Kahiyang dan Alsya

870 39 2
                                    

Kahiyang duduk didepan cermin, menatap pantulan wajahnya yang sembab. Hatinya sama rapuhnya. Bumi menghancurkan semua. Dua kali rasa sakit itu ia rasakan.

Satria pria pertama yang mampu meluluhkan hati Kahiyang, meskipun hubungan mereka salah. Satria berusaha mempertahankannya, namun kenyataan pahit datang. Kabar istri Satria yang pingsan karena sedang mengandung, membuat posisi Satria tersudut.

Kahiyang kecewa, sakit hati dan putus asa. Siapa lagi yang membuat istri Satria hamil, kalau bukan Satria sendiri. Pikir Kahiyang. Menjadi gadis bodoh untuk pertama kalinya. Pengalaman pertama soal percintaan yang menyakitkan.

Dan Bumi datang menghiburnya, memberikan jalan keluar yang akhirnya ia setujui. Mau menerima rencana perjodohan dari Ayahnya, untuk menikah dengan Bumi.

Saat itu Kahiyang memiliki harapan yang cukup tinggi pada Bumi. Menjadi pasangan yang saling mencintai tanpa harus menyakiti atau pun menjadi penyebab kehancuran sebuah keluarga.

Namun semua hancur berantakan. Kahiyang tidak mendapatkan salah satunya. Bumi membohonginya, begitu juga Satria.

"Pesanku sama sekali nggak di baca," gumam Kahiyang, mengamati layar ponselnya. Pesan untuk Alsya dari semalam sama sekali tidak dibaca.

"Aku disini juga korban. Tapi kenapa marah? aku juga udah kasih dia kesempatan buat gantiin aku," ujar Kahiyang lagi. Merasa kesal pada Alsya.

Baginya sungguh tidak adil kalau dirinya disalahkan dalam permasalahan kemarin.

"Cowok sialan! semuanya sama!" makinya, lalu melempar ponsel ke atas kasur.

Kahiyang membuka lebar pintu balkon kamarnya. Berdiri bersandar pada pagar, memandang langit yang cerah pagi itu.

"Aku harus kembali ke London. Mungkin disini bukan tempatku. Lebih baik aku cepat pergi dari sini," ucap Kahiyang.

"Jangan gegabah. Jangan jadikan itu sebuah pelarian," celetuk Brisia. Muncul dari dalam kamar Kahiyang.

"Mama ...," serunya terkejut.

"Mama nggak mau kamu mempercepat keberangkatan ke London karena ingin lari dari masalah kemarin. Mama ingin kamu pergi dengan hati yang tenang. Mama mau tahun depan terbang ke London untuk acara wisudamu. Cari kebahagiaanmu disana. Jodoh tidak ada yang tau datangnya dari mana," ujar Brisia lalu mencubit pipi kiri putri sulungnya.

Kahiyang mengangguk sambil tersenyum. "Kahi janji, Ma. Tahun depan, Kahi wisuda. Kahi mau bikin Mama Papa bangga," balasnya.

"Bukan cuma Mama Papa yang bangga. Ibu Kiran juga pasti bangga," timpal Brisia. Mereka saling berpelukan.

Tidak ada hal yang indah, seindah menyaksikan kedekatan seorang putri tiri dengan ibu sambungnya. Orang lain tidak akan menyangka kalau mereka bukan ibu dan anak kandung. Kasih sayang yang luar biasa. Kahiyang merasa sangat beruntung.

"Terimakasih, Mama selalu ada untuk Kahi," ucap Kahiyang, masih memeluk Brisia. Brisia memberikan anggukan dan usapan lembut di punggung putrinya.

Sore harinya, Kahiyang dibantu kedua adiknya memasukkan beberapa pakaian ke dalam koper. Kahiyang memutuskan untuk mempercepat dua hari jadwal keberangkatan menuju London.

"Kakak nggak coba hubungin kak Alsya lagi?" tanya Bitna.

"Iya, kak. Nggak enak rasanya kalau pergi tapi masih ada masalah," imbuh Brenda.

Kahiyang menyodorkan ponselnya, memperlihatkan beberapa pesan yang dikirimnya pada Alsya. "Sama sekali belum dibaca. Terus aku harus gimana? tapi ini bukan salahku juga. Kenapa dia sewot sama aku?" ujar Kahiyang.

ScandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang