Lukisan Itu

803 31 0
                                    

Kahiyang membisu mendengar Satria memanggilnya dengan panggilan sayang.

"Kahiyang ... I'm sorry, I'm really really sorry. Semua nggak benar. Aku di fitnah. Cuma kamu yang ada di hatiku. Please, come back to me," Satria terus meracau.

"Kamu mabuk!" tuduh Kahiyang.

"Mabuk? Aku nggak mabuk!" Satria berteriak.

"Sudah cukup! Sadarlah! Mau mengelak pun nggak akan guna. Istrimu sedang hamil. Jangan berbuat yang tidak-tidak!" Kahiyang mengingatkan.

"Fuc*k you! itu bukan anakku! Harus berapa kali aku bilang, kalau itu bukan anakku!" -berteriak, kemudian intonasi melemah- "please, come back. I'm miss you, Kahi," Satria memohon pada Kahiyang.

"Stupid! Aku nggak mau dengar lagi. Kamu mabuk!" Kahiyang mematikan panggilan itu.

"Bisa-bisanya dia mabuk," gerutu Kahiyang.

Satria marah dan berteriak, membanting ponselnya lalu membalik meja. Satria mabuk berat. Kepergiannya ke Australia hanya sia-sia. Satria masih teringat Kahiyang.

"Sesusah itu buat kamu percaya? Aku tidak melakukan apapun pada wanita iblis itu! Dia berselingkuh, dan aku yang harus menerima bayi dalam perutnya? What the fu*ck! Shi*t! Bang*sat!" terus memaki maki.

Begitu sulit untuk melupakan Kahiyang. Awal pertemuan mereka tidak lah mulus. Saling membenci dan berujung saling jatuh cinta. Cinta memang membuat semua menjadi gila.

Belum sadar betul, Satria sudah mendapat telefon dari Mamanya di Indonesia.

"Hmmm, ada apa?" tanya Satria setelah menggulir tombol hijau ke atas.

"Anak bodoh! Mau sampai kapan kamu meninggalkan yayasan juga anak istrimu? Istri sedang hamil, anak masih masa penyembuhan, tapi malah kamu pergi. Dimana otakmu?" maki Melani.

Satria yang masih marah dan mabuk, ikut tersulut mendengar ocehan ibunya.

"Anak bodoh? Ya, aku anak bodoh. Anak bodoh yang sudah ditipu istrinya sendiri!" teriak Satria. Kepalanya pusing karena terlalu banyak minum alkohol.

"Ditipu? Tidak perlu kamu buat-buat alasan, Satria! Cepat pulang! Urus yayasan dan keluargamu!" ujar Melani lantang kemudian menutup panggilan itu.

"Argh ... Breng*sek!" Satria membuang ponselnya lalu menendang meja didepannya, setelah itu membanting kursi hingga tidak berbentuk lagi.

Satria belum bisa melupakan Kahiyang tapi ia sudah dipaksa untuk pulang ke Jakarta.

*****

Kahiyang berendam dalam bathup. Tubuh dan pikirannya terasa lelah, sampai-sampai tertidur dan bermimpi.

"Kak ... Nama kamu siapa?" tanya Kahiyang kecil pada remaja laki-laki yang sedang menggandengnya.

Laki-laki itu tetap berjalan dan tidak menjawab pertanyaan Kahiyang kecil.

"Kita duduk disini," kata remaja laki-laki itu. Kahiyang mengangguk, menurut. "Kamu bersama siapa kesini?" sambungnya.

"Dengan Mama, Papa," -menatap- "tadi aku lihat balon lucu," imbuh Kahiyang kecil.

"Tadi kamu dari arah mana?" tanya remaja laki-laki itu lagi.

Kahiyang menggelengkan kepalanya, "nggak tau,"

"Oke, untuk sementara kita tunggu disini dulu. Aku hubungi keluargaku di hotel," ujarnya lalu merogoh tas, memberikan air mineral pada Kahiyang.

"Terimakasih," ucap Kahiyang.

Saat remaja itu akan menghubungi keluarganya, ia membuka tudung hoodie yang dipakainya. Terdapat bekas luka 2cm di sekitar leher kanan. Tak sengaja Kahiyang menatap luka itu saat sedang meminum air yang diberikan tadi.

ScandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang