan-bahan.

Sembari menyantap shabu-shabu, Yuni kembali mengeluarkan celetukannya menggoda Bumi.

"Boleh kali dok, saya ikut ke Korea. Saya pengen ketemu Lee Min Ho, dok," seloroh Yuni lalu cekikikan.

"Saya juga mau, dok. Siapa tau dapet jodoh orang sana. Ceweknya kan cantik-cantik. Bisa-bisa, dokter dapet pacar orang Korea," sambung Aryo. Bumi menanggapinya dengan tertawa keras, ia lupa jika Satria mendengar semua obrolan mereka.

"Korea? Pacar? Sinting!" gerutu Satria. Inggrid memperhatikan tingkah suaminya yang aneh.

Satria tidak fokus dengan acara makan bersama Hanna dan Inggrid. Berkali kali Hanna memanggilnya, Satria justru terlihat bingung.

"Papa kenapa? Nggak suka? Bukannya Papa suka shabu-shabu juga?" tanya Hanna saat melihat Satria tidak memakan makanan di mangkuknya. Satria hanya mengaduk aduk dengan sendoknya.

"Sayang ... Kamu kenapa? Sakit?" tanya Inggrid sambil menyentuh lengan Satria.

Satria menepis, kesal dengan tingkah Inggrid.

"Papa suka. Papa makan ya ..." elak Satria, menyendokkan kuah shabu ke dalam mulutnya. Dalam pikirannya, Satria berniat menghubungi Kahiyang setelah pulang nanti.

To be Continued...

ScandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang